"Kau mengingatkan, bahwa lebih baik mengenang satu kebaikan."
Someone
***
"Gue nggak bakal nyerah," ucapnya, kemudian berjalan dengan riang untuk pergi.
Bu Antik menggelengkan, tetapi ketika suatu kesadaran menyentaknya ia berkata, "loh, kok Rama pergi nggak pamit? Awas kamu, seenaknya saja sama saya."
Bagaimanapun, kalimat itu berartikan bahwa sang most wanted player yang tidak bisa dikeluarkan seenaknya dari sekolah ini pasti akan mendapat ganjaran dari hikmah hidupnya.
***
"Baik, kedua belah pihak telah resmi melakukan taruhan, ya." Suara gadis dengan keceriaan sepanjang masa memulai cerita.
Pemuda di sampingnya mengacak gemas puncak kepala gadisnya, yang dibalas senyum lebar dari gadis berambut sebahu itu.
"Ini resmi di atas materai enam ribuan." Pemuda berkulit putih itu menutup kembali buku tulis bersampul cokelat yang kini dianugrahkan padanya untuk ia simpan dan ia jaga sepenuh jiwa.
"Besok kalian gue kasi foto copy-annya. Kalo gitu, kita cabut dulu ya, Ma, Ra." Pemuda itu bangkit bersama dengan gadisnya.
Tiara hanya tersenyum kecil melihat sepasang kekasih pergi menjauh dari hadapannya, sementara ketika ia melirik ke arah Rama, pemuda itu tengah menatapnya dengan senyum lebar yang menampakkan deretan gigi rapih nan putihnya. Tiara tidak mau tahu pasta gigi apa yang digunakan seorang Gusti Rama.
"Udah resmi aja kita ya, Ra," ucapnya berdecak kagum. Menumpukan kepala pada kepalan tangan, pemuda berambut kurang rapih itu memusatkan perhatian pada wajah indah di sampingnya.
Gusti Rama tidak memungkirinya, senyum gadis di sampingnya sungguh manis. Belum lagi wajahnya, wajah itu seakan menunjukkan kebaikan malaikat. Gusti Rama tidak munafik, Mutiara April sungguh berkilau.
Rama mungkin mengenal beberapa gadis, kemudian ia membayangkan wajah mereka ketika tertawa, tersenyum, menangis, atau marah. Sembilan puluh delapan persen semuanya ia bisa tebak dengan benar. Anggap saja Gusti Rama tidak ada kerjaan, meski aslinya ia hanya ingin tidak terlalu terkejut dengan reaksi ketika dirinya akan mengakhiri permainan.
Namun, dalam wajah Mutiara April, ia tidak bisa membayangkannya, wajah marah, sedih, ataupun menangis. Wajah itu terlalu tulus.
Padahal, dari garis start permainan gadis cantik berbulu mata lentik itu pernah menyambutnya dengan wajah buruk. Ah, ia lupa, bukan wajah buruk, tetapi wajah kesal yang imut. Itu dia anehnya, wajah buruk itu cepat hilang dari ingatan Gusti Rama, kemudian digantikan ingatan baru dengan senyum tulus dari wajah itu.
"Gue bisa tuntut lo kalo main curang, awas aja." Tiara mengibaskan rambut panjang yang hari ini ia ikat setengah biasa.
Tiara melakukannya, perjanjian tertulis resmi dengan materai enam ribuan itu. Anggap saja ia sedang berjaga-jaga dari Rama, meski alasan utamanya hanya agar ia semakin kuat mengukir niat. Ia hanya membentengi diri untuk tidak menjilat ludah sendiri dengan membatalkan taruhan mereka ketika ia mulai merasa takut nanti.
Adel dan Vano, kedua orang itu adalah manusia pilihan Tiara sendiri. Ia percaya kedua kawannya itu akan menjaga rahasianya, karena apa? Karena Vano dan Adel adalah kawan Samudra. Hanya itu alasannya, tidak lebih, tidak kurang.
"Oh, iya, gue bakal terus nembak lo di depan umum dengan cara teromantis-"
"Gue nggak bakal nerima lo-"
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR (Sahabat Rasa Pacar)
Teen Fiction14++ Jangan jadi plagiat, dosa. best cover by @prlstuvwxy "Lepasin dia sekarang!" "Kenapa gue harus lepasin dia?" Rama memandang remeh lawan bicaranya itu. "Karena ... dia sahabat gue!" Ekspresi dingin tidak pergi dari wajah tampan Samudra. "Lo cum...