Jengah

46 39 18
                                    

Hidup itu kadang seperti bermain catur. Jika kau hanya melihatnya dari satu sisi saja, maka pionmu akan termakan oleh sisi lain yang tidak kau lihat.
-dudukbercerita-
●●●


Setelah beberapa hari lalu aku yang bertemu dengan sosok bermata indah dan merasa malu padahal sedang jengah. Hari ini aku bertemu kembali. Bahkan kali ini saling melintasi.

Dari jauh dia sudah menatapku. Aku mencoba membiasakan diri kembali untuk tidak menatapnya. Untuk kali ini aku masih dikalahkan oleh egoku yang terus berteriak agar menatap sosoknya. Diri ini sungguh menjengahkan.

Tak hanya sampai disitu, aku terus saja melihatnya lagi dan lagi entah di tempat yang berbeda ataupun sama rasanya tetap saja menjengahkan.

Semakin menghindar, maka pertemuan semakin gencar. Mencoba tak keluar, tapi ada rasa yang berdebar. Ahh sudahlah memikirkannya membuatku pusing.

'Tidak mungkin kan jika aku menyukainya?' Pikirku yang mulai kacau sebab diri yang seringkali tidak tahu diri.

Lebih baik aku segera pulang dan mengistirahatkan otakku yang sudah memberontak ingin menyudahi mata kuliah matematika dengan dosen killer tadi.

Karena sudah lelah. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah tanteku dulu yang lebih dekat dibanding rumahku.

Sesampainya di rumah aku kira bisa beristirahat dengan tenang. Ternyata salah. Justru di rumah aku semakin dipusingkan dengan segala macam keributan yang adikku dan adik sepupuku perbuat.

"Astaghfirullah bocah" ucapku pelan tetapi penuh kekesalan. Bagaimana tidak? Baru beberapa detik mata terpejam sudah terdengar tangis yang membuat mukaku menjadi merah padam. Menahan marah.

Karena percuma memarahi mereka yang bercanda toh mereka hanya memasang telinga tapi tak mendengarkan dan malah mengulangi hal yang sama.

Bahkan tanteku saja sudah jengah. Sudah bosan menegur mereka. Tak ada satupun dari mereka yang mau mendengarkan.

Setelah aku rasa sudah hening. Mungkin mereka memilih bermain di luar daripada harus mendengarkan kembali ocehanku yang tiada henti.

Aku kembali memejamkan mata. Dan lagi bukannya tertidur. Aku justru terbayang sosoknya. Kenapa? Apa yang aku pikirkan? Siapa dia yang berani masuk dalam pikirku tanpa izin dan permisi? Kembali menjengahkan.

"Sepertinya aku lapar" ucapku yang akhirnya menuju dapur tanteku untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan agar diri sedikit tenang.

Terima kasih telah membaca
Jangan lupa Vote dan Comment ya:)

Story Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang