Ichiraku Ramen

924 134 47
                                    

Disclaimer : Masashi Kishimoto

SasuHina Short Story. Enjoy yaaaa!
.
.
.

"Ji-chaaaan, aku pesan ramen jumbo dengan tambahan daging!"

Suara nyaring langsung memekakkan telinga tuaku saat bocah itu masuk ke kedai ramen dengan baju oranye kebangsaannya.

Siapa lagi yang memiliki suara nyaring seperti itu di Konoha? Dan juga, siapa lagi yang memesan ramen jumbo sepagi ini di saat kedai baru dibuka satu menit yang lalu? Jelas hanya Naruto yang melakukannya.

"Oi, oi, semangat sekali, Naruto-chan!" Kepala Ayame menyembul dari pintu dapur menyambut shinobi favoritnya.
"Hal bagus apa yang terjadi sepagi ini?"

"Hari ini, aku harus bersemangat karena Sasuke-teme keluar dari penjara bawah tanah hari ini, nee-chan ..." Naruto mengepalkan tangannya di udara. "Oi, Ji-chan, mana pesananku?" Naruto mengetuk meja tak sabaran. Kursi yang didudukinya berderit keras karena bokong dan kakinya tak bisa diam. Dasar hiperaktif, padahal aku baru saja memperbaiki kursi itu.

"Aku harus makan banyak agar bisa menendang bokong kurus Sasuke-teme. Cepat, Ji-chan!"

"Ya, ya." Sambil menggerutu, aku menyiapkan pesanan bocah yang merupakan langganan VVIP-ku sejak ia masih balita.

"Uchiha-bozu keluar dari penjara, kau bilang?" aku menyodorkan semangkuk ramen panas dengan tambahan irisan daging ke mejanya.

"Un, Shashuke thidhak jhadhi dihukhum mhathi," jawab Naruto dengan mulut penuh.

Sasuke tidak jadi dihukum mati. Kira-kira seperti itu maksudnya.

Ya, hanya aku yang bisa menerjemahkan maksud bocah kuning di depanku ini. Tak usah heran, dia 'kan pelanggan VVIP kedaiku, ingat?

"Oi, kau mengotori mejaku!" aku bersungut saat melihat titik-titik kuah ramen yang tercipta di meja. "Dan jangan berbicara dengan mulut penuh, itu tidak sopan bagi seorang calon Hokage yang terhormat."

Naruto menyeruput ramen dengan berisik tak memedulikan ocehan pak tua ini. Sungguh, jika saja ia bukan Naruto, sang pelanggan kesayanganku, aku pasti akan menendangnya keluar dari kedai.

"Ah, enak sekali! Kau terhebat, Ji-chan!" seru Naruto riang gembira.

Nah, satu hal lagi yang membuatku luluh, pujiannya itu. Berkat Naruto, kedai ini semakin ramai dan keuntunganku semakin banyak. Lihatlah, aku sudah membeli tanah ini dari induk semang, ditambah renovasi sana-sini, yah, kedai ini pasti akan bergaya, meskipun tak semewah restoran milik Akimichi.

"Kau tahu, Ji-chan?" Naruto bersuara lagi. Aku tak pernah menyadari Naruto memiliki suara seberat itu. Ah, waktu memang cepat berlalu. Anakku sekarang sudah menjadi pria sejati. Dia bukan lagi anak kecil yang sering dikejar-kejar oleh para Chuunin yang kesal atas ulahnya mencoret-coret patung wajah Hokage. "Kali ini, aku merasa tidak yakin pada diriku sendiri."

Kulihat Naruto menunduk dalam.

"Apa aku bisa menjadi sahabatnya lagi? Apa ia masih menganggapku sahabat?" Naruto menghela napas. "Apakah ia bisa setia pada desa?"

Aku terdiam. Selain suaranya yang semakin berat, ternyata Naruto sudah semakin dewasa. Tapi semakin dewasa, makin banyak pertimbangan yang akan kau pikirkan sebelum melangkah. Jika seperti itu, kau akan semakin takut untuk maju. Aku tak suka jika Naruto berubah menjadi seperti itu. Naruto anakku, adalah Naruto yang pemberani, membela kebenaran, yakin pada diri sendiri dan kuat.

"Mengapa tak kau bawa saja Uchiha-bozu itu kemari?"

"Eh?" Mata biru Naruto melebar. "Bagaimana mungkin ia mau kesini, Ji-chan?"

ICHIRAKU RAMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang