🌧Chapter 03

1.3K 256 3
                                    

"Hari ini memang bukan hari keberuntunganku!" Keluh Minho mengaduk kasar milkshake yang tinggal setengah gelas.

Woojin geleng-geleng kepala mendengar curhatan Minho tentang apa saja yang terjadi seharian ini dan runtutan kesialan yang dialami Minho tempo hari ini. Memang Woojin bisa apa selain mendengarkan keluh kesah pemuda bermarga Lee itu?

"Apa Pak Hyun tidak memburu kami? Maksudku, karena kami membolos?" Tanya Minho was-was, sebab guru killer itu kerap kali memburu anak-anak yang membolos. Padahal Minho sudah membuat perjanjian pada ayahnya untuk tidak terlibat masalah apapun di sekolahan. Bisa menjadi masalah serius jikalau Pak Hyun tahu kalau Minho dan Chan membolos hari ini.

"Untung saja tidak, dia tidak sadar kalau kalian membolos," Woojin membenarkan posisi duduknya sebelum bertopang dagu, "bagaimana dengan seminarnya? Apa menyenangkan?"

Minho hanya melengos, "menyenangkan apanya?! Kami terjebak hujan di sebuah halte dan ketika kami tiba di Universitas Seorim, acaranya sudah selesai. Menyebalkan sekali, bukan?!"

Woojin mengangguk mengerti, pantas saja raut wajah Minho terlihat kusut sejak mereka berkumpul di rumah Chan sekarang.

Namun ada yang aneh.

"Lantas mengapa orang ini terlihat sangat bahagia?" Tunjuk Woojin pada Chan yang ekspresinya tidak berubah sejak tadi sore. Tersenyum lebar, terlihat berseri-seri, matanya melebar, seperti melihat sesuatu yang mengejutkan.

Minho kembali melengos. Menghembuskan napas kasar, lelaki tampan itu mulai menjelaskan kronologi awal mengapa Bang Chan otaknya mulai agak miring. Sejak kapan lagi kalau bukan sejak mereka bertemu dengan Kim Seungmin di halte bus ketika hujan tadi siang menjelang sore.

Mengingat hal itu, membuat Minho merasa malu punya teman seperti Bang Chan, tapi apa boleh buat? Dia teman Minho dan Minho harus menerima dia apa adanya.

"Ah, begitu," gumam Woojin mengangguk mengerti. Agaknya ia mulai paham alasan Chan terlihat sumringah seperti itu.

"Bukankah itu aneh? Dia seperti itu terus usai marah-marah, menyebalkan sekali!" Minho menggerutu dan menyeruput milkshake yang Chan suguhkan padanya.

"Biar kuberitahu satu hal, Lee Minho." Woojin mencondongkan kepalanya ke arah telinga Minho, berniat membisiki sesuatu padanya, "menurut asumsiku, dia sedang jatuh cinta."

"Hah?! Dengan siapa?!" Minho lantas histeris.

Woojin memperbaiki posisi duduknya sebelum menjawab, "jangan keras-keras, Ho. Dengar ya, kupikir dia jatuh cinta pada tetanggamu itu."

Mata Minho melebar, agaknya dia terkejut. "Seungmin? Tapi bagaimana bisa? Dia baru bertemu Seungmin tadi."

Sebelum kembali menjawab, Woojin melirik Chan, memastikan apa dia sudah sadar dari dunianya atau belum. Dirasa Chan masih tidak bergeming, lelaki bermarga Kim itu melanjutkan, "Itulah yang disebut cinta pada pandangan pertama, Lee Minho."

Woojin tidak habis pikir mengapa Minho tidak menyadari hal sepele seperti itu, terlebih dia teman baik Chan dan juga dia mengenal Seungmin. Apa pemikiran Lee Minho itu hanya sebatas betis orang dewasa? Sangat cetek.

"Maksudmu dia jatuh cinta pada anak SMP? Uwahh, sulit dipercaya!" Minho terkesiap menyadari fakta yang baru saja mereka temukan.

Si pemuda Kim terkekeh, "Cinta itu tidak memandang usia maupun status, Ho. Kau bisa bebas mencintai siapapun di dunia ini. Kita semua punya hak untuk mencintai seseorang."

Minho hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, bersikap sok paham padahal otaknya sibuk berpikir apakah dia juga bisa mencintai seseorang suatu saat nanti.

"Kau sendiri sebaiknya mengintropeksi dirimu, ada seseorang yang berharap banyak padamu, Ho," lanjut Woojin sedikit menyindir perihal adik kelas mereka saat SMP sekaligus penggemar nomor satu Minho.

"Aku tahu. Aku punya hak untuk mencintai seseorang, namun sayangnya bukan dia orangnya."

"Kejam sekali kau."

"Kau tak dapat memaksakan orang lain untuk mencintai sesuatu yang enggak mereka sukai bukan?"

"Ya, ya, terserah padamu. Yang jelas setelah ini kita harus memantau Chan." Woojin kembali melirik Chan, memastikan lagi apakah dia sudah tersadar atau belum dari dunianya.

"Biarkan saja, biarkan dia nikmati kasmarannya," sahut Minho masa bodoh. Dia menopang dagu dan kembali berpikir tentang seseorang yang akan dia cintai di suatu saat nanti.





To be continued...

Cloudburst | chanminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang