Terror?

2.9K 261 43
                                        

"Wah, kau baru menang lotre atau apa?"

Jimin memandang jijik pada pria botak bertubuh kekar di hadapannya. Beberapa hari lalu, mereka, penagih hutang ayahnya datang ke toko roti tempat Jimin bekerja. Tersenyum lebar seolah menemukan harta karun, ya, Jimin, sumber uang mereka.

Jimin terkejut, tentu saja, tapi dia juga tidak heran orang-orang itu bisa menemukannya. Seperti yang mereka katakan dulu, kemanapun Jimin bersembunyi pasti akan ketahuan.

Dua bulan cukup menjadi waktu tenang bagi Jimin dan sekarang dirinya harus kembali pada realita hidup. Matanya bergerak cemas, memperhatikan pria botak yang beberapa tahun ini menghantuinya tengah menghitung lembaran won yang baru saja Jimin berikan.

Uang itu sengaja Jimin simpan dari hasil kerja paruh waktunya, jaga-jaga jika hari seperti ini datang. Tinggal dan makan gratis di mansion Kim cukup banyak membantu Jimin untuk bisa mengumpulkan lembar-lembar won itu. Bukannya senang, Jimin justru merasa tidak enak dan bertekad mengabdikan dirinya, ah lebih tepatnya akan bekerja lebih keras untuk keluarga Kim.

Pria kekar itu terkekeh puas, nominal uang itu sesuai untuk pembayaran dua bulan. Menatap Jimin dengan senyuman lebar, "Anak baik."

Kedua alis Jimin justru bertaut mendengar pujian itu. Dia hanya diam memperhatikan pria botak itu menyimpan uang dalam saku jas nya lalu beralih memperhatikan seorang lain di samping pria botak. Pria itu berperawakan tinggi, kurus, berparas dingin. Ini pertama kalinya Jimin melihat pria itu, biasanya seorang pria bertubuh kekar dengan banyak tatoo yang akan menemani pria botak.

"Ah, kau ganti nomor," seru pria botak itu lagi, "Ingat peraturannya. Jangan mengabaikan telepon kami dan jadilah anak yang baik."

"Berapa banyak?" tanya Jimin akhirnya mengeluarkan suara, "Berapa kali lagi aku harus membayar?"

Pria botak itu terlihat berpikir lalu menggendikan bahunya, "Akan ku lihat nanti. Yang pasti masih banyak, sangat banyak."

"Aku janji tidak akan kabur," ujar Jimin pasti, "Jadi beritahu aku siapa atasan kalian, aku ingin menemuinya."

"Kau? Menemui ketua?" Pria botak itu tertawa keras lalu menggelengkan kepalanya, maju dan menatap Jimin remeh, "Apa yang mau bocah sepertimu lakukan, hm?"

Jimin menghembuskan napas panjang sebelum menatap tajam. Cukup membuat pria itu kaget karena anak itu tak pernah seberani ini.

"Kalian datang tiba-tiba, menagih hutang atas nama ayahku," ucap Jimin dengan nada heran, "Tanpa beritahu pada siapa ayahku meminjam uang sebanyak itu dan kenapa bisa ayah meminjamnya."

Pria botak itu tertawa, "Kau sudah melihat surat resmi kesepakatan peminjaman uang itu. Kau masih meragukannya?"

"Justru itu, aku ingin tahu. Aku sangat kenal watak ayahku, dia tidak akan berhutang sebesar itu hanya untuk foya-foya. Aku ingin tahu alasan ayah meminjamnya."

"Kalau begitu tanyakan saja pada ayahmu di atas sana."

Jimin mengepalkan kedua tangannya saat pria botak itu justru mencibirnya. Melihat ekspresi kesal pada wajah Jimin, pria botak itu menyeringai. Dia berjalan mendekati Jimin dan mencondongkan tubuhnya ke anak yang jauh lebih pendek darinya.

"Dengar bocah," ucap pria itu setengah berbisik, "Ketua kami terlalu sibuk dan terhormat untuk sekedar bertemu dengan bocah sepertimu. Yang jelas, ketua kami tidak ada sangkut pautnya dengan ayahmu. Kami hanya menjalankan perintah dari klien."

"Kalau begitu, beritahu aku siapa yang memerintahkannya," desis Jimin.

Pria botak itu menepuk-nepuk pipi Jimin sedikit keras membuat guratan merah tercetak di sana, "Berhenti keras kepala! Berhenti bertanya!"

Bittersweet TreasuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang