M a a f i n D i o, d o n g

60 6 0
                                    

Aku ingin melepaskannya demi dirimu. Tapi aku tak mungkin melepaskan seseorang yang sudah dengan sabar menerima diriku yang seperti ini tanpa alasan yang jelas. Di saat seperti inilah aku sadar, dilema ku ternyata sangat lah besar.

"Dio! Lo tuh, ya. Makanya apa-apa disiapin dari awal biar nggak kejadian kayak gini lagi. Sekarang gimana dong? Kita udah fix telat, nih!" seru Anala geram dengan sikap Dio. Pemuda yang diomeli sendiri pun sudah merasa kupingnya panas karena sepagi ini sudah mendapat omelan dari gadis di sampingnya.

"Yaudah sih, La. Jalanin aja. Mau diapain lagi? Yang penting kan tetap masuk. Daripada bolos, kan?" balas Dio tenang.

"Jalanin aja pala lo! Lagian kok bisa-bisanya, sih ban mobil lo bocor pas kita mau berangkat sekolah? Nggak bisa apa bocornya entaran aja. Pulang sekolah kek gitu." Anala kembali bersungut membuat Dio menarik napas, pasrah akan omelan gadis itu.

"Ya mana gue tau, La. Emangnya bisa ngatur mau bannya bocor kapan? Kalau bisa mah gue bakal atur supaya ini ban kaga pernah bocor sampe kapan pun," Dio berdecak kesal kemudian melanjutkan, "Udah sih, La. Nggak usah ngomel mulu. Lama-lama mirip nyokap gue lo kalo ngedumel gitu. Berisik."

Spontan, bola mata coklat Anala melotot mendengar lontaran Dio. "Heh, apa lo bilang? Gue aduin ke Tante Ratna lo biar tau rasa," ancam Anala. Dio hanya menampilkan cengiran kuda sebagai balasan.

Ya. Sepasang remaja SMA itu kini tengah terjebak dalam situasi yang tentunya tak pernah mereka harapkan. Atau mungkin hanya Anala yang tak mengharapkan hal itu terjadi, sebab Dio yang masih terlihat santai-santai saja menghadapi situasi ini.

Keduanya terpaksa datang terlambat ke sekolah dikarenakan ban mobil Dio yang tiba-tiba bocor di tengah perjalanan menuju sekolah dan membuat keduanya harus mampir terlebih dahulu di sebuah bengkel yang letaknya tak jauh dari posisi mereka, kemudian menunggu ban tersebut ditambal.

Saat ini, arloji hitam yang melingkar pada pergelangan tangan milik Dio telah menunjukkan waktu pukul setengah delapan, yang artinya mereka sudah telat satu jam dari jam masuk sekolah.

Setibanya di depan gerbang sekolah, mereka melihat keadaan sekolah sudah cukup sepi karena kegiatan belajar mengajar sudah dimulai jauh sebelum keduanya tiba. Dio menarik napas berat sebelum membunyikan klakson mobil agar Pak Supri, satpam sekolah mereka membukakan gerbang.

Pak Supri yang awalnya tengah asik menonton TV di dalam pos sembari memakan kacang kulit, segera bangkit dan membukakan gerbang. Pria paruh baya itu kemudian menyapa kedua remaja itu sejenak saat Dio menurunkan kaca mobilnya untuk mengucapkan terima kasih. "Eh Mas Dio, Mbak Anala. Tumben terlambat?"

"Iya, Pak. Tadi ban saya bocor." Dio menjawab setelah melihat wajah Anala yang tampak memberenggut. Pak Supri mengangguk memaklumi alasan pemuda itu. Juga alasan mengapa wajah Anala tak bersahabat dan tak seceria biasnya.

Pak Supri pun mempersilakan keduanya masuk untuk memarkirkan kendaraan mereka. Setelah memastikan bahwa posisi parkir mobil yang Dio kendarai sudah benar, keduanya pun turun dari mobil berwarna potih itu dan dengan tau diri melapor ke meja piket atas keterlambatan mereka.

Sesampainya di meja piket, Bu Dira yang merupakan guru BK sekaligus guru piket pada hari itu melayangkan tatapan galak kepada kedua remaja itu. "Kenapa kalian bisa terlambat sampai satu jam seperti ini?" tanyanya bernada tegas.

Keduanya diam sejenak. Anala sendiri masih enggan bersuara. Dio pun memilih kembali mengalah dengan menjawab peryanyaan itu. "Ban mobil saya bocor, Bu di tengah perjalanan ke sini."

Bu Dira menghembus napas kasar. Lelah dengan alasan yang Dio utarakan karena sudah sering alasan seperti ini diutarakan oleh siswa lain yang terlambat. Wanita itu sendiri bahkan sudah bingung mana siswa yang mengutarakan alasannya dengan jujur, mana yang berbohong.

Best F(r)i(e)nd (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang