Prolog

82 6 2
                                    

Ribuan ilalang menari mengikuti hembusan pelan dari angin. Udara segar merasuk memasuki tubuh dua anak kecil yang duduk di bawah pohon. Jantungnya berdetak normal merasakan kedamaian dari alunan alam

Mereka tertawa, bermain, dan berlari. Kicauan burung bernyanyi nyaring menggelabu dalam telinga.

Gadis kecil itu duduk diantara ilalang yang tumbuh tinggi. Tergelatak lesu dengan nafas yang tidak teratur

"Langit, berhenti. Aku capek" Ucapnya lemas

Langit berbaring disamping gadis itu. Mereka menikmati angkasa yang luas dan amat biru. Dihiasi kelembutan awan yang menggumpal putih bersih

Keheningan menemani mereka. Hanya terdengar suara angin yang berlalu memainkan rambut mereka

"Langit"

"Iya"

"Langit, harus janji ya kalok udah besar Langit harus jadi suamiku" pinta gadis kecil berumur 7 tahun menggerakkan kepalanya menatap laki-laki kecil yang tampan tepat disampingnya

Langit tak menjawab apapun. Matanya tertutup menikmati hembusan lembut dari angin menyentuh kulitnya dan penuh ketenangan. Bibirnya terulas membentuk sudut bulan sabit

"Gak janji"

Seketika raut wajah Senja berubah kaku dan kesal. Tangannya melipat didepan dada. Bibirnya mengucrut membuat siapapun gemas melihatnya. Mata Langit mendapat pandangan itu menarik napasnya dalam dan membeku beberapa saat

"Aku usahain, Sen" jawabnya

Mendengar itu, lantas Senja langsung terduduk dengan semburat senyum lebar di wajahnya. Langit mengikutinya terduduk diantara ilalang-ilalang yang mengganggu matanya menikmati kecantikan Senja

"Langit beneran?" tanya Senja memastikan

"Kan Senja sendiri yang minta"

Senja tertawa. Ia tidak peduli mau itu paksaan atau ikhlas. Ia hanya tak sabar lekas tumbuh besar dan menikah dengan Langit

***

"Senja tidak akan ada tanpa adanya langit"
-Senjanna Semangsa

"Dan langit tidak akan indah jika tidak hadir bersama senja"
-Kalangit Daydan

Kamu yang Abadi dalam SajakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang