[1]. Sucks!

212 69 41
                                    

                                 Nalayara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nalayara

"Bagaimana?"

Suara berat kakek membuat penghuni meja makan mengangkat wajahnya dari piring masing-masing. Semua berhenti mengunyah, kecuali Nalayara. Gadis itu masih terus mengunyah kulit ayam crispy hingga meninggalkan bunyi kriuk yang membuat mami dan papi saling pandang. Melihat tatapan dingin kakek ke arah anak gadisnya itu, mami langsung menendang kaki Nala, hingga gadis itu mengaduh kesakitan.

"Aduh, aduhh... mamiii... sakit tau!" respon Nala berlebihan.

Tentu itu hanya aktingnya saja, sebab sebenarnya mami hanya menyenggol kakinya, bukan menendang dengan kekuatan super. Mami melotot, membuat Nala akhirnya mengecilkan suaranya. Nala melirik kakek. Dia tahu, apa yang sedang ingin kakek bahas sepagi ini. Pertanyaan yang belum berubah sejak dua bulan belakangan.

Kakek menatap Nala dengan pandangan meminta jawaban. Nala menghembuskan napas berat, dia tahu kakek sedang menekannya. Namun untuk saat ini, tampaknya Nala belum punya jawaban untuk menyenangkan hati kakeknya. Nala kembali melirik kulit ayam yang belum sempat dihabiskannya. Impiannya menikmati kulit ayam tanpa gangguan pertanyaan apapun sudah hancur berkeping-keping.

Kakek terbatuk. Batuk yang disengaja. Ya, Nala tahu, kakek masih menunggu jawabannya. Nala kembali melirik kakek. Kakek menaikkan sebelah alisnya.

"Bagaimana?" ulang kakek.

Nala menggeleng, "Belum, Kek," jawabnya lemah.

"Kalau begitu biar kakek saja yang putusin," sergah kakek.

Nala terkejut, menggeleng sekuat tenaga ke arah kakek. Ini gimana ceritanya coba, dia yang pacaran tapi kakek yang mutusin. Nala masih menggeleng-geleng ke arah kakek dengan wajah memelas. Biasanya kakek akan sedikit luluh jika melihat wajah cucu kesayangannya itu berubah menjadi mendung. Tapi rasa-rasanya, wajah memelas yang ditunjukkan Nala tidak berlaku pagi ini.

"Aku nggak mau putus dari Marco, Kek," jawaban Nala membuat kakek melotot.

"Kenapa?" tanya kakek.

"Ya, karena kami pacaran, Kek. Pacaran itu nggak boleh putus," jawab Nala tegas, berusaha meyakinkan kakek bahwa dia bersungguh-sungguh dengan Marco.

"Siapa bilang?! Yang nikah aja bisa pisah kok," celetuk mami sambil mengunyah roti.

Nala masih lapar, dan ucapan mami membuatnya ingin menelan mami hidup-hidup. Tapi Nala ingat, mami itu bukan makanan.

"Tapi, Miii..." ucapan Nala tertahan ketika mendengar kakek berdeham.

"Marco baik sama kakek. Marco baik sama papi dan mami. Marco juga baik sama aku. Lantas, kenapa kakek ingin sekali aku putus dengan Marco?" suara Nala mulai serius.

"Baik yang seperti apa maksudmu?" tanya kakek.
Ah, suara kakek lebih terdengar seperti menantang. Nala menunduk.

"Kakek melakukan ini untuk kebaikanmu!"

Imperfect WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang