'Cause you're so beautiful to me. In the end we're just friends.
-
"Makasih ya, Bayu,"
Gue mengangguk, tersenyum seraya menjabat erat tangan ibu Re. Sementara Re, ia terus menarik tangan ibunya agar melepaskan jabatan tangannya.
"Bu, ah, ayo masuk,"
Akhirnya ibu Re melepaskan jabatan tangan, kemudian menatap Re lama. "Kamu masuk dulu, ya? Ibu mau ngobrol sebentar sama Bayu,"
Re menatap curiga, sementara gue mendadak panik. Mau ngobrol apaan?
Akhirnya, meskipun Re masih menunjukkan wajah curiga, ia mengangguk, kemudian menatap wajah gue.
"Bay, gue masuk duluan, ya? Capek abis nangis. Kalau Ibu ngomong macem-macem, lo langsung pulang aja,"
"Hus!" Ibu menepuk lengan Re keras.
"Aduh, iya, iya, pokoknya lo kalau denger Ibu ngomong macem-macem, nggak usah dianggap serius. Dah!" Re melambaikan tangan dan gue membalas. Langkah kaki Re membawanya memasuki rumah dan setelahnya terdengar bunyi pintu ditutup.
Hening.
Setelah Re masuk, susana mendadak canggung. Gue cuma tersenyum sopan saat ibu Re menyuruh gue duduk di kursi teras.
"Bayu sudah makan?"
"Udah, Bu," Gue tersenyum saat melihat ibu tersenyum juga.
"Syukurlah,"
Hening lagi. Nggak terdengar apa-apa selain helaan napas sendiri dan ketukan jari gue di meja.
"Bayu,"
"Ya?" Gue menoleh cepat, memasang telinga lebar-lebar.
"Ibu selalu berterima kasih karena kamu bisa jadi teman yang baik buat Re," katanya, tersenyum tulus. "Ibu paham sekali kamu lihat Re bukan cuma sebatas teman, kan?"
Gue tersentak. "Hah? Apa?"
Ibu tertawa pelan, kemudian menggelengkan kepala. "Keliatan dari mata kamu, Bayu,"
"Hah?"
"Nggak apa-apa," katanya. "Tapi maaf kalau selama ini Re belum bisa bales yang sama ya, Bayu?"
Gue terdiam selama beberapa detik.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Kenapa..." Gue berdeham, mendadak suara gue nggak bisa keluar dengan jelas. "Kenapa... minta maaf?"
"Kalau ada orang yang Ibu anggap baik buat nemenin Re, itu kamu, Bayu," katanya. Matanya menatap gue yakin, sementara gue cuma bisa menelan ludah. "Tapi apa yang kita anggap baik, belum tentu baik untuk orang lain, kan?"
Iya.
Siapa yang bisa memaksakan kehendak seseorang?
"Begitu juga sama Re. Dia nggak liat kamu, sekalipun Ibu udah bilang berkali-kali. Jadi, Ibu minta maaf untuk mewakili Re."
Gue menggelengkan kepala cepat. "Nggak perlu minta maaf. Nggak ada yang salah di sini."
Benar. Nggak perlu minta maaf. Gimana pun, nggak ada yang salah di sini. Gue, Re, bahkan ibu—semuanya nggak perlu meminta maaf. Karena sesungguhnya, kita, manusia, nggak akan pernah bisa memaksakan perasaan seseorang.
"Ibu merasa perlu minta maaf," Ibu menghela napas, kemudian menepuk pundak gue beberapa kali. "Selama ini Ibu seolah-olah nitip Re sama kamu. Sekarang, kamu nggak perlu jaga dia lagi. Nggak apa-apa, Re udah besar."
"Maksudnya?"
"Kamu berhak bahagia, Bayu."
Gue tersentak, mata gue membalas tatapan tulus ibu Re. Ada keyakinan di sana.
"Maksud—"
"Kamu berhak bahagia, sekalipun itu bukan sama Re. Kamu harus bahagia, Bayu."
Bahagia.
Apa definisi bahagia bagi diri gue sendiri?
"Kenapa kamu sayang Re, Bayu?"
Kenapa? Kenapa gue sayang dia? Nggak tau. Gue nggak pernah menemukan jawabannya. Gue nggak pernah tau.
"Kenapa kamu masih sayang sama Re, padahal Re cuma anggap kamu teman?"
Kenapa? Kenapa gue masih bertahan dengan status teman atau sahabat yang dipakai kita?
"Kamu berhak bahagia, Bayu."
Bahagia.
"Kamu berhak bahagia, meskipun bukan sama Re."
Bahagia.
Kamu berhak bahagia.
Tapi, bagaimana jika bahagia gue adalah melihat Re tersenyum dan berada di dekat gue?
"Makasih, Bu. Bayu makasih untuk semuanya," kata gue, tersenyum. "Tapi Bayu juga saat ini bahagia. Dengan orang lain nggak menjamin Bayu bahagia. Tapi saat ini, Bayu bahagia, Bu."
Iya, gue bahagia.
Gue bahagia walaupun kita cuma teman. Nggak apa-apa.
———
A/N: Aku sayang Chan huhuhu sayang banget. Aku nggak paham aja ada orang sebaik dia—yah, walaupun nggak ada manusia yang sempurna, sih. Tapi tetep aja dia "terlihat" terlalu baik untuk jadi manusia. Aku sayang Chan.
Aku juga sayang Bayu. Tolong bahagia ya, baik itu Chan atau Bayu. Kalian harus bahagia!
Dan Bayu di cerita ini, dia beneran kok bilang dia bahagia walaupun cuma temenan. Dia nggak bohong. Huhu.
Udah gitu aja.
Siapa pun yang baca ini, kalian berhak bahagia.
![](https://img.wattpad.com/cover/173918741-288-k986951.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt Road
Fanfiction"You knew and I knew, that this is not an easy road. It's not that you and I didn't know, that not many flowers bloom on this road."