Hey!
Sanggupkah dirimu mendengar?
Apa suaraku terdengar jelas?
Sebuah syukur aku tuliskan,
terima kasih telah membalasku.Kamu tahu aku?
Iya? Ataukah tidak?
Bila tidak, maka kuberi tahu.
Aku adalah dirimu.
Potongan kecil tumbuh dan tinggal dalam dirimu.
Kamu tahu, dirimu begitu terkenal.
Namun, kamu berpura-pura seolah daku tak ada.
Kamu tersenyum?
Kamu tertawa?
Mengapa dirimu begitu munafik?Tapi tunggu, kamu membohongi dirimu sendiri?
Di dalam, kamu tak baik, kamu terluka.
Tak cukup bisa untuk tersenyum.
Tapi, mengapa kamu hidupkan lagi luka di sini?
Kamu merintih, menjerit, tertahan dalam jiwa.
Kamu menangis hingga berteriak.
Lalu, kamu meminta pertolongan.Kemudian, yeah!
Kamu terdiam.
Lalu lihatlah, perhatikan hatimu!
Begitu rapuh, sadarkah bila kamu lemah?
Bahkan hatimu terlihat retak, tak utuh lagi, pecah, dan tak butuh waktu lebih lama, akan hancur.
Pikirkanlah, apakah ini sekadar bualan?
Atau sebuah pukulan jiwa?
Dengan sekali hembusan, kamu dapat menghancurkannya.Lalu suatu ketika, aku berpikir dapat melenyapkan semua.
Aku dapat menghilang dari publik,
dan menenggelamkan diri dalam suatu kesunyian.
Jauh di dalam relung hatiku, mungkin tulang rusukku.
Maka, sebagai ganti dari sebuah kerelaanku,
aku menitihkan air mata.
Meneguk segala rasa yang menyakitkan, menyampingkan dampak suatu hari kelak.
Hingga tanpa kusadari, aku semakin sakit,
hati ini semakin menjerit kesakitan.
Pada akhirnya, aku menyakiti diriku sendiri.Sempatkah kamu berpikir untuk berbagi?
Bercerita tentang kesakitanmu, kepada orang lain?
Sesulit itu 'kah?
Seburuk itu 'kah untuk berkisah?
Tentang sakit, duniamu, lalu nyeri yang bersarang dalam hatimu?
Kepada teman dekat saja, atau dia yang kau percaya?
Kamu masih menggelengkan kepala.
Oh, kamu tak percaya?
Satu saja sebagai pendengarmu?
Kamu bersikeras, menggelengkan kepala.
Satu saja?
Hanya bercerita, kamu tak punya?
Luar biasa!Lalu kedepannya bagaimana?
Apa kamu tak berusaha mencari teman?
Atau orang asing sebagai pendengar?
Jadi bagaimana?Apa kamu tetap akan keras kepala, dengan memutuskan untuk menyimpan?
Memendam segala rasa, hingga kamu tak dapat lagi merasakan?
Baiklah, kurasa itu pilihanmu.
Masa depan ada dalam dirimu.
Kamu dapat menggariskan mulai detik ini.Akhir kata, marilah kita merasakan sakitnya bersama.
Merenungkan segala hal yang bersuara dalam jiwa.-Aldo Prasetyo Pratama