13. Paksaan

37.3K 2K 10
                                    


Tepat pukul 2 siang, Kalea mendapati pintu utama terketuk dari luar. Karena tak ada siapapun di rumah kecuali dirinya, Kalea yang sedang asyik membaca itu segera beranjak bangkit dan berjalan ke ruang depan untuk membukakan pintu. Dan saat Kalea membukanya yang ternyata beberapa remaja dewasa--sepertinya anak didik Dirga. Karena cara berpakaian mereka layaknya anak mahasiswa jaman sekarang.

"Pak Dirga-nya ada, Mbak?" Kalea terkejut, ia langsung berpikir apakah dirinya seperti pembantu rumah tangga? Dengan pakaian ala-ala Ibu hamil pada umumnya; daster. Daster warna merah tua dengan motif kepala beruang di bagian perutnya lalu rambut yang ia kuncir kuda, tanpa make up atau apapun lainnya yang bisa mempercantik dirinya.

"Pak Dirga lagi keluar, ada perlu apa?" kata Kalea seraya bertanya. Sebenarnya kurang terima dengan panggilan Mbak tapi Kalea memaklumi saja.

"Kami mau bimbingan skripsi," jawab salah satu mahasiswa yang dandanannya ala-ala tante. Sangat glamour dan menor.

"Silahkan masuk dulu, mungkin sebentar lagi pulang." ucap Kalea seraya mempersilahkan para remaja tersebut masuk ke dalam rumah dan duduk.

Lalu Kalea berlenggang pergi menuju dapur untuk membuatkan minuman. Saat Kalea hendak mengambil gula yang berada di lemari bagian atas, ia sedikit kesusahan hingga berjinjit pun tak membuatnya sampai untuk mengambilnya. Padahal tinggi badan Kalea sudah cukup semampai, namun tetap tak mencapainya. Tiba-tiba ada tangan lain yang mengambil toples gula yang dibutuhkannya. Kalea menoleh ternyata orang tersebut adalah Dirga.

"Kalau nggak bisa itu nggak usah sok, minta tolong orang lain 'kan bisa." celetuknya. Kalea mengangkat kedua alisnya bingung. Ini Dirga waras apa kehabisan obat, di rumah kan tidak ada orang. Orang tua Dirga sedang mendatangi kondangan sementara dirinya keluar untuk membelikan permintaan Ayya. Jadi, orang siapa yang di maksudkannya?? Kalea bergidik ngeri.

Kalea diam saja namun kemudian mengucapkan, "Makasih,"

Kalea segera menyelesaikan pekerjaannya itu; membuat teh. Lalu membawanya ke ruang tamu dan mempersilahkan para remaja tersebut untuk meminumnya. Dan membukakan toples camilan yang sudah tersedia di ruang tamu.

Di sana ada Ayya yang baru saja masuk dengan menenteng bingkisan berisi martabak--yang baru saja dibelinya dan es krim yang ada di tangannya yang lain.

"Bunda," panggil Ayya membuat Kalea segera menoleh, sementara para remaja yang ada diruangan tersebut mendadak cengo, 'Bunda'. Mereka bahkan saling melirik satu sama lain. Mereka terkejut karena orang yang dipanggil Mbak ternyata Ibu dari Ayya--Anak dari Dirga.

Ada yang berbisik-bisik, "Istrinya Pak Dirga cantik,"

"Iya, nggak pake make up tetep cantik."

"Pasti Pak Dirga cinta mati," entah apalagi yang diperbincangkan mereka, Kalea tak peduli.

"Bentar," Kalea segera berpamitan dan berganti mengurusi Ayya.

"Ih, Bunda. Jangan bentar," rengek Ayya bersamaan dengan itu Dirga sudah berada di ruang tamu-- menemui mahasiswa yang di bimbingnya untuk skripsi.

"Silahkan, Mbak-Mas."

Setelah itu Kalea segera menggandeng Ayya menuju ruang tengah. "Adeknya Bunda tadi beli apa?"

"Martabak," Ayya meletakkan martabak tersebut di atas meja. "Ayya beli 3 bungkus--buat Ayya, Bunda sama adek."

"Martabaknya yang satunya dikasih ke Kakak-kakaknya yang di depan, ya?" kata Kalea meminta izin, sekaligus mengajari Ayya berbagi.

"Nggak boleh,"

R E P E A T | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang