Sungguh hari ini sangat menjengkelkan. Hari yang sangat sial. Kenapa hari ini begitu menjengkelkan?. Hari ini tanggal 23 Marer. Tadi pagi aku datang terlambat karena alarm ku mati, lalu setelah sampai di sekolah guru yang saat itu sedang piket menyuruhku untuk lari keliling lapangan sebanyak tujuh kali, berkat hukumannya itu aku mendapatkan luka dilutut sehingga aku harus dirawat di UKS. Kemudian, saat aku masuk kelas, ternyata saat jam pelajaran pertama diadakan ulangan mendadak jadi karena aku tidak mengikuti jam pelajaran pertama aku harus mengikuti ulangan susulan dengan lima soal tambahan. Sungguh ini membuatku kesal setengah mati.
Tidak hanya sampai disitu saja. Hari ini teman-teman sekelasku mengabaikanku menganggap seolah-olah aku ini tidak ada. Bahkan Ino dan Hinata juga begitu. Okay mungkin Hinata aku bisa mengerti karena dia masih marah kepadaku, tapi Ino tanpa alasan yang jelas ia menjauhiku. Aku seperti di bully di dalam kelasku sendiri. Hingga saat pulang sekolah pun mereka masih mengabaikanku. Aku yang saat itu marah, kesal dan sedih langsung pulang ke rumah tanpa menunggu Ino yang biasanya mengantarku pulang.
Dan di sinilah aku, di dalam kamar sedang menangis tersedu-sedu karena kesialan yang terus saja menimpaku. Bahkan baju seragamku belum kuganti dengan baju rumah. Aku tidak peduli. Intinya saat ini aku ingin menangis berharap dengan tangisanku ini semua kesialan yang menimpaku akan ikut terbuang bersama dengan air mataku.
Karena terlalu lama menangis aku sampai ketiduran, badanku lengket karena keringat, belum lagi mataku bengkak sehabis menangis. Rupaku sekarang seperti monster. Tanpa basa-basi aku langsung melesat ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhkan dari keringat dan hal lainnya yang membuatku tak nyaman. Dua puluh menit lamanya aku berada di kamar mandi.
Kini aku telah mengganti seragamku dengan piyama berwarna pink yang terdapat gambar Hello Kitty disetiap sisinya. Rambutku baru saja dikeramas jadi aku membungkusnya dengan handuk agar cepat kering. Hahh hari ini rumah sangat sepi. Orang tuaku sedang pergi ke luar kota. Entah sampai kapan mereka kembali aku juga tidak tahu. Sebenarnya sejak dulu aku ingin mempunyai saudara, tapi ibu bilang merawatku saja sudah membuatnya repot apalagi kalau aku memiliki adik. Untung saja ibu menyewa asisten rumah tangga yang selalu menemaniku kalau Ibu dan Ayah pergi ke luar kota.
Sedang asik-asiknya berpikir aku dikejutkan dengan lampu yang tiba-tiba padam. Sial, apakah Ibu lupa membayar listrik? Karena yang saat ini sedang kulihat dijendela hanya rumahku yang lampunya padam. Aku segera mengambil handphoneku yang berada di atas tempat tidur. Aku bahkan tidak mengisi baterainya tadi karena terlalu sibuk dengan acara menangisku. Tapi, setidaknya baterainya masih cukup untuk menyalakan senter.
Aku segera turun dari lantai dua menuju ke bawah. Kamarku berada di lantai dua bersama dengan kamar kedua orang tuaku hanya berbeda letaknya saja, kamar kedua orang tuaku berada tepat di depan tangga sedangkan kamarku berada di bagian belakang hampir berdekatan dengan ruang kerja ayahku. Pelan-pelan aku melangkah menuruni tangga, sumpah rumah ini sangat menyeramkan.
Srek srek
Apa itu? Astaga aku tidak ingin bermain hantu-hantuan sekarang. "Bibi, bibi BIBI." Aku takut, sangat takut malahan, hampir saja air mataku meleleh karena tidak mendapatkan respon dari asisten rumah tanggaku yang sering kupanggil bibi. Aku yakin dia masih ada di rumah ini karena ini belum jam sembilan malam, ini baru jam delapan malam. Bahkan tadi sebelum mati lampu aku masih mendengarnya bertanya apakah aku ingin makan malam atau tidak. Tapi, sekarang dimana dia. Apakah ada pembunuh yang masuk di dalam rumah? Okay aku mulai tidak waras, mungkin ini efek dari padamnya lampu.
Ceklek
"HAPPY BIRTHDAY."
Lampu seketika langsung menyala kembali. Mataku berusaha menyesuaikan cahaya dari lampu. Siapa? Siapa yang berteriak seperti itu? Ternyata itu teman-temanku. Lihatlah mereka membawa tiga kue ulang tahun. Kue pertama dipegang oleh Ino posisinya berada ditengah aku juga melihat Hinata berada di sampingnya. Kue kedua dipegang oleh teman-teman sekelasku dengan perwalian Shion sebagai orang yang memegang kue itu. Dan kue ketiga dipegang oleh Gaara-senpai yang berada sebelah kanan Ino sementara teman-teman sekelasku berada disamping kiri Hinata.
"SELAMAT ULANG TAHUN~~, SELAMAT ULANG TAHUN~~, SELAMAT HARI ULANG TAHUN~~, SELAMAT ULANG TAHUN~~." Asal mereka tahu kalau lagu yang mereka nyanyikan sangat fals membuat telingaku sakit.
"Happy birthday Sakura make a wish."
Aku meniup lilin dari semua kue ulang tahun yang mereka bawa saat ini. Kemudian, kututup mataku dan membuat permohonan dengan harapan bahwa permohonanku akan benar-benar terkabul.
'Aku harap semua orang mendapatkan kebahagiaannya.' Mohonku dalam hati.Hinata datang bersama Ino di sampingnya. "Oh apakah hadiah ini untukku?" Tanyaku saat Hinata datang dengan membawa sebuah kotak yang dilapisi kertas kado berwarna biru laut. Ino yang tahu bahwa aku bermaksud menggoda Hinata juga langsung meluncurkan argumen-argumennya. Hinata sangat menggemaskan walaupun ia marah kepadaku Hinata tetap hadir dalam pesta dadakan ini. Aku tahu dia tidak akan bisa marah terlalu lama kepadaku.
"Tentu saja ini untukmu. Bahkan dia yang merencanakan acara kejutanmu ini."
"Benarkah? Owh aku sangat tersentuh mendengar hal itu."
Aku dan Ino langsung cekikikan saat melihat wajah masam Hinata. Menggoda Hinata adalah hal yang paling menyenangkan. "Hmmm. Sepertinya kami harus pergi. Sakura belakangmu." Ino mengambil paksa kado yang berada dalam genggaman Hinata lalu memberikannya padaku. Kemudian mereka langsung pergi. Ada apa dengan mereka? Menuruti perintah Ino untuk melihat ke belakang dan betapa terkejutnya aku saat melihat Gaara-senpai sedang berada dibelakangku sambil membawa kotak kecil yang dilapisi dengan kertas kado berwarna merah. Aku bahkan lupa dia ada disini."Hai. Happy birthday. Ini untukmu." Ucapnya sambil memberikanku kotak yang tadi dipegangnya.
"Ah terimakasih untuk ucapan dan kadonya." Sumpah ini sangat canggung, aku dan Gaara-senpai hanya terdiam. Aku dengan pemikiranku dan Gaara-senpai dengan pemikirannya. "Ah silahkan dibuka kadonya." Katanya tiba-tiba membuatku agak terkejut. Namun, aku hanya mengangguk dan membuka kado yang berada dalam genggamanku ini.
"Sapu tangan?" Tanyaku saat melihat isi dari kotak yang dilapisi kertas kado berwarna merah itu. Sapu tangan ini berwarna putih dengan pinggiran berwarnan biru tua, lalu diujung bawah sebelah kiri terdapat huruf 'S' besar. "Iya sapu tangan."
"Kenapa sapu tangan?"
"Agar nanti saat aku tidak berada di sampingmu. Lalu kau menangis, usaplah air matamu menggunakan sapu tangan ini. Anggap saja aku yang menghapus air matamu. Dan sapu tangan ini adalah perwakilanku."
"Aa. Aku mengerti." Sebenarnya bukan sapu tangan ini yang ingin kuminta pada Gaara-senpai. Tapi mendengar perkataannya tentang sapu tangan ini aku jadi tersentuh. Lagi dan lagi dia masih saja memperdulikan aku yang telah menyakitinya. "Sebenarnya aku ingin hal yang lainnya." Ungkapku berterus terang.
"Minta saja akan aku kabulkan."
"Kau terdengar seperti Ibu Peri." Dia tertawa mendengarku berkata seperti itu. Aku bersyukur karena dia sudah bisa bercanda denganku lagi.
"Ya aku memang Ibu Peri yang akan selalu membahagiakanmu. Jadi, apa keinginanmu."
"Aku ingin menjadi pasanganmu dalam pesta prom night minggu depan."
"Oh itu, tentu saja permohonanmu terkabul."
Aku senang Gaara-senpai mengabulkan permintaanku. Tapi, aku lebih senang lagi karena aku dan dia tidak secanggung beberapa hari yang lalu. Ketahuilah Gaara-senpai, aku selalu mengharapkan yang terbaik bagimu. Karena aku telah menemukan sosok seorang Kakak pada dirimu. Aku menyayangimu seperti seorang Adik yang menyayangi Kakaknya.