02. lean on me

3K 426 11
                                    

Just forget, don't cry like this. Lean on me.

-

Dia lama nangis di pelukan gue. Sampai tetangga apartemen-Calvin-yang baru aja datang, melirik gue dengan pandangan curiga. Gue sampai buat tanda silang dengan kedua tangan sambil senyum, baru Calvin paham dan masuk ke apartemennya sendiri.

Tangan gue pegel karena berkali-kali nepuk-nepuk halus puggungnya, coba nenangin dia. Soalnya dia diajak masuk nggak mau. Jadilah gue peluk dia sambil berdiri. Tangan dia mencengkeram baju gue kuat-kuat, bahkan kukunya sampai nusuk kulit.

"Hei, nggak apa-apa," Ganti gue mengelus puncak kepalanya, tapi dia menggelengkan kepala. "Masuk dulu, ya? Lo kedinginan, nanti sakit,"

Cengkeramannya di baju gue mulai mengendur dan tubuhnya perlahan-lahan lepas dari pelukan gue. Mata dan hidungnya merah. Dia menghapus air mata pakai punggung tangan, sementara gue masih mengelus puncak kepalanya.

"Cerita di dalem, ya?"

Akhirnya dia mengangguk pelan, membuat gue menciptakan senyum lega.

-

Gue menggenggam sebelah tangannya, sementara tangan dia yang lain memegang cangkir coklat panas yang baru aja gue bikin.

"Kenapa?"

Dia menghela napas panjang, melepaskan genggaman gue dan mencoba menghangatkan telapak tangan dengan memegang cangkir dengan kedua tangannya. Gue menarik selimut yang ada di punggungnya supaya lebih menutupi tubuhnya.

"Bay, gerah tau?"

"Berisik," Gue masih mencoba menyelimuti semua tubuhnya sampai dia menghela napas lagi. "Lo kalau sakit gue yang repot."

Dia memainkan lengan baju yang kebesaran itu. Setelah dia masuk, gue minta dia buat mandi dan ganti baju. Gimana pun, kehujanan nggak bagus buat kesehatan. Baju yang dipakainya itu tentu kebesaran, tapi gue nggak punya baju yang lebih kecil, apalagi baju perempuan.

"Maaf ya, Bay,"

Gue mengernyitkan dahi. "Apaan sih maaf-maaf mulu dari tadi?"

Dia terkekeh pelan, kemudian menyesap isi cangkir dengan gerakan lama. Setelahnya, dia menaruh cangkir di atas meja. "Harusnya dulu gue emang dengerin lo,"

Pelan-pelan, gue paham arah pembicaraannya.

"Is that about him?"

Dia mengangguk, kemudian netranya menatap gue. "Namanya penyesalan pasti di akhir, kan?"

Gue menghela napas seraya menyandarkan punggung di sofa. Gue paham, paham banget sama arah pembicaraannya dia.

"Gue dulu bilang apa sama lo? Jangan nangis-nangis ke gue kalau emang bener dia berengsek,"

Dia mengangguk-angguk, malah minum lagi coklat panasnya. Gue menghela napas. "Gue serius,"

"Gue juga," katanya.

Gue melirik ke jendela ketika hujan lagi-lagi mulai turun. Nggak lama, gue menoleh padanya saat ia manggil nama gue.

"Maaf ya kalau gue nyusahin terus," katanya. "Gue dateng ke lo pas susah doang."

"Enggak," Gue menggeleng, kemudian menggenggam sebelah tangannya. Dia tersentak dan menatap gue lama. Tak berapa lama, dia membalas genggaman gue saat gue bilang,

"Inget kata gue dulu apa?"

Dia terdiam, kemudian menggelengkan kepala.

"Lo boleh dateng ke gue kalau emang butuh bantuan dan sandaran," Gue senyum, buat dia ikut senyum.

"Itu gunanya temen, kan?" kata gue akhirnya.

---
A/N: hahaha wtf!!! aku nulis gini amat ya ashdhjshshsjsj tolong dong saya gila gara-gara chan :(

sudah hilang kewarasanku setelah nulis ini :(

lu bayangin coba punya temen soft macem bayu gini aku mah langsung meleleh huhuhu

lu bayangin coba punya temen soft macem bayu gini aku mah langsung meleleh huhuhu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bayu, korban friendzone :')

Hurt RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang