BAB 3 : Perantara Tuhan.

27 10 1
                                    

Dinding ini terlalu lemah untuk diruntuhkan dengan ucapanmu.

***

Setelah kejadian malam tadi yang membuat jantung Hira ingin meloncat dari tempatnya, Hira memilih untuk membaca buku untuk Merefreshkan otaknya.

Setelah cukup duapuluh menit berlalu, Hira menutup bukunya dan memutuskan untuk pergi mandi. Namun langkahnya terhenti kala ia melihat dua koper besar berada di depan ranjang tidurnya.

Siapa yang menaruhnya disini? Batinnya.

Namun karena penasaran, ia pun membuka satu koper terlebih dahulu. Awalnya mengintip, namun dirasa kurang untuk memuaskan rasa penasarannya.

"Wah!" Takjubnya. Bagaimana tidak? Koper ini berisi baju-baju yang terlihat sangat mewah.

Hira baru ingat jika ia tidak membawa satupun pakaian ganti. Apalagi dalaman.

"Apa Alfred yang memberikan semuanya?" Tangannya masih memilah-milih baju yang akan ia kenakan selepas mandi nanti.

Hira berencana akan pergi ke kamar Alfred untuk mengucapkan terima kasih pada lelaki itu.

***

Tadinya ia memang benar ingin pergi ke kamar Alfred, namun setelah sampai di depan pintu, seketika tangan Hira kaku untuk sekadar mengetuk pintu. Akhirnya Hira memilih untuk mengucapkannya nanti. Ia memutuskan untuk pergi ke halaman belakang tempat kolam ikan dan kolam renang yang saling berhadapan.

"Selamat pagi!" Ucapnya pada para maid yang bekerja keras di dapur besar. "Pagi nona." Jawab para maid.

Hira menghirup aroma segar yang ada disana. Pepohonan hijau jelas terlihat indah dipandang mata. Hira segera menyusuri jalan berbatu dan duduk di bangku taman yang disediakan ditepi kolam ikan itu.

Diposisi itu Hira dapat melihat dengan jelas bangunan yang ia tempati kini. Tempat tinggal Alfred. Mirip sepesti kastil yang ada di kartun disney. Namun hanya berbeda tampilannya saja. Tidak terlalu mirip istana. Hira juga bingung menyebutnya bagaimana.

"Takjub dengan rumahku?" Alfred tiba-tiba sudah duduk di samping Hira.

"kau mengagetkanku!" Hira mendengus. "Kau seperti pesulap yang tiba-tiba bisa datang secepat ini. Bahkan aku tidak mendengar tapak kakimu." Ujarnya.

Alfred berdeham untuk menghilangkan seraknya. Terlihat dia baru saja bangun tidur, "Kau terlalu sibuk memandangi rumahku."

Hira mengangguk semangat. "Unik." katanya. "seperti istana"

Alfred mengangguk. "Memang. Tapi aku dan yang yang lain lebih menyebutnya mansion." Alfred terdiam sebentar. "Ibuku yang mendesain. Katanya ia pengen tinggal di istana seperti putri kerajaan. Dan akhirnya ayah membuat sebuah mansion kecil yang mirip dengan istana."

Hira mengangguk paham, "Ibumu seorang desain interior?"

"bukan"
"Lalu?"
"Ibuku hanya seorang buruh cuci." Alfred tersenyum pahit.

Hira jadi sedikit merasa bersalah. "Maaf aku menyinggungmu."

Alfred menggeleng, "nggak apa-apa." Jawabnya sambil tersenyum.

Setelah itu hening.

"kau punya kebun?" Hira mencoba mencairkan suasana. Sekaligus Hira ingin berjalan-jalan disini. Hira merasa suntuk berada dalam rumah itu terus.

"Ada." Alfred bangun dari duduknya. "Ayo, ikut" Ajak Alfred sambil menuntun tangan Hira.

Ternyata tanah milik Alfred memang seluas ini. Hira tidak menyangka akan tinggal disebuah tempat yang punya tanah seluas ini. Seperti menemukan kenyamanan baru di hidupnya lagi. Hira tersenyum saat melewati pohon pinus di sepanjang jalan.

Hutan yang mereka lewati cukup menyejukkan untuk dipandang. Di tepinya terdapat beberapa pohon pinus yang menjulang tinggi. Dan disana sangat bersih serta terawat. Hira jadi betah kalau seperti ini.


"Kita sampai." Mata Hira lalu beralih pada tumpukan rerumputan hijau dengan bunga-bunga yang bermekaran. Hira lupa, musim semi telah datang.

"Indah sekali." Gumamnya takjub.

"Aku jadi seperti pemandu wisata yang akan memandumu berkeliling disini." Ujarnya sambil mendengus.

Hira terkekeh, "kalau kau lelah, Aku bisa berkeliling sendiri."

"Tidak. Kau harus tetap bersamaku." lagi-lagi seperti itu. Untung saja Hira sudah menata dinding penghalang dihatinya.

Hira baru ingin memulai langkahnya untuk berkeliling. Lalu ia berbalik menghadap Alfred. "Kau yang menaruh dua koper besar di kamarku?"

"Ya." Balasnya santai sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Lalu berjalan mendahului Hira. "Kau kan tidak bawa pakaian apa pun kesini. Dan kau tidak mungkin memakai bajuku."

Hira sedikit berlari untuk menyamai langkah Alfred yang sangat panjang. "Terima kasih."

"Hmm." Alfred menarik nafas lalu mengeluarkannya. "Jangan terlalu banyak berterimakasih padaku. Aku hanya jadi perantara yang dipilih Tuhan untuk membantumu." Ujarnya.

Hira tersentuh. "Kau bisa bijak juga ternyata." Hira tersenyum tulus.

Ya, memang sebenarnya ini adalah takdir yang Tuhan berikan untuknya. Namun Hira tak mengira bahwa orang yang dijadikan perantara untuk membuatnya bahagia adalah, Alfred.

Meski sebenarnya hanya sementara.

***

Jangan lupa klik bintangnya! :)

See u next!
Iisbinar.


Memories at the end of duskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang