08.Hiking (Bagian Empat)

6.9K 1.3K 289
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



***

Di tengah dingin malam Merbabu yang menusuk sampai ke dada, mereka bergerak memulai start awal pendakian menuju pos satu.

Jae berjalan di barisan kedua dari belakang sementara Wendy yang memang bukan orang awam dan udah sering bolak-balik naik gunung dipercaya jadi leader yang memimpin di depan.

Jadi format barisannya dari depan ke belakang kurang lebih : Wendy-Jennie- Felix- Hyunjin- Jae- Dowoon.

Berenam mereka berjalan menyusuri track menuju ke pos satu dengan perasaan santai, belum ada ekspresi lelah dari wajah masing-masing, barang bawaan juga masih belum kerasa beratnya, track jalanan masih landai.

Mereka memulai perjalanan dengan sumringah, saling tukar obrolan, bercanda-bercanda kayak orang nongkrong biasa, suasananya berlangsung santai karena track awal pendakian menuju ke pos satu sendiri masih terbilang landai; masih berupa hutan pinus yang biasanya digunakan buat camping ground, nggak begitu menguras tenaga, nggak menanjak banget dan masih ada lampu listrik di kanan-kiri jalan.

Jadi ya buat orang awam pun masih belum menantang banget.

Tapi setelah melangkah kira-kira sekitar 300 meter jauhnya dari basecamp, suasananya mulai sunyi, nggak ada lagi Dowoon yang ketawa-ketawa, nggak ada lagi suara Jennie yang sebentar-sebentar izin berhenti buat ngebenerin carriernya, nggak ada lagi Hyunjin yang nyanyi-nyanyi, nggak ada obrolan, semuanya tutup mulut.

Mereka sama-sama hening, menatap jalan berbatu yang dingin dan sepi dengan barisan pepohonan pinus di kegelapan malam yang mengepung mereka di kanan dan kiri, cuma bunyi kletek-kletek ranting diinjak yang mengisi suasana, mereka lebih banyak diam.

Treq.


Jae menyalakan senternya, sepilas cahaya senter langsung menerangi tanah merah di bawah kakinya.

Treq, treq, treq-Diikuti nyala senter dari yang lain.

Mulai dari sini persisnya sekitar jarak 300 meter lebih dari gerbang pendakian semuanya gelap gulita, nggak ada lagi yang namanya bantuan dari lampu listrik, tracknya udah mulai menanjak, udaranya juga mulai kerasa engap, kaki udah kayak dipasangin barbel, padahal nyampe pos satu aja pun belum.

Felix menghela napas panjang dan langsung melihat langit, sebagian dari yang lain juga melakukan hal yang sama.

Malam berawan tanpa bintang, barisan pohon-pohon pinus suram yang memenuhi pemandangan, kegelapan malam yang terasa mencekam, hawa dingin yang menampari wajah, membuat rasa lain tumbuh di hati masing-masing. Di hadapan alam mereka merasa kecil sekali, nggak ada apa-apanya.

Merbabu di malam hari seperti menyimpan misteri.

Percaya nggak percaya alam selalu menciptakan perasaan kayak gini. Selalu begini. Selalu ada hati yang bertanya-tanya sendiri, Apa nantinya bakal berhasil sampai puncak dengan selamat? Gimana kalau gagal? apa kita bakal turun dengan selamat bareng-bareng? Gimana kalau setelah turun nanti kita cuma jadi seonggok daging yang cuma ada namanya?

Blue Violet - Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang