Berpapasan?

42 33 15
                                    

Aku kadang seperti Mentari yang memunculkan diri dengan malu-malu ketika akan bertemu Pagi
-dudukbercerita-
●●●

Ting!!!
Aku yang tadinya berjalan sendiri dengan santai sekarang menjadi terburu-buru sesaat setelah melihat notifikasi yang muncul dari handphone yang sedari tadi aku genggam.

Dona Rahmazian
Kelas akan segera dimulai, cepatlah kembali
09:48

Begitulah isi pesan dari teman mejaku yang mulai membuat jantungku sedikit tak tenang.
Bagaimana aku bisa tenang? Aku sudah tahu bahwa hari ini ada kelas praktek yang mana dosennya terkenal killer dan sulit memberi nilai tinggi.

"Duhh dosen killer lagi. Nih gedung kuliah jauh banget sih. Cepet fahh cepettt!!" Aku terus menggerutu seraya berjalan menuju gedung perkuliahan yang memang jauh berada di ujung.

Aku sangat menyesali gedung kuliahku yang berada terlampau jauh sehingga mengharuskanku untuk melewati banyak gedung-gedung kuliah lainnya.

Terutama saat harus melewati antara gedung kuliah teknik mesin dan teknik sipil. Karena merupakan jurusan yang mayoritasnya diisi oleh laki-laki, hanya beberapa perempuan yang bisa dihitung dengan jari. Meski begitu, perempuan dalam jurusan itu begitu beruntung menurutku.

Mereka sangat dijaga baik-baik dan dimuliakan oleh para laki-laki jurusannya.

"Duhh banyak mahasiswa nongkrong lagi. Masa aku harus puter balik lewat depan sih? Kan jauh. Oke Alifah. Tebalkan muka. Abaikan saja. Abaikan." Dengan terus menekankan kata abaikan.

Aku mencoba dengan berani untuk melewati mahasiswa-mahasiswa yang sedang duduk di bangku koridor yang memang disediakan untuk mahasiswa entah untuk sekedar bercengkerama ataupun bersenda gurau.

Gedung teknik sipil dan teknik mesin itu menyatu tetapi tetap dibedakan antara gedungnya tetapi tetap memiliki satu koridor yang sama. Sebut saja berbagi koridor.

Dan koridor inilah yang dimanfaatkan sebagian mahasiswa untuk menggoda mahasiswi yang mungkin sengaja lewat agar digoda atau mahasiswi yang terpaksa lewat karna mendesak seperti yang aku rasakan saat ini.

Mungkin karena mahasiswi jurusan ini takbanyak jadi mahasiswanya merasa bosan hanya memandang dan menggoda itu-itu saja.

Bukannya tidak ada jalan lain hanya saja ini salah satu jalan terdekat dan tercepat bagiku untuk mencapai gedung kuliahku yang berada jauh di ujung.

"Eh jalannya jangan sendirian. Ditemenin aja gimana?" Seperti yang sudah aku duga mereka pasti menggodaku.

"Iya gabaik nih cewek jalan sendirian. Kalo ada yang ganggu gimana?" Sahut temannya yang lain yang membuatku mempercepat langkah agar segera sampai. Raut wajah sinis terus aku tunjukkan hingga aku rasa sudah benar-benar jauh dari gerombolan mahasiswa kurang belaian tadi.

"Dasar cowok kurang belaian!!! Bikin orang nyesel aja lewat sini. Kalo tau mah lewat depan aja biarin telat. Biarin jauh. Yang penting gak digodain sama tu para cowok sialan. Isss" Aku terus menggerutu menyesal.

Tetapi sebentar sedetik kemudian raut wajahku yang tadinya penuh kekesalan sekarang perlahan berubah menjadi biasa kembali. Dia. Itu alasanku.

Sepertinya aku tidak akan kembali menggerutu dan menyesali keputusanku untuk melewati jalan ini. Sebab dia. Aku melihatnya lagi. Aku berpapasan dengannya. Sosok bermata indah itu.

Dia juga menatapku. Kami saling memandang hingga beberapa detik kemudian saling mengalihkan pandang satu sama lain. Saling? Ya dia juga ikut mengalihkan pandangannya dariku. Aku yg menunduk malu dan dia yang menoleh ragu.

'Kenapa dia juga mengalihkan pandangannya padaku? Apa dia juga merasa malu? Ah tidak aku terlalu percaya diri. Wahh apa ini? Aku berharap dia merasa malu? Mungkin aku sedang tidak sehat' pikirku

"kenapa aku jadi memikirkannya?" Tanyaku pada diri sendiri yang sedari tadi terus memikirkan dia yang baru saja berpapasan denganku.

Ternyata dia memang tampan. Ketampanannya justru lebih terlihat jika berada di jarak dekat. Sayangnya hanya berlintasan dan aku hanya mengamatnya sekilas. Aku jd kecewa.

'Kenapa aku? Apa aku mulai tertarik untuk mengenalnya? Ah tidak mungkin' pikiran bodohku muncul lagi. Kita baru beberapa kali saja bertemu dan memandang tanpa saling menyapa. Bagaimana mungkin aku mulai tertarik padanya? Karena dirinya yang tampan? Matanya yang indah? Oh benar. Itu memang sudah memikatku.

Tetapi bukan karena itu saja aku mulai tertarik ingin mengenalnya. Ada hal dalam dirinya yang menarikku. Entah apa itu. Tetapi aku merasakannya.

'Jangan berharap lebih. Sudahlah lupakanlah saja' lagi-lagi aku memikirkannya. Entahlah bagiku dia terlalu menarik untuk aku kenali. Terlalu sayang jika harus diabaikan.

"Huh. Akhirnyaaaa" ucapku merasa lega begitu sampai di depan gedung kuliahku seraya menetralkan detak jantung dan hembusan nafas yang sejak tadi sudah tidak beraturan.

Aku sekali lagi merasa lega begitu sampai di kelas. Sungguh keberuntungan bagiku karna kali ini dosen yang katanya killer itu tidak dapat memberikan kuliah dikarenakan ada hal yang harus dia urus. Sungguh bersyukur hati ini karna sejujurnya aku sudah lelah akibat berkejaran dengan waktu yang aku tahu sudah mengalahkanku lebih dulu.

Selain itu aku juga tidak akan mengerti apapun yang dijelaskan jika dalam keadaan begini.

"Lo kenapa sih fah? Kok senyum terus? Abis darimana? Ketemu siapa lo? Wah dapet kenalan lo yah?" Pertanyaan beruntun datang dari Dona yang menatapku penuh heran.

"Akutu seneng tau Don. Dosennya gak ada makanya aku senyum terus ini hehe. Padahal kan aku tadi udah pikir macem-macem tuh gimana akhirnya kalo aku telat. Tapi ternyata dosennya gak masuk yeyeyyyeee hehe" seruku dengan begitu riang yang membuat kerutan di dahi Dona dengan gelengan kepala mungkin menganggapku tidak waras.

"Gakwaras lo. Kirain tadi lo ketemu cogan makanya kesambet senyum gitu" aku tersenyum kembali mendengar ucapan Dona yang hampir benar. Aku memang senang dosennya tidak jadi mengajar dan sedikit tersenyum.

Tetapi yang membuat senyumku bertahan lama bukanlah Dosen yang tidak jadi mengajar melainkan karena pertemuanku dan dia yang bermata indah itu.

"Tuh kan senyum lagi. Lo boong nih kalo senyum karna Dosen gak masuk" lagi-lagi Dona bisa membaca ekspresiku. Menyebalkan.

"Diem deh Don. Aku mau tidur. Capek nih." Balasku padanya serata menelungkupkan kepala di atas kedua tanganku agar aku bisa tidur dengan posisi senyaman-nyamannya. Dan aku tersenyum lagi mendengar Dona yang menggerutu kesal sebab ulahku.

'Tidak buruk'  pikirku  sebelum mulai terlelap dan masuk ke alam bawah sadar.

Aku pikirkan, aku resapi dan aku rasakan. Hari ini secara tidak sengaja sudah memberikanku kebahagiaan meski secara sederhana.

Terima kasih wahai tuan bermata indah atas kebahagiaan yang sederhana ini - Alifah

Terima Kasih telah membaca
Jangan lupa voment ya:)
Sangat dibutuhkan kritik dan saran dari kalian hehe:)

Story Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang