[5]. Malam yang Canggung

90 26 58
                                    

“Dia tinggal di rumahmu?!” pekik Priyanka tak percaya.

Nala mengangguk seraya merebahkan punggung di kursi kerjanya. Dia mengurut dahinya pelan. Setelah panjang lebar menceritakan kekesalannya terhadap Genta hingga kedatangan Genta ke rumahnya secara tiba-tiba, Priyanka hanya bisa kaget seraya menutup mulutnya.

“Kok bisa?” Priyanka akhirnya menggeser kursinya lebih dekat, antusias sekali mendengar kabar mengejutkan ini.

“Anak sahabat mami,” Nala menjawab lemah. “Aku nggak ngerti kenapa Tuhan mengenalkan aku dengan manusia setengah salmon itu!”

Priyanka terkikik geli. Dia tentu masih ingat bagaimana murkanya Nala saat pertama kali bertemu Genta, hingga lelaki itu menabrak dan meremukkan laptop kerja sahabatnya. Bagaimana bisa sekarang Nala dan lelaki paling menyebalkan di dunia itu tinggal di satu atap yang sama?

“Tapi dia tampan, loh!” celetuk Priyanka, membuat Nala menoleh tak percaya.

“Maksudmu?”

“Yaaa kapan lagi bisa satu rumah dengan pria tampan macam dia?” Priyanka mengerling nakal.

“Dia bukan seleraku!” Nala membuang muka.

“Sekarang emang belum selera, tapi dua atau tiga tahun ke depan siapa yang tahu, ya?” Priyanka terkikik.

“Dia nggak akan tinggal di rumahku selama itu!” Nala keki.

“Emang bisa jamin?”

Nala tampak berpikir, “Ya kamu bantu doalah! Biar dia cepat keluar dari rumahku,”

“Lagian kenapa harus buru-buru mendoakan dia agar cepat keluar dari rumahmu sih? Kan seru, jadi ada mainan baru kalau aku mampir ke rumahmu,” Priyanka tertawa.

Nala ternganga mendengar ucapan sahabatnya, “Kok kamu jadi genit sih?”

Priyanka cekikikan karena berhasil membuat Nala makin kesal.

“Kamu ini, ada cowok cakep kok dimusuhin!” cibir Priyanka.

“Seleramu itu bener-bener yaaa…” Nala geleng-geleng kepala, merasa salah tempat telah curhat dengan Priyanka.

“Kamu aja yang nggak mau mengakui kalau dia itu emang cakep. Sebelas dua belaslah sama pacarmu yang sok sibuk itu,” Priyanka nyengir.

Sudah biasa. Nala tak mau mendebat Priyanka soal ucapannya yang mengatakan bahwa kekasihnya itu sok sibuk. Karena memang pada kenyataannya, Marco tampak selalu sibuk.

“Ngomong-ngomong, Marco sudah tahu?”

Nala menghela napas panjang, tidak penting juga memberitahu Marco tentang keberadaan Genta di rumahnya. Toh, itu permintaan kakek, bukan dirinya. Membahas Genta lebih dulu hanya akan menimbulkan kesalahpahaman. Padahal jelas sekali bahwa Nala tak ingin Genta ada di sini.

Tiba-tiba, Shinta dari divisi pemasaran masuk ke ruang kerjanya, “Mbak Nala, dipanggil Pak Arsel ke ruangannya. Beliau minta dibawakan dokumen yang kemarin.”

“Oke.” sahut Nala seraya mengambil beberapa berkas di sudut mejanya.

“Aku ke sana dulu,” Nala bergegas keluar pintu.

“Nal…” panggil Priyanka tiba-tiba.

Nala menoleh, lantas menatap Priyanka dengan tatapan ‘ada apa?’

“Kapan aku diajak main ke rumahmu?” Priyanka nyengir.

Nala melotot kesal, lantas ke luar ruangan dengan membanting pintu.

* * *

Menjelang magrib, Genta memutuskan tak langsung pulang ke rumah. Bukan keputusan yang baik jika pulang terlalu cepat sementara yang punya rumah masih bersibuk ria di luar sana. Genta tahu itu dari kakek, yang bahkan di usia senja begitu masih sibuk mengurus perusahaannya. Genta sendiri baru akan bekerja awal bulan nanti, jadi ia masih punya beberapa hari lagi menikmati liburannya sembari mengenal lebih jauh sisi kota Jakarta ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Imperfect WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang