R u m a h (?)

25 6 0
                                    

Bagaimana kalian bisa ku sebut sebagai rumah, sedang saat bersama kalian, aku tak merasakan kedamaian sebuah rumah?
-Anala Ganesha Rania-

"Bawa gue pergi dari sini, Di. Gue mohon," lirih gadis itu di tengah kegaduhan yang terjadi di dalam rumahnya. Membuat Dio hanya bisa bungkam dan menuruti kemauan gadis itu.

Dio merengkuh Anala sembari berjalan ke arah mobil yang ia parkirkan di depan gerbang rumah Anala dan kemudian melajukan mobil tersebut setelah keduanya berada di dalam mobil. Melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang, meninggalkan rumah bergaya minimalis yang menyimpan sejuta luka bagi Anala.

****

Bugh ... Bugh ... Bugh ...

Suara samsak yang dipukul keras terus menggema dari lantai dua kediaman Dio sejak sejam yang lalu. Anala terus memukul samsak berwarna merah hitam yang menggantung di ruang latihan fisik milik Dio tanpa peduli dengan bajunya yang sudah basah kuyup akibat keringat yang terus mengalir dari tubuhnya.

Yang dibutuhkan gadis berkuncir kuda itu saat ini hanyalah melampiaskan seluruh emosinya dengan berolahraga seperti yang biasa ia lakukan. Meski terlihat seperti gadis pada umumnya, Anala memang menyimpan sisi lain pribadinya yang sangat senang melampiaskan emosi dengan berolahraga sebagai pengalihan.

Suara deru napasnya yang perlahan mulai berbaur dengan isakkan tangisnya pun mulai memenuhi ruangan itu. Gadis itu terisak semakin kencang setiap kali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu di kediamannya sendiri. Seberapa kuat pun gadis itu mencoba untuk tidak menangis, pada hakikatnya Anala tetap lah gadis yang memiliki perasaan yang lemah jika sudah menyangkut perihal keluarga.

Pasokkan udara di sekelilingnya seakan semakin menipis. Seiring dengan napasnya yang semakin terasa sesak, gadis itu perlahan terhuyung dan jatuh di ubin coklat rumah Dio bersamaan dengan pandangannya yang mulai menggelap.

Ratna yang saat itu berdiri di depan ruang latihan untuk mengantarkan minuman untuk Anala, membulatkan matanya ketika melihat Anala yang sudah tersungkur tak berdaya di ubin rumahnya. Wanita itu pun tak tahan untuk tidak berteriak histeris memanggil Dio.

"Dio! Cepet ke sini, Di!" Dio yang sebelumnya sedang berganti baju di kamarnya yang terletak tak jauh dari ruang latihan, segera berlari setelah mendengar jeritan histeris sang Mama.

"Kenapa, Ma?"

"Anala, Di ...!" seru Ratna dengan suara cemas yang tak dapat disembunyikan. Wanita itu bahkan merasa kesulitan untuk melanjutkan kalimatnya akibat rasa panik yang mendera dirinya.

Reaksi Dio tak jauh berbeda dengan Ratna saat pertama kali mendapati sahabatnya sudah terkulai lemas dan kini telah berada dalam dekapan ibunya. Dengan sigap, pemuda berpostur tegap itu mengangkat Anala, kemudian membawanya ke kamar tamu yang terletak tak jauh dari ruang latihan.

Dio merebahkan tubuh Anala kemudian mengusap keringat dingin yang membasahi kening gadis tersebut. Dio menoleh menatap Ratna yang sejak tadi hanya mampu mengikuti kemana putranya membawa Anala. "Ma, tolong ambilin kompres air hangat, dong. Anala demam."

"I-iya, bentar, ya. Mama ambilin dulu di bawah. Kamu jagain Anala, ya." Dio mengangguk sebagai balasan. Ratna segera bergegas menuruni anak tangga dan menuju dapur untuk mengambil air hangat beserta handuk kecil untuk dikompreskan kepada tubuh Anala.

Sedangkan Dio, masih terus memandangi wajah pucat Anala yang sesekali menggumamkan sesuatu entah apa. "Lo kenapa bisa sampai gini sih, La?" lirih Dio yang tentu saja takkan mendapatkan jawaban dari Anala.

Tak lama, Ratna membawa wadah berisi air hangat serta handuk kecil yang Dio minta. Dio meraih wadah tersebut dan memeras handuk yang sudah dicelupkan ke dalam wadah, kemudian mengompres seluruh lipatan tubuh Anala satu per satu dengan sabar.

Best F(r)i(e)nd (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang