Bab 1 Kepenatan

36 1 4
                                    

Hari ini seperti biasa aku hanyalah manusia biasa yang mengeluh dengan tugas kuliah meski aku tahu itu adalah tugas & tanggung jawabku sebagai mahasiswa.
Perjalananku yang harus ku tempuh, kadang lelah mendera tapi mengingat perjuangan orang tua di kampung sana. Dengan kasih sayang mereka membiayai kuliahku, ayah yang tidak pernah terlihat lelah & menyerah memenuhi kebutuhanku sedangkan ibu yang tidak pernah terlihat bersedih di depanku melainkan senyum yang mengalir memberikan semangat positif dalam perjalanannku. Mereka adalah bagian jiwaku yang jika diuraikan ayah adalah kekasih pertamaku karena pada dasarnya ayah adalah kekasih pertama seorang anak perempuan dan ibu adalah saudara yang tak terdeteksi. Mengapa? Karena ibu tempat mencurahkan hati, keluh kesah. Bahkan tempat curhat ternyaman, untuk ukuran anak kecil mungkin akan menganggap bahwa ibu adalah tempat dimana berceloteh bebas. Dengan riang gembira tanpa beban, sedangkan ketika dewasa ibu adalah sosok dimana kita bisa menceritakan segala kesedihan hidup yang mencoba mendera. Menjadikan ibu sosok inspirasi dalam hidupku. Itulah filosofi orang tua bagiku.

Pukul 9.30 di jam dinding kosku. Berarti hanya 30 menit perjalananku menuju ke kampus sebelum terlambat, aku memang sudah bersiap-siap menuju ke kampus. Aku bergegas meraih tasku dan sedikit melirik diriku di cermin sebelum meraih gagang pintu dan keluar.

Selama perjalanan ke kampus mengendarai mengendarai motorku. Aku terus berpikir kapan lagi pergi mendaki bersama teman-teman yah. Rasanya rindu menyatu dengan alam, menyatukan deru nafas dan kejut nadi dalam tubuh yang mengaliri darah. Begitulah aku, menyukai alam. Dengan alam membuatku merasa selalu dekat dengan Sang Pencipta Alam Semesta yang luas ini, yang jika di teliti tak terbatas.

Bisakah aku egois hari ini? Inginku memejamkan mata dan seketika berada di atas gunung yang berkabut tipis dengan sunrise muncul di ufuk barat. Tapi itu hanya khalayanku saja, mengingat posisiku sekarang berada dimana. Di jalan raya, menyelip berbagai kendaraan, untuk apa berkhayal seperti itu. Bisa-bisa aku mati konyol di jalanan yang jelas-jelas lurus ini. Ucapku merutuki diriku sendiri.

30 menit ku lalui tanpa hambatan berarti. Aku menuju ke lantai 2 kelasku, ogah-ogahan sebenarnya. Mengingat diriku ingin sekali kembali menginjakkan kaki di atas gunung. Kembali mendaki seperti yang selama ini ku jalani di sela-sela rutinitasku sebagai mahasiswa meski tak ku pungkiri sering absen di kampus karena harus memenuhi keinginan hatiku untuk pergi mendaki. Meski bagiku tak mengapa karena jika menunggu libur kampus. Kapan? Ah lama. Begitulah di benakku, selama itu tidak menjadikan nilaiku eror dan masih bisa mengurusnya dengan dosen yang bersangkutan. Why not?

Aku sampai di kelasku. Masih sedikit yang datang, hany ada Arifin Mustafa si ketua tingkat, Firmalisa and her gang. Dan beberapa temanku yang sibuk dengan urusan mereka, mungkin berselancar di dunia maya. Ah.. masa bodoh, yang penting aku tidak merugikan mereka dan tidak menyakiti mereka. Begitulah aku, kadang bermasa bodoh dengan apa yang ada di sekitarku.

Tidak berapa lama dosen datang dan memulai acara mengajarnya yang kali ini diskusi kelompok yang presentasi, ku ikuti alur diskusi dengan fokus. Sesekali aku mengajukan pertanyaan kepada temanku yang merupakan kelompok presentase.

Selama kuliah berlangsung, aku merasa bosan. Kepenatan berbulan-bulan tanpa hobiku yaitu mendaki, pikiranku berkelabat tentang mendaki, mendaki & mendaki. Membosankan..

Pukul 10.30 aku sampai di kostku..
Lelah, letih & lesu? Iya. Jangan tanyakan lagi, badakan seolah remuk. Ingin sekali rasanya berbaring di atas kasur empuk dan memejamkan mata lalu tidur, itulah dibenakku saat ini. Aku segera mengganti baju, menghempaskan diriku di atas kasur kamar kostku.

Aku memposisikan diriku senyaman mungkin. Satu detikn dua detik, dan detik-detik selanjutnya aku telah tertidur dan berlayar ke alam mimpi.

Puku 5.00 aku terbangun.
Astaghfirullah.. aku terlambat shalat ashar sambil menepuk jidat.

Aku mirip orang ketakutan, berlari tunggang langgan mengambil air wudhu. Takut kehabisan waktu salat ashar, bisa-bisanya aku terlambat shalat.

Setelah shalat, rasanya badanku segar kembali. Seperti sudah di charge, aku segera membersihkan diri karena sebentar lagi akan masuk waktu maghrib.

Setelah shalat maghrib, aku seperti biasa yang cuman anak kost makan nasi dan lauk pauk seadanya. Begitulah kehidupan seorang anak kost sepertiku, kadang makan seadanya jika uang kiriman orang tua belum sampai atau bisa makan enak dari biasanya jika sudah ada kiriman orang tua sudah sampai. Tapi kembali lagi, aku seorang mahasiswa yang harus pandai berhemat dan mengatur keuanganku untuk beberapa bulan ke depan.

Aku duduk bersandar di dinding tembok kamar kostku. Di ujung sana di atas lemari kecil di ujung kamarku ada handphone yang berkedip-kedip menandakan telfon masuk.
Aku segera meraih handphoneku dan melihat nama yang tertera di sana kak Kak Winda Hafsari.
"Halo. Assalamu alaikum kak winda"penasaran dalam hati. Tumben banget nelfon.
"Halo. Assalamu alaikum Adinda"diseberang sana
"Gini, kakak sama temen-temen mau mendaki lagi. Kamu mau ikut ngak?"ucap kak winda diseberang sana.
"Beneran kak? Aku mau ikut kalau gitu. Udah lama ngak latihan otot di atas gunung"sambil nyengir kegirangan.
"Oke. Kalau gitu nanti kakak kabarin lagi yah kapan waktunya, soalnya kakak masih harus kabarin Shinta sama Karin. Ngak seru mendaki para cowok itu tanpa kita si pendaki cantiknya. Yah kan?"winda tertawa diseberang sana.
Aku tergelak mendengar kata "pendaki cantik".
"Oke deh kak. Kabarin aja yah, dengernya aja aku udah siap pergi mendaki lagi"
"Iya deh.. adekku yang satu ini, ntar kakak kabarin. Udah dulu yah. Assalamu alaikum"Winda yang kembali tergelak di seberang sana.
"Hehehe. Iya deh kakakku yang satu ini juga. Walaikum salam"kembali tergelak dan mematikan sambungan telfon.

Mountain Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang