Chapter 04 - Secret Society (1)

6.8K 1.3K 321
                                    

<<< POV Sabda >>>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

<<< POV Sabda >>>

***

Jangan remehkan orang-orang lemah yang bersatu.

...

Hari sudah memasuki petang saat sepeda yang kukayuh tiba di rumah Tirta. Rumah yang ukuran besar skalanya mungkin 5:1 dari rumahku. Sebelum memencet bel di gerbang kupastikan sudah tidak ada orang atau siapa pun yang mengenaliku di sekitar sini. Aku rahasia. Kami rahasia. Dan perkumpulan ini, sangat rahasia.

Kami punya kode untuk menandai identitas masing-masing dari kami ketika datang pada sebuah janji pertemuan. Dan sekarang, pukul 16.45 adalah kodeku untuk menekan bel. Tanpa perlu menunggu terlalu lama, satpam datang menghampiri. Namanya Pak Topan.

"Enam belas empat lima," aku mengeja kodeku.

Lalu Pak Topan melihat secarik kertas yang ada di tangannya. Memeriksa apakah kode itu ada di daftar yang dibuat Tirta atau tidak.

"Sabda?"

"Iya," jawabku mengangguk.

Aku lalu diizinkan masuk melalui gerbang yang terbuka.

"Semuanya sudah datang, Pak?" tanyaku.

"Semuanya kecuali enam belas lima puluh sama tujuh belas kosong kosong."

"Oh."

"Masuk saja, ya. Mas Tirta dan yang lainnya ada di dalam. Langsung ke kamarnya saja."

"Makasih, Pak."

"Sepedanya biar saya yang simpan."

Aku lalu pergi ke arah pintu. Rumah ini seperti istana di mataku. Pekarangan yang luas ditanami bonsai. Semakin gagah saja dengan dua pilar tinggi besar yang menopang bagian depan rumah. Bentuk jendela yang tinggi. Intinya, tidak bisa dibandingkan dengan rumahku. Tirta memang berasal dari keluarga borjuis alias kaya raya. Dia nyaris bisa memiliki segalanya. Tidak seperti aku yang mau berangkat sekolah pun harus menunggu ibu jualan nasi uduk supaya bisa dapat uang saku. Karena setelah ditinggal Bapak ekonomi keluargaku tidak sestabil dulu.

Tapi tunggu, enam belas lima puluh dan tujuh belas kosong kosong belum datang? Itu hanya berselang lima belas menit dari kodeku. Lalu kuputuskan untuk menunggu sebentar sampai mereka datang. Tentu aku kirim pesan ke grup untuk mengabarkan kalau aku sudah sampai dan masih menunggu yang lain.

Semenit kemudian, enam belas lima puluh datang. Itu kode milik Gema. Dia sedang memverifikasi kode kedatangannya pada Pak Topan. Sepertinya dia baru turun dari angkot tadi. Dan setelah percakapan singkat, Gema lalu berjalan cepat melewati gerbang. Aku melambaikan tangan padanya.

"Kenapa kamu belum masuk?" dia bertanya.

"Nunggu kalian."

"'kalian'? Aku juga maksudnya? Kirain nungguin Panca," wajahnya meledek.

SchoolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang