Jimin POVSuara demi suara seolah memenuhi pendengaranku. Berisik. Kenapa orang-orang ini begitu berisik? Membuat tidurku terusik. Dengan malas dan berat aku berusaha membuka mata ini. Semua masih terasa samar.
Hanya putih yang terlihat olehku selama beberapa saat hingga sekumpulan orang muncul dalam pandanganku, mereka terlihat panik dan sibuk berlari ke sana kemari.
Aku mengernyit bingung saat suara berisik mereka pun terasa hilang timbul, hilang timbul, begitu seterusnya. Ada apa ini? Aku pun merasa tubuhku sangat ringan.
Lagi, suara-suara itu memanggilku, seolah menanyakan sesuatu. Tapi aku tak sanggup menjawabnya, aku mengantuk. Mataku terlalu berat untuk dibuka terlalu lama, hingga aku memutuskan untuk tidur lagi.
Entah berapa lama aku memutuskan untuk tidur dan sekarang aku seolah lelah hanya untuk tidur. Sedikit demi sedikit kesadaranku mulai terkumpul.
Sepi…
Tak seperti sebelumnya yang berisik, aku merasa saat ini sangat sepi. Aku tak mendengar suara apapun. Ah—tidak, aku mendengarnya. Ada bunyi jam, suara angin dan suara benda asing yang terus berbunyi tut tut tut dengan teratur.
Aku mau bangun! Tapi… rasanya mata ini berat sekali. Tenang Jimin-ah, pelan-pelan. Aku berusaha mensugestikan diriku sendiri. Akhirnya setelah beberapa kali mencoba, aku mampu membuka mata ini dengan perlahan.
Tunggu.
Aku dimana?
Ini bukan kamarku…
Apa yang terjadi?
Aku memandang sekelilingku dengan panik hingga akhirnya aku mengerang karena merasa kepalaku sakit sekali. Sekelebat memori menghampiriku.
Jalan, mobil hitam, Seokjin hyung…
Ah! Aku tertabrak. Benar. Jadi, apa aku sudah mati?
Setelah merasa kesadaranku sempurna, aku kembali mengedarkan mataku ke seluruh penjuru. Ini bukan surga, tidak—ini hanya sebuah ruangan.
Sebuah ruangan sangat besar dengan ranjang besar nan empuk yang kutiduri. Plafon ruangan ini cukup tinggi, berwarna putih bercampur gold dengan ukiran unik di setiap tepinya. Pandanganku beralih ke meja samping kiri ranjang, sebuah alat yang tersambung ke tubuhku, kardiograf. Belum lagi tiang infus di sebelahnya.
“Anda sudah sadar?”
Saat aku masih asyik meneliti ruangan tersebut, sebuah suara terdengar terkejut. Seorang namja terlihat mendekat. Dia mengenakan pakaian formal, kemeja putih jas dan dasi hitam.
“Tuan, anda bisa mendengar saya?” tanya namja itu lagi.
Aku ingin menjawab namun bibirku terasa lengket sulit terbuka, hingga akhirnya aku hanya mampu mengangguk untuk menanggapi.
“Syukurlah. Tunggu, saya panggilkan dokter dulu ya.”
Pemuda itu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sebuah nomer yang ku yakini sebagai dokter yang disebut-sebut tadi. Masih terlihat sibuk dengan ponselnya, sepertinya pemuda itu juga menghubungi nomer lainnya.
“Tuan muda, tuan Park Jimin sudah sadarkan diri. Saya sudah menghubungi dokter Jung.”
Aku mengernyit bingung setelah namaku diucapkannnya.
Pemuda itu tahu namaku.
Dia siapa?
Sebenarnya sekarang aku dimana?
Aku takut…
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Treasures
FanfictionPark Jimin, Tak memiliki apapun yang bisa di bilang berharga. Harta dan keluarga, semua hilang dalam satu malam. Hidupnya kacau dan hampa. Hingga dia menemukan 'Harta Karun'nya sendiri. Harta karun yang membuat hidupnya berwarna kembali. Walaupun t...