CHAPTER 7

3.1K 122 0
                                    

**

Lagu We Don't Talk Anymore milik Charlie Puth mengalun indah mengiringi perjalanan sepasang sepupu itu. Sesuai janjinya, pagi ini Dio mengajak Dysta jalan-jalan.

"Kak Dio sebenernya mau ajak aku ke mana sih?"

"Nanti kamu juga akan tahu sendiri" Dio masih tidak ingin memberi tahu adiknya.

"Kalau kamu capek mending tidur aja. Nanti kakak bangunin kalau udah sampai"

"Baru juga bangun tidur kak, masa disuruh tidur lagi, emangnya aku kebo apa" jawab Dysta dengan mencebikkan bibirnya, pura-pura merajuk.

"Hahaha baru sadar ternyata" ejek Dio semakin semangat mengerjai adiknya.

"Ihhhh kak Dio gitu banget sih jadi orang" kesal Dysta hingga mencubit pelan pinggang Dio.

"Oke-oke maaf-maaf. Bahaya sayang, kakak lagi nyetir. Nanti kalau nabrak gimana?" ucap Dio memperingati.

"Habisnya kakak itu suka banget ngejek aku, dari orok sampai sekarang hobi banget ngejekin orang" ucap Dysta bersungut-sungut.

"Habisnya kamu lucu kalau lagi kesel, tambah cantik" tutur Dio merayu adiknya yang merajuk.

Mendengar penuturan kakaknya itu, mau tidak mau membuat Dysta tersipu. Untuk menutupi rona di pipinya ia hanya diam dan mengalihkan pandangan ke jendela di samping kirinya. Sedangkan Dio hanya terkekeh melihat reaksi gadisnya tersebut.

**

Tak terasa setelah beberapa jam, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan mereka. Dio melihat bangku di sebelahnya, ternyata gadisnya tertidur.

"Sayang bangun, kita udah sampai" Ia mencoba membangunkan gadis itu dengan menggoyangkan lengannya pelan.

Terdengar gumaman kecil dari bibir mungil gadis itu. Mata lentiknya mengerjab, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.

"Emmm udah sampai ya kak?" tanya Dysta dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Iya. Ayo turun" Dio membantu melepaskan seatbelt yang dipakai Dysta, setelahnya ia keluar dari mobil.

Dysta membuka pintu mobil. Terdengar suara deburan ombak dan angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambutnya. Ternyata Dio membawanya ke pantai.

"Ini dimana kak?" tanya Dysta setelah mereka berjalan bersisihan menuju bibir pantai.

"Pantai Pasir Putih di Kepulauan seribu"

Air laut membasahi telapak kaki Dysta, memberikan sensasi segar setelahnya. Indah sekali. Batinnya. Sepasang tangan melingkar di pinggangnya, hembusan napas terasa hangat di tengkuknya.

"Gimana indah bukan?"

"Hmm. Udah lama aku nggak pernah ke pantai sejak SMP, rasanya bener-bener rileks"

"Dys"

"Hmm"

"Boleh aku manggil kamu Love?"

"Love?"

"Iya. Dysta Felova Wijaya. Felova. Love. Aku ambil dari nama kamu Felova"

"Hahaha ada-ada aja kakak ini. Hmm terserah kakak mau manggil aku apa"

Sehari penuh mereka menghabiskan waktu berdua di sini. Gelak tawa tak pernah surut dari dua sejoli tersebut. Seolah tidak akan ada lagi hari esok.

"Udah sore. Kita ke Cottage ayo" ajak Dio menggandeng tangan Dysta.

"Cottage? Kita nginap di sini kak?"

"Nggak. Kita cuma mau bersihin badan aja. Kamu nggak dingin apa? Baju kamu kan basah"

Sebelum Check In mereka membeli baju ganti di toko dekat pantai. Setelah Check In, mereka masuk ke kamar mereka. Di ruangan itu terdapat ranjang berukuran king size, di depan ranjang ada sofa beserta mejanya dengan LED TV hadapannya. Di pojok kanan kamar terdapat kamar mandi, lalu di ujung kamar terdapat balkon yang menghadap bibir pantai.

"Kamu mandi duluan sana, habis itu baru kakak"

"Oke kak" jawab Dysta dan langsung ngacir ke kamar mandi. Sedangkan Dio melangkah ke balkon kamar, menatap pemandangan ombak pantai. Selang dua puluh menit, Dysta selesai dengan mandinya bergantian dengan Dio.

Tokkk Tokkk. Dysta yang mendengar ketukan pintu, menghampiri dan membukanya. Terlihat pelayan Cottage mengantar makanan mereka.

"Masuk aja mbak" ujar Dyta. Setelah Dysta mengucapkan terima kasih, pelayan tersebut keluar dari kamar mereka.

Ceklekkk. Dio keluar dari kamar mandi dan menuju sofa depan ranjang. Mereka memakan makan sorenya dengan khidmat. Setelah selesai makan, Dio mengajak Dysta ke balkon kamar.

"Wahh sunset" ujar Dysta heboh. Dio yang melihat itu terkekeh pelan.

Dio membalikkan badan Dysta, menghadap dirinya. Tangan Dio masih bertengger di pundak Dysta. Dio menatap manik mata Dysta dengan sorot mata serius. Dysta yang ditatap seperti itu oleh Dio heran.

"Love" Dysta hanya mengangkat alis matanya merespon panggilan Dio.

"Kakak tahu hubungan kita nggak akan berjalan lancar seperti hubungan orang lain pada umumnya. Satu hal yang kakak mohon sama kamu. Apapun yang terjadi nanti di antara kita, jangan pernah hilangkan rasa itu untuk kakak. Begitupun dengan kakak, kakak akan pertahanin rasa itu untuk kamu. Hanya untuk kamu"

"Dysta Felova Wijaya, aku Dio Airlangga Wijaya, sangat sangat mencintaimu. Aku berharap kelak kamu yang akan mendampingiku sampai Tuhan sendirilah yang akan memisahkan kita" ujar Dio tegas.

Mata Dysta berkaca-kaca mendengar penuturan dan keseriusan Dio. Ia merasa bahagia, sangat bahagia, seperti ada kupu-kupu beterbangan di perutnya.

"Dio Airlangga Wijaya, Aku Dysta Felova Wijaya, juga sangat sangat mencintaimu" balas Dysta dengan senyum manis di bibirnya.

Dio tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, ia langsung memeluk erat gadisnya itu. Dysta juga membalas pelukan Dio.

Perlahan Dio melonggarkan pelukannya. Ia menatap wajah gadisnya. Perlahan-lahan dan dengan pasti ia mengikis jarak di antara mereka. Dysta memejamkan matanya perlahan, sampai ia merasakan benda kenyal nan lembut menempel di bibirnya, mengecupnya dalam. Perlahan Dio melumat bibir Dysta, penuh perasaan dan cinta. Dysta pun membalas ciuman kakaknya. Dengan disaksikan keindahan matahari tenggelam, mereka hanyut dalam euforia kebahagiaan mereka.

**

Simpul Hati (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang