Bab 3: Tawaran tak terduga

3.2K 182 3
                                    

Terkadang di dunia ini banyak tawaran tak terduga. Tawaran itu dapat menjadi positif bila kita berani mencobanya.

 

(ARIANNA)

Sudah hampir sejam kami seperti ini. Bercengkrama di atas awan. Dari awal tak terduga hingga berhasil memecah sunyi tentang berbagai pengalaman selama lebih dari tujuh belas tahun hidup kami. Bagaikan dua orang yang saling mengenal lama satu sama lain, kami tidak menggubris kata canggung. Tidak ada jarak. Kami seperti kawan lama yang terpisah waktu cukup panjang. Tidak berhenti dan terus menerus beruntun. Semua yang tertera di mulut seakan tak memiliki jeda. Bersambung dan erat.

“Lo suka lari?”

Lagi-lagi Abi menyuarakan antusiasmenya padaku. Seakan aku ini hidup dengan penuh kejutan. Apapun yang aku ceritakan terkesan sebuah kosakata baru yang belum didengarnya. Dia selalu terlihat kaget dengan mata elang yang melebar dan mulut yang hampir terbuka separuh. Terkadang, aku menanggapinya dengan tawa kecil. Ekspresinya benar-benar lucu ketika memecah sunyi setelah aku menceritakan atau memberi tahu dirinya mengenai sesuatu tentang diriku.

“Iya. Kenapa emangnya?”

“Nggak apa-apa sih. Tapi, hobi lo yang satu itu unik.”

Memang. Jarang ada orang yang menjadikan lari sebagai hobi. Mereka lebih menggunakan kata itu untuk sekedar aktivitas yang berkenaan dengan olahraga. Tapi, buatku lari itu adalah kesukaan. Aku senang melakukannya. Bukan hanya untuk sekedar aktivitas, tapi di saat senggang aku pasti akan berlari. Tidak peduli posisi cuaca yang seperti apa. Dengan berlari, perasaan apapun yang aku rasakan bisa keluar begitu saja. Seperti berpadu dengan cucuran butir keringat yang membasahi kulitku.

“Kalau lo?”

“Hmm… apa ya.” gumam Abi sambil menerawangkan matanya ke satu titik tak berobjek. Terlihat sekali dia sedang memikirkan sesuatu atau bahkan memutuskan sesuatu. Lalu, tak lama dia kembali menoleh padaku. Binar matanya sudah tertuju pada satu titik. Diriku. “Banyak sih! Tapi ada satu yang paling sering gue lakukan.” Abi mulai menggantung kalimatnya. Berupaya misterius agar aku penasaran. Walau kenyataannya aku terjebak dan mulai bertanya apa. Itu terlihat dari kening berkerutku. Melihat hal itu, membuat Abi tersenyum. Dia mencapai keinginannya. “Melukis.” ungkapnya singkat.

Untuk beberapa saat aku sempat terpesona. Satu kata itu seperti sebuah pidato penting. Cukup membuatku menganga sesaat mendengar jawabannya. Jujur, itu mirip menceritakan harapan. Bukan sekedar kesukaan. Bukan sekedar apa yang sering kamu lakukan ketika senggang. Bukan juga sekedar kegiatan yang dilakukan secara acak karena hatimu bahagia ketika tenggelam di dalamnya. Ini lebih dari itu. Lebih erat dan lebih seperti cita-cita. Itu seperti passion.

“Kenapa?” tanya Abi tiba-tiba memecah lamunanku.

Aku memandanginya. Bukan jenis pandangan terpesona. Lebih pada pandangan meneliti. “Berharap jadi pelukis?” tanyaku penasaran.

Abi tersenyum sekilas dan kemudian menggeleng lemah. “Hanya bahagia ketika melukis, tidak berharap jadi seorang pelukis. Mungkin sama halnya dengan lo yang suka lari. Hanya suka berlari tanpa berkeinginan menjadi seorang atlit lari. Meskipun kadar suka gue tentang melukis lebih besar daripada kadar suka lo saat berlari. Istilahnya gue sudah masuk tahap jatuh cinta sedangkan lo baru tahap mengagumi.” jelasnya panjang lebar. Tanpa jeda dan penuh makna. Terlihat sekali kalau Abi tipe orang yang punya pikiran luas dengan tanggapan yang luar biasa cerdas. Dia dewasa di tahap remajanya.

“Gue paham.”

Dia tersenyum yang diikuti oleh anggukan. Sesaat kami diam sebentar. Sebelum akhirnya kami kembali bertukar jawaban. Tentang film yang disukai. Tentang musik apa saja yang didengar. Tentang buku apa yang kami baca. Tentang sangkut paut segala hal yang kami sukai dengan hidup yang telah kami jalani. Belum ada pertanyaan pribadi. Kami hanya mengobrol dengan batasan. Seperti obrolan wajar yang dilakukan dua orang yang baru berkenalan. Namun, tahap ini tidak selamanya berjalan. Seperti waktu, ada batas untuk pada akhirnya manusia berubah. Pembicaraan pun begitu. Pilihannya hanya ada dua. Melewati batasan atau menyudahi obrolan di garis batas.

7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang