CHAPTER 13

2.8K 122 0
                                    

**

Dysta pergi ke kantor dengan tidak bersemangat. Setelah bangun tidur, ia sadar yang di alaminya bukanlah mimpi namun kenyataan, kenyataan pahit yang harus ia terima.

Dysta masuk ke dalam lift, di dalam juga ada beberapa karyawan yang akan naik ke lantai atas.

"Pagi Bu Dysta" sapa salah satu karyawan bernama Arsen.

"Pagi" balas Dysta dengan senyum tipis.

"Bu Dysta nanti jam makan siang kosong nggak? Kalau kosong bagaimana jika Ibu ikut saya makan siang bareng" ajak Arsen antusias. Bukan hal aneh lagi jika Arsen mengajak Dysta, bahkan satu kantor pun tahu bahwa pria itu sudah lama menaruh hati pada sang CFO. Dan Dysta sebenarnya tahu kalau Arsen menyukainya, namun Dysta tak menggubrisnya. Dulu ia masih menjaga jarak dengan spesies yang namanya laki-laki karena masa lalunya. Tetapi sekarang keadaannya berbeda, mungkin inilah saatnya Dysta mencoba membuka hatinya, mencoba menerima orang baru di hidupnya.

"Baik. Saya kosong nanti siang. Jadi lunch di mana?"

"Eh beneran ibu mau makan bareng saya?" Tanya Arsen memastikan. Pasalnya dulu saat Arsen mengajak gadis itu makan selalu saja ditolaknya. Namun sekarang gadis itu menerima ajakannya. Hati pria tersebut senang bukan main, ia berhasil selangkah lebih dekat dengan pujaan hatinya.

Dysta terkekeh kecil dengan keheranan Arsen. "Iya. Jadi mau lunch di mana?" Tanya Dysta lagi.

"Di Café dekat kantor aja"

"Oke sampai bertemu nanti Arsen" ujar Dysta dan bersamaan itu pula pintu lift terbuka, gadis itu keluar dan masuk ke ruangannya.

**

Sekarang Dysta dan Arsen berada di café, dengan makanan pesanan mereka yang menghiasi meja.

"Saya senang banget, kali ini ibu tidak menolak ajakan saya" ujar Arsen sembari memakan makanannya. Dysta hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Kalau di luar jam kantor jangan panggil saya dengan sebutan formal. Panggil Dysta aja"

"Oh oke"

Setelah itu mereka menghabiskan jam makan siang dengan obrolan-obrolan ringan, dan sesekali juga membahas masalah kantor.

"Ehm Dys. Bolehkah aku minta nomor ponselmu?" Tanya Arsen ragu.

"Eh emm bukan untuk apa-apa. Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat saja" sahut Arsen cepat-cepat ketika melihat respon Dysta yang melihatnya dengan kening berkerut.

"Ohh. Oke boleh" jawab Dysta menyetujui. Arsen memberikan ponselnya kepada Dysta, terlihat Dysta mengetikkan sesuatu di ponselnya, selang satu menit ponselnya sudah kembali ke tangannya.

"Udah aku save di ponselmu"

"Terima kasih"

"Sama-sama" 

Setelah selesai makan siang, mereka kembali ke kantor. Dan mulai berkutat dengan setumpuk berkas-berkas lagi.

**

Sekarang Dysta dan kedua orang tuanya berada di rumah kakeknya. Beliau meminta anak beserta cucunya menginap menjelang pertunangan Dio. Dan besok malam merupakan hari pertunangan itu.

Dysta melangkah menuju balkon kamarnya. Udara malam menusuk kulitnya. Ia menatap langit malam yang mendung, bahkan langit pun sekarang turut bersedih seperti Dysta. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke bawah, taman yang ada di samping mansion kakeknya. Ia menatap tanaman yang ada di sana dengan pandangan kosong.

Dysta melamun sampai tak menyadari seseorang menyelinap masuk ke dalam kamarnya dan sekarang berdiri di belakangnya. Seseorang tersebut memeluk Dysta dari belakang, membuat Dysta sadar dari lamunannya dan terkejut.

"Kak Dio!!"

"Ngapain kakak di sini!!?"

"Lepass kak!!"

Dysta mencoba melepas pelukan Dio di pinggangnya, bukannya terlepas namun malah Dio semakin mengeratkan pelukannya.

"Ssttttt. Sebentar saja Love. Tolong sebentar saja" ucap Dio lirih. Dysta berhenti memberontak, ia membiarkan Dio memeluknya. Lima belas menit mereka menikmati momen indah itu tanpa sepatah kata pun. Berharap dalam hati kalau waktu berhenti saat ini juga.

"Lupakan aku kak. Lupakan semua tentang kita. Kita selesai. Jadi aku mohon jangan ganggu aku lagi" ucap Dysta memecah keheningan di antara mereka. Dysta menatap manik mata Dio, manik mata yang dulu ia kagumi, bahkan sampai saat ini.

"Sebisa mungkin batasi interaksi denganku. Aku tidak ingin kakak mengecewakan kakek, apalagi besok kakak bertunangan. Aku tidak ingin mengganggu hubungan kalian"

Dio hanya bergeming menatap gadisnya. Masih pantaskah Dio menganggapnya gadisnya. Ya, karena sampai kapan pun Dysta adalah gadisnya. Cintanya.

"Boleh aku meminta satu hal padamu" ujar Dio setelah bungkam beberapa saat. Dysta hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai jawaban. Namun Dio tidak menjawab.

Mata Dysta membelalak, semua ini begitu cepat, ia terkejut. Dio menciumnya, tepat di bibirnya. Ia merasa Dio melumat bibirnya pelan, terbuai dengan keadaan, Dysta memejamkan matanya perlahan. Mengalungkan tangannya di leher Dio dan membalas ciuman pria itu. Tidak ada nafsu dan gairah dalam ciuman mereka. Hanya ada rasa kerinduan, ketulusan, dan kepasrahan. Bahkan mereka bersama-sama meneteskan air mata, menangis dalam diam.

**

Simpul Hati (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang