16. Menepati

35.2K 2K 20
                                    

Ayya hari ini mogok sekolah, ia ingin membolos. Wajahnya tampak cemberut terus sementara Ibunya kelimpungan mencari kunci mobil milik Dirga. Sudah pasti barang tentu, anaknya--Ayya yang menyembunyikan. Kalea ingat betul bagaimana siasat anaknya jika tak minat melakukan suatu hal yang membuatnya merasa sedikit bosan. Ini bukan kali pertama Ayya menyembunyikan barang-barang, makanya Kalea menaruh curiga pada Ayya.

"Ayya, kunci mobil Daddy mana?" sambil terus mencari Kalea bertanya pada Ayya yang duduk bersantai di kursi depan televisi. Ayya hanya mengangkat bahunya singkat, Kalea yang melihat tanggapan seperti itu semakin kuat feeling-nya bahwa kunci mobil milik Dirga yang menyembunyikan adalah Ayya.

Sementara Dirga, ia tadinya mencari namun oleh Kalea disuruh sarapan terlebih dahulu. Agar Kalea-lah yang mencari kuncinya. Dirga hanya menurut saja, ia tak ingin berdebat--terlibat percakapan dengan Kalea.

"Ayya sembunyikan dimana kuncinya Daddy?" Kalea bertanya lagi pada Ayya yang terus memasang wajah tak tahu. Lama-lama Kalea gemas dengan anaknya itu pun ia dekati lalu mencium pipi Ayya.

"Ayya taruh dimana kuncinya Daddy?"

"Ayya nggak tau, Bunda."

"Alayya,"

"Ih, Bunda. Ayya nggak mau sekolah,"

Kalea mengangkat alisnya, "Kenapa?"

"Pokoknya Ayya nggak mau,"

"Nggak boleh bolos lah.., Bunda tunggu Ayya sampe pulang, ya." Ayya masih memasang wajah cemberutnya. "Nanti Bunda ajak main ke taman, kalau Ayya mau sekolah."

Berbagai tawaran Kalea berikan pada Ayya agar anaknya itu mau sekolah. Hingga Dirga yang telah selesai sarapan itu menghampiri mereka.

"Kuncinya ketemu?" tanya Dirga pada Kalea.

Kalea menggeleng, "Belum,"

"Ya udah pake motor kamu aja, soalnya aku ada jam mengajar pagi." kata Dirga bijak tak ingin memarahi Ayya, karena Dirga pun tahu kebiasaan buruk Ayya yang satu itu. "Nanti cari lagi kuncinya,"

Kalea mengangguk, "Mas nggak papa naik motor ke kampus?" tanya Kalea hati-hati, takut menyinggung. Sebab, Dirga hanya mengendarai motor ketika touring bersama teman-temannya saja. Apalagi motor yang dimiliki Kalea bukan tipe Dirga.

"Kenapa? Atau motormu nggak boleh aku pinjem? Tenang aja, nanti aku isi bensinnya full atau perlu aku beli POM-nya sekalian,"

Kan.., sensitif banget deh.

"Nggak, bukan gitu."

"Ya udah, mana kuncinya?" Kalea mengangguk cepat lalu segera bangkit dan mengambil kunci motor yang ia jauhkan dari jangkauan Ayya. Lalu Kalea pun memberikan kuncinya pada Dirga. Dan Dirga segera mengeluarkan motornya untuk dipanaskan terlebih dahulu.

"Ayo, sayang. Berangkat!" ajak Kalea yang sudah membawakan Ayya sepasang sepatu.

Ayya tak menanggapi, wajahnya masih tampak cemberut. Kalea memasangkan kaos kaki dan sepatu pada Ayya yang nampak ogah-ogahan. "Adeknya Bunda kok pinter, ya." gumam Kalea.

"Berdiri," kedua tangan Kale mengulur untuk membantu Ayya berdiri, tapi Ayya yang tampak malas itu malah meminta gendong.

"Gendong Bunda,"

"Ayya udah gede loh.."

"Gendong Bunda," kata Ayya merengek dan Ibunya itu masih terdiam, "Bunda,"

"Alayya," ketika Ibunya memanggil namanya seperti itu, Ayya malah menangis dan memanggil Ayahnya.

"Daddy!"

R E P E A T | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang