Live With A Bad Boy | 1

197K 6.6K 45
                                    

Aresha sudah sampai setelah penerbangannya selama satu jam lima puluh lima menit, sekarang ia tengah duduk di dalam taksi bersama Dipo, boneka beruang besarnya. Sesekali Aresha menatap keluar, memperhatikan beberapa papan iklan dan kendaraan lain yang berlalu-lalang.

Cewek itu melepas topinya lalu menghela nafas malas menatap surat pengeluarannya dari sekolah. Dan yang paling membuat Aresha kesal adalah dimana salah satu poin alasan mengapa ia dikeluarkan dari sekolah adalah;

Melakukan tindak kekerasan dan pembulyan.

Sejak kapan Aresha melakukannya?.Ia tersenyum miring seraya mendengus kesal, orang-orang yang berkuasa seringkali membuat pernyataan sendiri, tanpa mengetahui faktanya.

Aresha menoleh ke sampingnya, Dipo duduk sangat nyaman. Jadi Aresha menyandarkan tubuhnya ke boneka empuk itu, memejamkan matanya sembari menunggu hingga taksi yang ditumpanginya ini berhenti di tempat tujuannya.

Entah Aresha bisa menyebut tempat tujuannya apa nanti, masalahnya bahkan Aresha sendiri tidak tahu akan tinggal bersama siapa di sana?. Aresha hanya berharap ia bisa tinggal dengan orang yang akan mengertinya dan mau menerimanya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar, sederet pesan dari Mamanya masuk.

Aresha sudah sampe?

Kamu tau di mana apartemennya kan?

Jangan ngerepotin di sana ya. Rajin-rajin belajar.

Aresha menangis dalam senyumannya yang ia sama sekali kapan munculnya di wajahnya. Mamanya selalu seperti ini, di satu waktu ia akan marah besar, dan di waktu yang lain ia akan bersikap perhatian seolah waktu dimana ia marah besar itu tidak ada.

Dan Aresha akan merindukan semua itu.Aresha mengetik balasan dengan cepat, agar Mamanya tidak semakin mengkhawatirkannya.

Sebentar lagi sampai ke apartemennya, Ma.

Iya Ma, doakan Aresha.

Saat Aresha tengah larut dalam lamunannya, tiba-tiba taksinya berhenti di sebuah gedung. Aresha yakin di sini apartemennya.

"Kita sudah sampai." ucap supir taksi itu.

"Terimakasih, Pak." Aresha memberikan beberapa uang sebagai ongkos taksinya.

Kemudian Aresha memasukan ponselnya ke dalam saku jaketnya, lalu memeluk Dipo. Membawanya keluar. Si supir taksi pun sepertinya tidak tega melihat Aresha yang kerepotan karena Dipo.

Pria itu ikut keluar dan membantu mengeluarkan kedua koper milik Aresha.

"Sekali lagi terima kasih banyak, Pak." ucap Aresha setelah Pria itu menutup bagasi mobil.

"Sama-sama." jawab Pria itu lalu kembali masuk ke taksi dan pergi.

Aresha menghela nafas, lalu dengan sedikit perjuangan berusaha menarik kopernya menuju apartemen nomor 243, seperti yang telah diberitahu Papanya.

"Nomor 243, nomor 243, nomor duaratus-- EH!, KOPER GUE!"

Siapapun cowok itu, sepertinya ia memang ingin segera mati. Beraninya ia merusak hari Aresha yang sampai saat ini masih berjalan baik. Cowok itu merebut kopernya, dan membawanya dengan santai.

"Eh!, siniin koper gue!" ucap Aresha berusaha menarik kopernya sambil memeluk Dipo.

"Urusin aja boneka lo!" kata cowok itu.

"Ah! elo mau bantuin gue?. Kalau mau bantu cecan kayak gue itu harusnya bilang dulu, jangan main rebut aja koper gue!" ucap Aresha lalu tersenyum angkuh.

Sementara cowok itu memutar bola matanya terlihat kesal, tapi tetap menarik kopernya.

"Jadi..di sini juga ada petugas yang ngantarin barang kayak di hotel juga ya?. Dan elo kerja di sini?, tapi kok ga pake seragam ya?" ucap Aresha yang entah pada siapa, ia hanya menatap jalan yang ada di hadapannya.

Lagi, si cowok ini hanya diam. Mereka maemasuki lift dan Aresha diam-diam mengeluarkan semprotan cabai dari tas kecilnya, jika sewaktu-waktu cowok ini macam-macam ia akan menyemprotkannya ke mata cowok ini.

"Oh iya, nanti kita ke apartemen nomor 243. Jangan sampe salah bawa!. Nanti gue jalan duluan sama Dipo, biar gue tunjukin apartemennya yang mana." jelas Aresha.

Entah cowok ini mengalami keram lidah atau bagaimana, tapi ia tak menjawab sedikitpun. Jadi begitu mereka keluar dari lift, Aresha jalan terlebih dahulu, melirik kesana kemari sembari memeluk Dipo.

Hingga matanya membulat saat melihat apartemen nomor 243.

"AH! ITU DIA!, Di situ apartemennya, ayo buruan!" ucap Aresha pada si cowok yang membawa kopernya.

Ia mengikuti Aresha hingga ke depan pintu apartemen, hingga tiba-tiba Aresha berhenti dan terlihat bingung. Ia menaruh bonekanya ke lantai lalu mengambil ponselnya, berusaha menelpon seseorang.

"Sebentar ya, gue telfon dulu orangnya-- eh." Aresha melotot tak percaya begitu cowok itu menekan pin dan pintu apartemen itu terbuka.

Ia mendongak menatap cowok yang lebih tinggi darinya itu, kemudian tersentak begitu terdengar suara ponsel yang berdering yang sepertinya dari saku cowok itu.

"Masuk." ucap cowok itu lalu menarik kopernya masuk.

Aresha bengong sebentar sebelum membawa Dipo ikut masuk ke dalam apartemen itu, begitu ia masuk, aroma cowok itu memasuki hidungnya bersamaan dengan pernafasannya.

"Jadi di sini, ada dua kamar, tapi kamar yang satunya belum diberesin. Isinya barang-barang gue, jadi sekarang cuma ada satu kamar yang bisa ditempati, lo bisa tidur di sana dan gue tidur di ruang tamu, untuk urusan lemari, gue udah sediain bagian sebelah kanan lemari buat lo, jadi--"

Aresha mengangkat tangannya, membuat cowok itu berhenti berbicara.

"Maksudnya?" tanya Aresha mulai bingung.

Hingga cowok itu menjawab dan membuat Aresha ingin menenggelamkan dirinya di dalam samudera terdalam.

"Oh, gue lupa. Nama gue Dehaan dan mulai dari sekarang, elo bakalan tinggal di sini, sama gue."

Diam-diam Aresha penasaran, apakah ada hal-hal buruk lain yang akan menimpanya selain ini?.

Live With A BadBoy✔️[sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang