(17)

6 0 0
                                    

Teruntuk kamu, orang yang aku kagumi dalam diam.

Hai kamu,
Aku tak pernah berharap bisa bertemu denganmu.
Sosok yang entah mengapa berbeda.
Setelah mengenalmu, aku menerima banyak kejutan.
Entah aku yang terlalu pendiam, tak sebanding denganmu yang riang.

Bodohnya, aku terlena dengan hal-hal baru.
Keunikan yang kutemui pada dirimu.
Aku tahu ini salah.
Tak seharusnya aku memiliki rasa ini.
Seharusnya dari awal aku sudah cukup sadar,
dan mematikan rasa yang perlahan tumbuh ini.
Faktanya, yang kulakukan tak sesuai logika.
Aku ingin merasakan rasa yang telah lama mati.
Berkatmu, rasa ini tumbuh dan berkembang hingga saat ini.
Hingga terkadang aku tak bisa mengontrol diri.

Hingga suatu hari tiba.
Aku mengaku untuk yang pertama di hidupku.
Kamu pun akhirnya tahu rasa ini.
Tidak. Sudah lama kamu merasa aku dengan rasa untukmu. Begitu katamu.
Tapi menurutku, tidak. Kurasa aku baru merasa kemarin.
Lebih tepatnya, saat aku kehilangan sosokmu.
Tapi kamu dengan segala opinimu tak menerima pengakuanku.
Kamu, hanya bisa beropini dengan dasar otakmu saja.
Hingga muak, selanjutnya kamu perlahan pergi.
Tak apa, aku bisa menata ulang rasa ini.

Terima kasih pernah hadir.
Sosok sepertimu hanya satu di dunia ini.
Kini, aku harus rela kehilanganmu.
Meski berat sebelah, tak mengapa.
Asal kamu menemukan yang kamu cari.
Sebuah kebahagiaanmu 'kan?

Tapi, sebelum kamu benar-benar pergi.
Pernahkah kamu melihat aku?
Semenit saja? Oh tidak, terlalu lama. Sedetik mungkin?
Aku bisa menebak satu kata darimu.
Tidak. Satu kata singkat yang akan keluar dari mulutmu.
Pendek, tapi mampu membuat berdiriku goyah.
Berawal dari kata tidak, hingga mengakar kalimat yang tak sanggup lagi kudengar.

Maaf, aku tak sanggup.
Mungkin kakiku masih tegap.
Tapi tidak untuk jiwaku.
Kamu hadir membawa warna baru.
Dengan untaian katamu menarikku untuk menyelami dalamnya.
Namun ketika sampai aku tenggelam di dasar.
Bukannya kamu menolongku, malah kembali ke permukaan.
Kamu meninggalkanku yang jatuh tenggelam tak tahu arah.
Ingin aku mengumpat, meluapkan semua rasa hina.
Tapi aku tak bisa. Tidak, aku tak sanggup.
Aku tak setega itu denganmu.
Aku tak mampu mengataimu sejahat itu.
Aku hanya tersenyum, melihat diriku dibodohi.

Walau bagaimanapun, kamu tetap kamu.
Sosok dengan kejutan yang tak pernah henti.
Kamu sukses membuatku terkejut hingga bahagia.
Kamu juga berhasil membuatku tercengang hingga aku tak bisa merasa.

Kepadamu yang telah menumbuhkan rasa ini,
Terima kasih sudah melenyapkan rasa ini hingga mati.
Kini, aku tenang bersemayam di ragamu yang hampa lagi.

-Aldoprasetyopratama

Hanya Coretan BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang