***
Sydney, 13 Maret 2007
"Jennie, apa aku jahat?" Felix terbaring di atas tempat tidur. Sementara Jennie duduk di sebelahnya sedang membacakan buku cerita, "Kenapa semua orang di sekolah tidak mau bicara padaku dan bilang aku 'anak setan' ? Apa salahku, Jennie? Mengapa mereka semua menertawakan aku?"
Sesaat Jennie terdiam mendengar reaksi Felix lalu menggeleng perlahan, "Biar saja, kalau ada yang bilang seperti itu lagi, pukul saja mulutnya, seperti ini," sahutnya sambil mempraktekan tinju pura-pura, "kalau marah, bilang padaku nanti biar kupukul lagi."
Jawaban Jennie membuat anak laki-laki berumur tujuh tahun itu tersenyum sedikit, "Kau punya banyak sekali teman, apakah aku bisa punya teman juga, Jennie?"
"Tentu saja, Felix, kau lucu dan pintar"
Adiknya itu memang istimewa, Felix manis sekali, untuk ukuran anak seusianya tubuhnya sudah terlihat tinggi, meskipun adiknya sangat pendiam, tetap saja siapapun yang melihat Felix pasti akan langsung kepincut dengan kelebihan fisiknya.
"Bagaimana rasanya punya teman?"
Anak perempuan itu mengambil sikap seperti merenung, "Hmm, rasanya seperti..seperti kita punya saudara baru."
Ada keheningan sejenak setelah itu.
"Jennie, apa semua perempuan bisa memiliki bayi?" Pertanyaan Felix yang tiba-tiba membuat bibir Jennie melengkungkan sebuah senyum. Dia menganggap pertanyaan adiknya sangat menggemaskan.
"Tentu saja, Felix." ucapnya lugas sambil mengelus-elus sayang rambut adiknya, "Tapi tidak semuanya, Mama pernah bilang padaku bahwa ada beberapa perempuan yang tidak bisa memiliki bayi."
Kening Felix berkerut, bingung memahami kata-kata kakaknya, "Kenapa?"
Jennie langsung menggeleng, "Aku juga tidak tahu, kita bisa tanyakan itu pada Mama besok " Jennie tersenyum lalu menarik selimut Felix ke atas—sampai ke dada, "Sekarang kau tidur ya.. sudah malam, Mama Papa bisa marah kalau melihatmu belum tidur."
"Apa karena Tuhan benci mereka, Jennie? Makanya mereka tidak bisa punya bayi?" tanya Felix lagi dari balik selimut, dia menatap Jennie, "Jody selalu bilang padaku bahwa Tuhan sangat membencinya, dia sering kesakitan dan selalu minta tolong untuk mengeluarkan bayi di dalam perutnya, tapi Jennie..aku tidak bisa membantu, Jody ingin melihat bayinya, tapi dia tidak bisa melahirkan karena Tuhan membencinya."
Sesaat Jennie terdiam, tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulutnya, dia menggeleng perlahan sambil memandang Felix lalu tak lama dia bicara, "Kau ingat, Felix..Dokter Arnold pernah bilang padamu Jody itu tidak ada."
Felix tidak tersenyum, ekspresinya murung, "Jangan berkata seperti itu."
"Kenapa tidak?"
Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun, "Kau membuat dia marah."
Jennie diam saja lalu membenarkan selimut Felix.
Sesaat sebelum Jennie menutup pintu kamar, Felix memanggil namanya, "Sebentar Jennie.."
"Ya?"
"Tolong periksa kolong tempat tidurku. Aku takut ada monster yang sedang sembunyi di sana."
Jennie mengangguk, dia masuk kembali ke dalam kamar adiknya, setiap malam Felix memang selalu gelisah dan seringkali meminta Papa atau Mama untuk memeriksa kolong tempat tidurnya. Baru setelah itu dia bisa tidur.
Serta merta, Jennie membungkuk membiarkan perutnya menyentuh karpet—melonggok memeriksa kolong tempat tidur.
Matanya melebar sedetik.
Disana dia melihat Felix yang lain. Dibawah tempat tidur, sedang gemetaran—memeluk dirinya sendiri dan menangis.
Felix di kolong tempat tidur berbisik, "Tolong aku, Jennie, aku takut sekali—dia ada diatas, ada Jody diatas tempat tidurku."
Jennie balas menatap Felix, tampak tercengang dan shock, detik itu ia langsung mendonggakan kepalanya dan menemukan seraut wajah menyeramkan disana.
Makhluk itu tampak mengeliat dan saat bergerak suaranya seperti ranting kayu yang diinjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Violet - Lee Felix
Terror(Selesai) ✔ 📌BUKU KEDUA Blue Violet atau Indigo mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki sifat spesial, tidak biasa dan Supranatural. Aku tidak berkhayal. Aku bisa melihat mereka, dunia mereka yang kau sebut hantu. Aku berteman dengan salah satu...