🌧Chapter 02

1.8K 310 18
                                    

Hari itu adalah hari dimana pertama kali aku bertemu dengannya...

"Chaaaannnn!!!"

"Berisik!"

Minho cemberut melihat reaksi Chan yang justru membuatnya semakin kesal. "Mau sampai kapan kita harus mendorong motor tuamu ini?!"

Di sinilah Bang Chan dan Lee Minho sekarang, di pinggir jalan raya sambil mendorong motor milik Chan yang mogok usai mereka sepakat membolos sekolah. Mungkin inilah yang dinamakan karma dari membolos. Langit terlihat mendung dan mereka masih sangat jauh dari rumah Minho maupun apartemen milik Chan.

"Mau bagaimana lagi? Ini adalah satu-satunya cara agar kita cepat tiba di rumah, Ho! Jangan banyak mengeluh, ayo dorong!" Perintah Chan tak peduli.

Minho membuang napas kasar, kesal juga dirinya harus ikut Chan membolos, tahu kalau akhirnya akan begini harusnya Minho ikut Woojin membaca buku di perpus. Ah, hari ini benar-benar sial dan Bang Chan yang menambah-nambah daftar kesialan seorang Lee Minho.

"Cepatlah dorong sebelum hujan turun!" Seru Chan yang hanya ditanggapi dengan dengusan sebal dari Minho.

Bang Chan dan Lee Minho, kelas dua SMA, cita-cita menciptakan video game dan software teknologi untuk masa depan yang lebih maju. Sayangnya, cita-cita mereka hanya sebatas garis kasar tanpa arti. Membentuk tim proyek game dengan tujuan mewujudkan impian mereka pun sepertinya tak ada gunanya, sebab Chan belum sempat memikirkan struktur game serta konsep yang akan dia buat.

Bersama rekan mereka, Kim Woojin, mereka berusaha membuat eksperimen pemrograman di tim proyek game mereka. Namun, sekarang Chan terpaksa bolos sekolah untuk menghadiri seminar pemrograman di salah satu universitas yang tak jauh dari sekolah mereka. Chan mengajak Minho untuk ikut serta dalam rencana besarnya menghadiri acara seminar ini.

"Mengapa kau sangat ingin menghadiri acara itu?" Minho menyeka keringat di dahinya usai mengatur napasnya yang tidak beraturan usai berjalan sekian kilo meter untuk mendorong motor Chan.

Chan tersenyum, kemudian berbalik menatap sobatnya tersebut, "kau masih tak paham, Ho? Ini adalah peluang besar untuk kita mengembangkan tim proyek game! Kita bisa berkenalan dengan banyak orang di sana, dan pastinya kita bisa mendapatkan banyak ilmu serta pengalaman baru!"

Minho melengos, "Iya, aku tahu itu, tapi ya bukan dengan ini caranya! Kita tidak harus membolos juga, 'kan?"

"Kau sendiri juga mau-mau saja kuajak membolos."

Minho berdecak kesal. Pemuda Lee itu sedikit menyesali keputusannya untuk terlibat dalam hal ini bersama Bang Chan. Temannya itu selalu punya ide aneh untuk memajukan tim proyek game, walau idenya itu kadang memang sangat gila seperti saat ini. Untunglah Woojin tak mau terlibat sekarang atau kalau tidak dia akan bernasib sama dengan Lee Minho sekarang.

"Apa masih jauh?"

"Ada pertigaan di depan tinggal belok kanan beberapa meter kita sudah sampai di universitasnya. Kita sudah dekat."

Dekat apanya?! Gerutu Minho dalam hati. Chan bilang, universitas tempat diadakannya seminar itu letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah mereka, faktanya memang dekat tapi jika ditempuh menggunakan kendaraan. Minho tak mengira kalau hari ini bukan hari keberuntungan sehingga mereka harus berjalan berkilo-kilo meter untuk tiba di sana.

"Cepatlah, Ho! Nanti acaranya selesai kalau kita tidak cepat!"

Haishh... Chan ini sangat cerewet. Sebegitu pentingnya kah seminar itu bagi dirinya?

"Kita hampir sampai!"

Namun, sepertinya dewi fortuna tidak berpihak pada mereka. Hujan deras tiba-tiba turun dan memaksa keduanya berteduh di sebuah halte di pinggir jalan.

Ah, benar pikir Minho bahwa hari ini bukanlah hari keberuntungan, memang bukan sebuah keberuntungan jika kau sengaja membolos sekolah demi sebuah seminar di universitas.

"Ahh!!! Kenapa hujan harus turun di saat-saat seperti ini?!" Keluh Chan menghentakkan kakinya kesal.

Di sisi lain, Minho hanya menghela napas sembari duduk di bangku halte. Dalam hati ia berharap hujan segera reda agar mereka bisa segera sampai ke acara seminar dan Chan berhenti mengeluh.

Minho mengedarkan pandangannya ke sekitar, dan menemukan seorang laki-laki sedang membaca buku di sudut halte. Dilihat dari seragam yang ia pakai, sepertinya dia adalah siswa SMP Sejoo--SMP yang letaknya tidak terlalu jauh dari halte ini. Agaknya siswa SMP itu sedang berteduh dan menunggu bus datang.

Cukup lama Minho memperhatikannya, agaknya memang terlihat familier di mata Minho.

"Seungmin?"

Siswa itu menoleh. "Kak Minho?"

"Ah, benar ternyata kau, Seungmin."

Siswa itu--Kim Seungmin--merupakan tetangga Minho, tak heran jika mereka saling mengenal.

"Apa yang Kakak lakukan di sini? Bukankah ini bukan jam pulang sekolah?" Dahi Seungmin mengernyit heran. Dipikirannya sih, tetangganya itu membolos sekolah.

Minho meringis, sedang otaknya mencari-cari alasan untuk menjawab pertanyaan Seungmin, bisa saja anak SMP itu melaporkan bahwa Minho membolos pada ayah Minho. "Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di sini? Ini bukan jam pulang sekolah untuk anak SMP." Dan kini ia malah memutar balik pertanyaannya.

"Sekolahku pulang lebih awal, sebab guru-guru kami mendatangi seminar di Universitas Seorim."

Ah, benar juga, kata Minho dalam hati. Pemuda Lee itu selanjutnya melirik Chan yang masih mengeluhkan perihal hujan.

"Ini semua gara-gara hujan!!" Teriak Chan frustrasi.

Minho memutar bola matanya malas, ini sudah yang kesekian kalinya Chan berteriak seperti itu namun tak diindahkan oleh Minho.

"Itu siapa?" Pertanyaan Seungmin pada Minho sontak membuat atensi Chan tertuju pada pemuda itu.

Hening.

Hanya suara rintik hujan yang mendominasi suasana di antara mereka yang mendadak membisu.

"Dia temanku, namanya Bang Chan," balas Minho tersenyum canggung, lebih tepatnya malu punya teman seperti Bang Chan.

Sedangkan Chan diam dengan mulut menganga dan mata melebar. Dan detik itu ia merasa hujan telah memberikan sebuah keajaiban.



To be continued...

Cloudburst | chanminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang