Daniel mengetuk-ngetuk sepatunya di lantai. Matanya melirik tajam ke arah berkas-berkas yang aja dimeja. "Sialan!" Desisnya.
"Aku tau, mereka tidak akan melepaskanku dengan begitu mudahnya," Alfred menganggukkan kepalanya. "Kurasa setiap detik perjalananku terekam olehnya." Ia terkekeh.
"Aku butuh solusi, bukan rasa menyerahmu, Alfred. Ini tidak akan selesai kalau kau terus merasa kalah." Ucap Daniel berat.
Kemarin, saat Alfred tengah berpikir untuk memberi tahu Hira tentang rencana untuk pergi, namun dikagetkan dengan Daniel yang tiba-tiba masuk dengan wajah penuh amarah. Kabar buruk tentang, Geraldton mengetahui rencana kepergiannya.
"Lalu, bagaimana dengan gadis itu?" Suara Alfred terdengar pasrah. Entahlah, rasa kemenangannya seperti sudah lama hilang.
"Kita harus menyembunyikannya."
"Apa?!"
"Tidak ada cara lain alfred,"
Pria itu menyilangkan tangannya didepan dada. "Kurasa ada, hanya saja–kita belum menemukannya."
"Sumber masalah ada di gadis itu, coba saja kau tidak mengajaknya kemari." Daniel bergumam.
Alfred menggeleng, "Bukan, sumber masalah terbesar bukan gadis itu. Melainkan—" Ucapannya terpotong kala salah satu bodyguard datang ke ruangannya.
"Maaf mengganggu, tuan. Nona Hira mencari tuan Alfred."
"Suruh dia untuk menunggu sebentar. Aku akan kesana."
Bodyguard itu mengangguk sopan, membungkuk, lalu pergi.
"Bicaralah dengan sepuasnya pada gadis itu."
***
Pintu kamarnya terketuk. Hira sontan membenarkan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. "Sebentar!" Ucapnya didepan cermin pada pintu yang tertutup.
Setelah selesai ia berjalan membuka pintu, Wajah Alfred terlihat. "Apa yang kau inginkan, hm?" Suara Alfred selembut kain sutra.
"Aku hanya—ingin berjalan-jalan lagi? Kurasa disini terlalu membosankan"
Mereka duduk disofa yang tersedia. "Nggak. Kurasa jalan-jalan kemarin sudah cukup. Tepat saat aku ingin memberitahumu sesuatu," Gerakan Alfred sungguh sangat serius.
"Hira, kita tidak jadi pergi untuk liburan."
Hira melotot sebentar, lalu tatapannya melembut seperti anak kecil. "Kenapa?"
"Disekeliling Mansion ada beberapa orang yang mengintai. Jadi jika kita pergi nanti, kurasa tempat ini akan rubuh dalam sekejap"
Seperti sebuah kamera yang terpasang dimana mana. Itu pasti akan membuat ketidaknyamanan. "Kau punya musuh?" Tanya Hira.
"Ya." Alfred menelan ludah. Agak gugup untuk berbicara. "Kuharap kau nggak akan keluar sebelum aku izinkan." Alfred berdiri, ingin pergi, namun ditahan.
Lengan Alfred menjadi sedikit hangat dengan sentuhan si gadisnya. Ia memejamkan mata.
"Apa ada kaitannya denganku?" Gerakan Hira melembut.
Alfred tidak bisa seperti ini terus. Dengan perlahan, ia melepaskan genggaman Hira dari lengannya. "Tidak" Ucapnya tanpa menoleh.
Ada rasa sesak yang datang saat Alfred menurunkan tangan mungil Hira dari lengannya. "Tapi, para maid disini seperti tidak suka kepadaku." Hira baru saja memberikan alasan tidak masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories at the end of dusk
Storie d'amoreSenja adalah ilusi Aku dan kamu adalah bayangannya Kita pernah dipertemukan untuk dipersatukan. Namun tidak untuk selamanya. Kita yang terjebak pada jaring-jaring pembunuh rasa. Kita yang seharusnya lari dari dunia. Malah saling memeluk rapuh senj...