I'm ok, don't worry about me. You don't have to mind about me.
-
Salah satu hal sulit yang dilakukan manusia adalah bilang baik-baik aja, di saat kenyataannya adalah sebaliknya. Gue yakin, mayoritas manusia pernah melakukannya.
"Gimana kabar lo?"
"Apa kabar?"
"Lo kenapa?"
"Lo nggak apa-apa, kan?"
Kalau kenyataannya memang lagi nggak baik-baik aja, senyum dan jawab baik pun rasanya hal yang susah. Tapi pada akhirnya, gue yakin, kita akan tetap menjawabnya dengan senyum, "Gue baik." atau, "Gue nggak apa-apa."
Soalnya, bilang 'gue kenapa-kenapa' atau 'gue lagi nggak baik-baik aja' atau 'gue ada masalah' nggak bisa semudah itu. Mau orang maksa gimana pun buat kita cerita, kalau diri sendiri aja nggak bisa berkata-kata, kita bisa apa?
Tapi, yah, bilang gue baik-baik aja di saat kita benar-benar merasakannya adalah sesuatu yang bikin lega. Senyum lo bisa setulus itu menanggapi pertanyaan, "Lo kenapa?" dari orang-orang. Semoga kita bisa terus mengucapkannya dengan jujur. Kalau pun bohong, semoga itu nggak lama-lama.
"Bay, lo nggak apa-apa?"
Pertanyaan itu lagi. Entah berapa kali gue mendengar pertanyaan itu akhir-akhir ini. Saat gue tanya balik kenapa, kebanyakan bilang kalau gue beda. Beda gimana? Padahal gue menjalani hari kayak biasanya. Gue kuliah, ikut organisasi, masih main, masih makan mie, masih tidur malam. Apa yang beda?
"Kenapa sih orang-orang nanya gitu terus?"
Ino, dia terkekeh di sebelah gue. Saat ini gue lagi mampir ke kosan Ino sambil nunggu temen-temen lainnya datang. Udah lama kita nggak kumpul, makanya gue pengen lagi ngumpul bareng dan ngobrolin apa aja.
"Gue nanya aja. Nggak apa-apa, kan?"
Gue mengangguk, tidak menanggapi wajah Ino yang keliatan nggak percaya. "Beneran. Nggak apa-apa."
Ino membuang napasnya. "Lo kalau mau cerita sama gue cerita aja, ya."
"Iya."
"Kalau malu cerita soal Re, tenang aja, gue nggak akan ledekin."
"Iy—what?! Kenapa jadi, Re?"
Ino tertawa keras saat gue mulai menaikkan suara dan mengerutkan dahi. "Kayaknya yang lain juga memaklumi kalau lo lagi nggak baik-baik aja," katanya.
Gue menghela napas. Oh, gitu. Orang-orang anggap gue "nggak baik-baik aja" karena gue dan Re punya masalah atau karena gue galau gara-gara Re.
Pada awalnya, mungkin iya. Tapi nggak sepenuhnya benar. Ada hal lain yang sering menganggu gue, bukan cuma soal Re. Jadi apakah gue baik-baik aja? Gue baik, hanya ada beberapa hal yang cukup menganggu—tapi selebihnya tetap gue baik-baik aja.
"Gue nggak apa-apa," kata gue akhirnya.
Ino mengangguk-angguk dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. "Oke, percaya."
Gue ketawa lihatnya. Ino itu tipe orang yang jarang menunjukkan perhatian, tapi sekalinya dia perhatian, ya kayak gini.
"Makasih, No." kata gue, berhasil membuat Ino melirik gue lama.
"Buat?"
"Nggak buat apa-apa. Makasih aja."
"Aneh," seloroh Ino, buat gue ketawa lagi.
"I'm okay, don't worry about me."
Iya, gue nggak apa-apa. Gue baik. Gue pasti bisa menjalani hari ini dengan baik. Besok pun semoga bisa menjalaninya dengan baik. Kuliah, organisasi, pertemanan, bahkan soal Re. Itu semua adalah pilihan gue sendiri dan... gue nggak apa-apa.
Semuanya akan baik-baik aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt Road
Fanfiction"You knew and I knew, that this is not an easy road. It's not that you and I didn't know, that not many flowers bloom on this road."