CHAPTER 12

2.9K 125 0
                                    

**

Selama tiga bulan terakhir ini, Dio semakin intens mendekatinya saat berdua saja. Dan selama itu pula Dysta menghindar berkali-kali, bahkan pernah sampai adu mulut dengan Dio. Tetapi berbeda saat bersama keluarga besar, Dio menjadi pendiam namun selalu memperhatikan Dysta. Itu yang membuat Dysta terganggu, ia takut jika kakeknya tahu. Seperti saat ini, saat dinner dengan keluarga besar.

Namun ada hal berbeda pada dinner kali ini. Tuan Hardi mengundang salah satu rekan bisnisnya, yang datang bersama istri dan putrinya. Dysta jengah dengan kelakuan putri rekan kakeknya, yang menatap Dio penuh ketertarikan, bahkan memberikan senyum menggoda ke arah Dio.

"Terima kasih Tuan Haris telah menerima undangan makan malam saya" ucap Tuan Hardi kepada rekan bisnisnya itu, Tuan Haris.

"Sama-sama Tuan Hardi. Itu suatu kehormatan bagi kami menerima undangan makan malam dari anda" sahut Tuan Haris senang.

"Jadi sesuai kesepakatan kita minggu lalu, bisa kita lanjutkan?" Tanya Tuan Hardi kepada rekannya.

"Silakan Tuan. Saya tidak keberatan. Saya justru senang dengan kesepakatan ini". Tuan Hardi hanya tersenyum menanggapi rekannya.

Semua orang yang ada di meja makan, khususnya keluarga besar Wijaya mengernyit bingung mendengar penuturan dua orang tersebut. Mereka tidak tahu arah pembicaraan ini. Tuan Hardi berdehem sebentar sebelum mengumumkan sesuatu.

"Jadi sesuai pembicaraan kakek dengan Tuan Haris. Kami sepakat bahwa putri Tuan Haris, Vita akan dijodohkan dengan Dio"

Semua keluarga besar Wijaya terkesiap. Dysta mematung menetralkan perasaannya yang berkecamuk, ia tidak menyangka kakeknya akan membuat keputusan seperti itu. Sepertinya kakeknya benar-benar akan memisahkan meraka. Sedangkan Dio menatap kakeknya tajam dengan tangan mengepal di bawah meja.

"Atas dasar apa kakek memutuskan sesuatu tanpa persetujuan Dio" Ucap Dio dingin.

"Ini demi kabaikanmu. Dan pertunangan kalian akan dilaksanakan minggu depan. Nanti setelah menikah kamu akan di angkat menjadi CEO Wijaya Corp. Jadi kakek harap kamu tidak mengecewakan kakek" sahut Tuan Hardi tenang, tak gentar dengan tatapan tajam cucunya.

"Setelah makan malam aku akan ke ruang kerja kakek. Aku ingin berbicara secara empat mata. Maaf saya harus pergi, ada kepentingan yang tidak bisa di tinggalkan. Selamat malam" pamit Dio undur diri. Persetan ia di cap orang yang tidak tahu sopan santun, ia terlalu muak dengan kediktaktoran kakeknya.

**

Dio melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Untung saja jalanan saat ini tidak terlalu padat. Ia mengumpat keras di dalam mobil.

"Shiitttt"

Ia sangat emosi dengan kakeknya, bagaimana mungkin membuat keputusan sepenting itu tanpa meminta persetujuannya. Ia merasa seperti pion kakeknya dan sang kakek adalah pemainnya. Tapi ia sadar melawan kakeknya adalah hal yang sangat mustahil untuk dilakukan saat ini.

**

Dio melangkah masuk ke mansion kakeknya. Saat ia sampai di ruang tamu, seorang pelayan menghentikannya.

"Tuan, Tuan Dio sekarang di tunggu Tuan Hardi di ruang kerjanya" Dio hanya mengangguk sekilas lalu pergi. Ia membuka pintu ruang kerja kakeknya, dilihat kakeknya sedang menatap jendela membelakangi Dio.

"Kek" panggil Dio.

Tuan Hardi menoleh ke cucunya, ia menggedikkan dagunya ke sofa, Dio yang mengerti maksud kakeknya langsung duduk di sofa. Setelah mereka duduk, Dio memulai pembicaraannya.

"Kek, langsung saja, Dio nggak mau bertele-tele"

"Apa maksud kakek membuat keputusan tanpa meminta persetujuan Dio?"

"Kamu calon penerus Wijaya Corp, sudah sepantasnya kamu memiliki pendamping hidup saat ini. Karena ketentuan untuk menjadi CEO Wijaya Corp adalah pewaris yang sudah menikah"

"Tapi tidak dengan dijodohkan!! Kakek nggak berhak mencampuri urusan pribadi Dio"

"Mau tidak mau, siap tidak siap. Kamu akan menikah dengan Vita. Tentu kamu tahu apa yang akan kakek lakukan jika kamu menolak keputusan ini. Sudah malam sebaiknya kamu istirahat sekarang. Dan persiapkan diri kamu untuk pertunangan minggu depan" ucap Tuan Haris lalu pergi meninggalkan Dio yang mengepalkan tangannya erat. Dio tahu ancaman kakeknya itu, sangat-sangat paham. Bukan dirinya, tapi lebih tepatnya di tujukan kepada gadisnya. Dan Dio tidak ingin gadisnya menderita.

**

~Rumah Dysta~

Dysta berjalan lesu menuju kamarnya. Ia masih memikirkan ucapan kakeknya. Tidak ada harapan lagi dengan hubungan mereka. Selesai, semuanya selesai. Jujur di sudut hatinya, ia masih mencintai Dio. Bahkan lelaki itu sudah memiliki seluruh hatinya. Memberi warna di hidupnya. Tetapi sekarang ia harus merelakan itu semua.

Dysta berjalan menuju samping ranjangnya, ia membuka laci nakas, mengambil sebuah figura foto. Foto dirinya dan Dio saat di Pantai, ia mengusapnya pelan. Bulir air mata tak dapat di cegahnya, jatuh membasahi figura.

Dysta membaringkan tubuh lelahnya ke ranjang. Ia mencoba memejamkan matanya terlelap dengan mendekap erat fotonya dan Dio. Dysta berharap ini semua hanyalah mimpi buruk, disaat terbangun nanti semua akan baik-baik saja.

**

Simpul Hati (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang