🌧Chapter 04

1.1K 219 1
                                    

"Ahhh!!! Bagaimana ini?!!!"

Ini sudah sepuluh kali lebih Minho dan Woojin mendengar kalimat tersebut dari mulut Bang Chan. Merupakan hal yang terlampau biasa jikalau Bang Chan berteriak frustrasi memikirkan perihal tim proyek game mereka. Dia sudah cukup bingung bagaimana memulai game mereka, hanya sebatas garis kasar saja.

Begitu pula dengan Woojin dan Minho, mereka tak memiliki gagasan yang mendukung Chan. Selamanya mereka akan seperti ini kalau tidak memulai mengembangkan gagasan awal mereka.

Woojin menghela napas, kepalanya terasa pening memikirkan perkembangan tim proyek game mereka. Ini sudah pertengahan semester satu tahun kedua mereka di SMA, namun mereka belum membuat perubahan dalam tim proyek game. Mereka bahkan belum memulai menciptakan game. Tiap kali akan memulai, selalu ada kendala.

"Chan, menurutmu kita harus memulainya dari mana?" Tanyanya pada si ketua.

Sayangnya, Chan tidak mendengarkan dan malah sibuk meracau sambil menjambak rambutnya sendiri. Haishhh... Woojin harus ekstra sabar memiliki teman semacam itu. Untunglah Minho sedang dalam mode normal, sehingga dia tak banyak berbuat ulah yang membuat Woojin repot.

"Kalau begini terus, kapan impianmu akan terwujud, Chan?!" Si pemuda Kim meninggikan suaranya, tatapannya tajam terarah sempurna kepada Bang Chan.

"Aku... aku tidak tahu," balas Chan tertunduk. "Sejujurnya, aku tidak tahu lagi harus memulai proyek kita dari mana dan bagaimana. Apa kita harus menyudahi semua ini?"

Iris mata Minho melebar kala telinganya menangkap betul omongan Chan. Sepertinya ada sesuatu dalam lubuk hatinya terbangun ketika Chan mengatakan bahwa dia akan menyudahi proyek mustahil mereka.

"Tidak! Tidak! Kita tidak boleh menyerah begitu saja!" Tukas Minho, "kita bahkan belum mencoba, bagai--"

"Percuma." Chan memotong dengan cepat, "mencoba pun tak akan ada hasilnya. Sudah jelas terlihat bahwa ini semua hanya imajinasiku yang tidak akan pernah terwujud."

"Chan--"

"Dengar, ya. Mungkin kita bisa membuat game seperti mimpi kita, namun waktunya bukanlah sekarang. Mungkin suatu hari nanti, entah kita sanggup atau tidak."

Minho dan Woojin saling berpandangan. Agaknya pemikiran mereka sama. Chan sudah patah semangat melanjutkan proyek game mereka, bahkan sebelum mereka benar-benar memulainya.

Ah, ini sangat menyebalkan, gerutu Minho dalam hati. Mengapa Chan malah seperti ini ketika Minho sudah mendedikasikan diri untuk membuat proyek mereka. Tidak biasanya Chan terlihat lesu dan ingin menyerah, apa kini dia berada di dalam titik terlemah dirinya? Terkadang baik Minho maupun Woojin tidak mampu memahami pola pikir Chan.

"Kau yakin ingin menyudahi semua ini?" Tanya Woojin hati-hati.

Chan tersenyum kecut, "mau bagaimana lagi? Kita hanya bertiga dan pengetahuan kita juga terbatas, apa kau yakin kita bisa menyelesaikannya sampai akhir tahun kedua?"

Setelah berkata demikian, lelaki berkulit pucat bak vampire tersebut keluar dari ruangan khusus mereka, meninggalkan Woojin dan Minho yang masih kebingungan.

"Dia benar-benar patah semangat!" Keluh Minho mengacak rambutnya kasar, masih tidak habis pikir dengan keputusan sepihak Chan.

"Aneh sekali, kemarin dia bisa sangat bahagia dan sekarang dia malah patah semangat seperti itu, apa ini yang namanya pubertas?" Woojin geleng-geleng kepala. Tentu saja ia berkata seperti itu, sebab mereka masih remaja dan pola pikiran remaja itu masih labil dan gampang berubah.

Minho bertopang dagu. "Karena kita masih remaja, ya?" Sekarang dirinya sudah beranjak menuju dewasa, namun pikirannya sepertinya masih belum bisa dewasa.

"Apa yang harus kita lakukan agar Chan tidak menyudahi mimpinya?"

"Mimpi. Patah semangat. Remaja. Ah, tentu saja." Minho bermonolog, tidak menanggapi pertanyaan dari Woojin. Agaknya pikiran dan raganya sedang tidak sinkron.

"Minho?"

"Tentu saja, semua itu masih berhubungan erat." Dia masih tidak menghiraukan Woojin. Masih sibuk dengan dunianya.

"Minho-ya?" Woojin mengerutkan kening. Well, kini ia merasa ada hal yang tidak beres dengan Minho. Oh, ayolah cukup Chan saja yang aneh, Minho tidak perlu ikut-ikutan aneh. Woojin bisa pusing mengurusi dua orang dengan pola pikiran aneh dan sulit dimengerti.

"Tapi apa mungkin dengan membawanya? Ah, membingungkan!"

Agaknya Woojin harus berkonsultasi dengan psikiater berpengalaman untuk menangani manusia semacam Bang Chan dan Lee Minho. Dua-duanya sama saja membuat Woojin makin pusing, dan bukannya memberikan solusi.

"Aku ada ide!" Seru Minho usai meracau tidak jelas.

"Ide apa?"

Seringai di bibir Minho membuat Woojin penasaran. Pasti ada sesuatu yang ajaib muncul di otak ajaib Lee Minho.

"Bagaimana kita carikan Bang Chan penyemangat?"

"Hah???"




To be continued...

Cloudburst | chanminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang