Bab 13: 7 Days with Salsabila Arianna Azhar

1.9K 146 1
                                    

“Salsabila Arianna Azhar adalah sebuah representative dari kisah tujuh hari tanpa cela yang menghanyutkan momen hitungan tahun yang pernah tercipta sebelumnya bersama orang lain dengan sangat mudah.

 

Sinar sang raja siang memasukki celah-celah jendela kamar gue. Seperti biasa, bantal-bantal yang sebelumnya tersusun rapi, kini berceceran di mana-mana. Selimut yang tak bermanfaat menyelimuti gue terlihat teronggok di ujung tempat tidur. Selimut itu tampak melihat gue dengan angkuhnya seakan dia tidak sudi menaungi tubuh kekar gue yang keren ini. Susah payah gue mengerjapkan mata dan melihat jalinan jarum jam yang menunjukkan angka setengah sebelas. Terlalu siang untuk bangun. Sangat wajar, bila mengingat mata gue yang tidak sanggup terpejam hanya karena memikirkan ciuman gue bersama Aria semalam. Sangat indah dan manis sebagai sebuah ciuman pertama.

“Hei, bukannya bangun. Malah senyum-senyum sendiri.”

Itu suara adik gue paling rese di dunia. Siapa lagi kalau bukan Abrina. Memang kebiasaan itu bocah, tidak pernah mengetuk pintu ketika masuk ke kamar gue. Katanya tidak perlu sopan santun pada orang yang tidak tahu sopan santun. Sial! Dia memang usil, tidak pernah hormat atau menghargai gue sebagai kakaknya. Meski begitu, gue tahu dia sayang sama gue seperti gue menyayangi bocah satu itu.

“ABRINA… KALAU MASUK KETUK PINTU KALI!!!” teriak gue kesal.

Abrina cuek. Dia tidak peduli dengan teriakkan gue dan justru dengan angkuh melenggang masuk ke dalam kamar gue. Seenaknya, dia duduk di ujung tempat tidur gue sambil menaikkan kedua kakinya dan kemudian melipatnya rapi. Bola mata hitam nan tajamnya tampak menghujam gue. Ini adalah mode ketika dia kesal.

“Kenapa?” tanya gue bingung.

Abrina tidak menjawab. Dia hanya mengulurkan tangannya dan memberi gue sebuah amplop berwarna biru muda pudar. Sesaat perasaan gue jadi tidak enak. Banyak spekulasi merebak di otak gue, untuk apa Abrina memberikan amplop itu pada gue. Apa isi amplop itu juga adalah pertanyaan penting dari tujuan Abrina yang sebenarnya. Dia tidak mungkin asal memberikan sesuatu. Ada alasan dibaliknya dan tiba-tiba pikiran gue tertuju pada satu orang: Arianna.

“Kemana Aria?”

Abrina menghembuskan napasnya pelan. Gue tahu jawabannya. Meskipun tidak berbicara secara lansung, gue paham bahwa Abrina sedang menjawab pertanyaan gue. Pertanyaan yang dijawab dengan sangat menyakitkan. Pertanyaan yang membuat gue mau tidak mau melompat dari tempat tidur gue dan berlari ke luar kamar untuk hanya menuju pada satu tempat. Kamar tamu yang gue yakini kosong. Seharusnya gue tidak perlu melakukan ini. Gue seharusnya tidak perlu meyakinkan diri gue sendiri dengan melihat bahwa Arianna memang benar-benar sudah pergi dari sisi gue. Waktu tujuh hari sudah habis.

***

Teruntuk pacar seminggu gue,

Abinaya Nandana Basupati.

 

Ketika lo menerima amplop ini berarti gue sudah pergi. Ketika lo membaca baris kata dalam surat absurd gue, berarti gue sedang duduk di suatu tempat yang tidak lo tahu sambil mengingat lo yang pastinya sangat gue rindukan. Seperti saat ini. Saat ketika gue menulis rangkaian kata perpisahan ini untuk lo, gue sudah merindukan lo. Gue sudah merindukan wajah konyol dan tawa bahagia lo. Gue sudah merindukan senyum semanis madu milik lo. Gue pun sudah rindu wajah tampan lo itu.

Untuk itu, demi janji yang telah gue emban, gue tidak ingin mengucapkan kata-kata perpisahan menyakitkan pada lo. Gue tidak ingin melepaskan. Karena gue tahu, gue tidak akan sanggup menghadapinya. Rasanya menulis barisan kalimat di atas kertas saja begitu sulit, apalagi gue harus melihat wajah menderita lo itu. Gue yakin saat itu juga gue akan memohon lo untuk menghapus kesepakatan kita.

Beruntungnya gue gerak cepat. Beruntungnya lagi, lo itu jelmaan seekor kerbau yang tampaknya sangat sulit dibangunkan ketika matahari terbit. Jadi, ketika lo masih berkubang dalam mimpi indah lo, gue pergi diam-diam. Lalu menitipkan surat ini untuk memberi tahu lo bahwa gue tidak baik-baik saja meninggalkan lo. Gue sedih dan gue akan melanggar sumpah kita kalau saja gue mampu melakukannya. Sayangnya, gue tidak mampu, karena gue sudah bertekad tidak akan menjadi sosok yang munafik. Gue akan melepas lo. Gue akan membiarkan lo mencari jawabannya.

Saat ini yang dapat gue lakukan hanya berterima kasih untuk tujuh hari indah yang telah lo berikan pada gue. Itu adalah kenangan. Itu adalah cerita yang akan gue ingat seumur hidup gue. Gue bersyukur bisa duduk di samping lo di atas pesawat itu. Gue beruntung karena lo masih punya hati untuk mempedulikan kesendirian gue di saat liburan yang sudah seharusnya berakhir menyenangkan. Gue benar-benar merasa terhibur karena bisa mengenal lo yang baik, kekakanakkan, istimewa dan juga posesif. Gue bahagia karena bisa jatuh cinta pada lo, Abinaya Nandana Basupati. Gue harap rasa itu bukan cuma numpang lewat. Gue harap rasa itu nyata. Gue harap lo kembali melangkahi garis batas yang kita sepakati. Gue harap, gue bisa menunggu lo.

Untuk tujuh hari yang tidak terlupakan, sampai jumpa.

 

Pacar seminggu lo,

Arianna

Gue menutup surat yang dilayangkan dari Aria pada gue. Surat perpisahan yang tidak menunjukkan kata-kata perpisahan. Ini lebih cenderung sebagai surat harapan. Dia cerdas dalam mengimplementasikan keinginannya dalam sebuah kata perpisahan. Tapi, sayangnya gue lebih cerdas dalam mengungkapkan makna tersembunyi dari balik kata perpisahan yang dibuat Aria. Tujuh hari memang waktu yang sebentar. Namun, itu tak harus menjadikan gue tidak mengetahui apa-apa soal Aria. Gue sudah cukup belajar dan Aria sudah cukup memberi tahu. Tujuh hari bersama seorang Salsabila Arianna Azhar membuat gue menarik sebuah kesimpulan: Salsabila Arianna Azhar adalah sebuah representative dari kisah tujuh hari tanpa cela yang menghanyutkan momen hitungan tahun yang pernah tercipta sebelumnya bersama orang lain dengan sangat mudah.

Untuk itu gue tidak akan menyerah. Gue akan membawa harapan Aria. Setelah semua perasaan ketidak percayaan itu musnah, gue akan bersama kehidupan lama gue. Sebelum semua perasaan selesai, gue tidak akan pergi kemana-mana. Gue memang akan ingkar, namun itu setelah gue menyelesaikan janji gue pada Aria. Persis seperti apa yang diharapkannya. Persis seperti apa yang ditulisnya di surat ini. Persis seperti cara yang Aria ajarkan pada gue. Persis seperti sifat Arianna, pacar seminggu yang dengan mudahnya membuat gue melayang dan menikmati yang namanya jatuh cinta itu seperti apa. Persis seperti masa depan yang coba gue rajut untuk membuktikan bahwa masa lalu adalah bongkahan memori yang tidak harus dibuang, namun sebagai koleksi dari sebuah pengalaman yang menjadikan kita lebih baik. Lebih berarti dan percaya bahwa ada hadiah lain ketika kita merasa gagal juga patah hati. Untuk kasus gue, hadiah itu adalah Aria.

7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang