Bab 5 Nothing Immposible

15 0 0
                                    

Rasa bosan menderaku, rasanya berjalan-jalan di sore hari di Taman Paduppa bukan ide yang buruk.

Jam 4.00 sore yah, aku sudah berada di Taman Paduppa. Sore ini terlihat banyak orang yang datang menikmati sore hati di taman ini, sekedar melihat sunset atau hanya untuk memadu kasih bagi beberapa pasangan yang tertangkap pandangan mataku. I don't care, karena aku datang sendiri dan hanya duduk melihat suasana taman.

Aku menengadah melihat ke atas langit, tampak biru di atas sana tanpa awan putih sedikitpun.

Aku menarik nafas pelan dan menghempuskannya. Ku raih sebuah bolpoin dan uku berukuran sedang dari dalam tasku. Membuka lembaran kosong dalam buku, mencoret-coret di atas kertas putih itu yang kini terisi tinta hitam.

Senja

Cahaya temaram berpendar di sana
Mengalirkan angin semilir tanpa daya
Menyesakkan dada di antara langkah
Menyibak pesona di dalamnya
Menukar hampa dengan rasa
Di ujung senja yang sama
Namun berbeda tatap dalam langkah

Jepret..

Aku kaget, menoleh ke arah suara.
"Kamu?"dahiku berkerut bingung.
"Iya aku"serasa tersenyum.
Aku diam terpesona, kembali menatap wajah itu.
"Hai nona kecil. Kau baik-baik saja?"melambaikan tangan dan duduk disampingku.
"Ng, nga ngak.. aa ap apa-apa kok"aku berusaha menetralisir perasaanku.
Kenapa tiba-tiba aku deg-degan? Masih berusaha memperbaiki perasaanku.
"Kenapa kamu selalu seperti itu jika bertemu aku? Jangan bilang kamu terpesona sama aku? Ya kan?"sambil tertawa keras.
"Apaan sih kamu, jangan suka kegeeran jadi orang"menonjok pundaknya.
"Auu, kamu sadis yah ternyata. Di balik mata teduh dan wajah sendumu ternyata ada macan betina"meringis mengelus pundaknya.
"Habisnya, jadi orang tuh jangan nyebelin. Ngapain sih kamu ada di sini? Gangguin orang aja"dengan nada kesal.
"Nona kecil, liat sekelilingmu. Ini taman, tempat umum jadi siapa saja bisa datang. Aku baru tahu ternyata kita tinggal di satu kota hanya berbeda tempat, aku sendiri hobi photografi selain mendaki. Jadi apa hakmu melarangku datang ke sini?"menatapku tajam seolah aku manusia paling bersalah di dunia.
"Aku ngak ngelarang kamu, tapi kamu gangguin aku. Ngapain juga foto aku segala. Sini, hapus ngak?"berusaha merebut kameranya.
"Eh, enak aja. Ngak bisa dong, kamera punyaku. Aku bebas dong mau foto siapa aja, by the way liat deh. Kamu sangat natural terlihat di antara bias cahaya senja"kini memperlihatkan hasil fotonya.
Aku hanya melirik sekilas, dan kembali mengagumi hasil foto yang di ambil.
"Ternyata kamu sangat foto jenik, boleh dong jadi objek fotoku lain kali?"kini kembali menatapku dengan tatapan tulus.
"Ngak tahu"balasku pendek berusaha menetralisir hatiku yang terus bergejolak.
"Oke. Pikirin aja dulu, aku ngak maksa kok"dengan nada datar.
Aku masih diam, menatap senja di ujung sana yang mulai tenggelam menyisakan gelap.
"Ini milikmu. Aku harus segera pergi, sampai jumpa nona kecil"bangkit lalu pergi secepat mungkin
Aku menoleh dan kini terlihat jauh dari pandanganku, hanya tubuh tegap dan tinggi yang terlihat.

Aku masih terdiam beberapa saat, lalu memasukkan bukuku dan melangkah menuju ke arah motor metic milikku untuk segera pulang.

Mountain Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang