Epilog

14.9K 591 61
                                    

"Di mana Gumi dan Berlin?" tanya Cinta untuk menutupi kegugupannya. Semua orang telah pergi, tinggallah dia dan Zio yang kini telah menjadi suaminya lagi. Entahlah, Cinta juga tidak mengerti kenapa rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Berada di samping Zio sedekat ini lagi, membuat dadanya dag-dig-dug tak menentu.

Zio semakin mendekat, tak berniat menjawab pertanyaan Cinta. Menurutnya, pertanyaan itu tak perlu jawaban. Dia tahu, Cinta hanya mengalihkan pembicaraan. Pipi Cinta yang memerah membuatnya ingin tertawa.

"Aku lebih suka kamu yang bar-bar, Cin. Dengan begitu aku memiliki tantangan untuk menaklukkanmu. Kalau kamu gugup begini, mudah saja bagiku untuk mengangkatmu ke ranjang."

Cinta berdiri. Diinjaklah kaki Zio sebelum melangkah keluar dari kamar. Dia ingin menghindar sejenak. Detakan jantungnya harus dinormalkan sebelum menghadap Zio lagi.

Membuat secangkir cokelat hangat mungkin bisa meredam gejolak yang merontah. Sebenarnya, dia ingin merengkuh Zio dan bercumbu saat ini juga. Namun, tindakan agresif yang diimpikan itu entah kenapa mendadak menciut.

Saat mengaduk cokelat, sepasang tangan melingkar di perutnya. Tengkuknya dicium, lembut dan menggoda. Cinta memejamkan mata, menikmati perlakuan sang suami.

"Maafin aku, Cin. Andai aku tak sebodoh itu."

"Sudahlah, Zi. Semua sudah terjadi."

"Apa kamu nggak ingin menghukumku, Cin?"

"Aku ingin ketemu Arti. Bisa?"

Zio mengangguk. Dan, mereka berakhir di depan rumah Ibu Sri.

"Kenapa kita ke rumah Bu Sri?"

Tak ada jawaban dari Zio. Dia melangkah melewati Cinta, mengetuk pintu kayu. Pintu pun terbuka dan Ibu Sri berdiri di sana menatap Cinta dengan binar bahagia.

"Nak Cinta?"

Dua perempuan beda usia tersebut berpelukan. Kemudian mereka diajak masuk. Zio terpaku melihat dua anak sedang menyusun lego di ruang tamu yang sempit. Zio mengenali anak laki-laki itu. Dia, Kazuya. Akan tetapi, siapa anak perempuan itu. Jangan-jangan ... Zio menggeleng, mengenyahkan pikirannya yang memikirkan hal-hal yang tidak mungkin.

"Arti ke mana, Bu?" Suara Cinta terdengar lembut. Bu Sri tersenyum paksa.

"Dia sudah pergi."

"Pergi? Kalau dia pergi, kenapa dia meninggalkan anaknya di sini? Lalu, siapa anak perempuan itu?"

Tentu saja Zio protes tindakan Arti. Pergi meninggalkan anaknya dipelihara seorang wanita yang sudah tak mamapu bekerja. Apa yang perempuan itu pikirkan. Ah, Zio semakin geram dan merasa kesal pada dirinya sendiri. Kenapa dulu dia dibutakan cinta perempuan gila itu.

"Arti sudah pergi ke surga setelah berjuang melahirkan anak kalian."

Napas Zio tercekat. Anak kalian? Oh, tidak! Kenapa kepalanya berdenyut nyeri. Kabar itu menghantam keegoisan dirinya. Lihatlah, hanya karena menuruti nafsu, semua jadi kacau seperti sekarang.

"Dia menitip permintaan maaf pada kamu dan Cinta."

Selalu ada maaf untuk Arti. Sekecewa apapun Zio pada perempuan itu, kemarahan dan kebencian tak betah di dalam hatinya. Hanya maaf dan selalu maaf yang dia gaungkan jika berhadapan dengan Arti.

"Jadi, bagaimana Ibu menghidupi dua anak itu?" tanya Cinta prihatin.

"Enam bulan setelah kepergian Zio, Arti mendapat bagian dari harta peninggalan orang tua angkatnya. Dengan uang itu saya menghidupi dua anak ini. Arti sudah berpesan agar tak memberitahukan keberadaan Kazuya pada Drian."

"Bu, apa Ibu keberatan kalau dua anak itu kami ambil? Bagaimana pun, Arti itu saudaraku. Anaknya adalah anakku juga."

"Ibu tak melarang kamu merawat mereka, Nak. Tapi, coba kamu tanyakan pada Kazuya, apa dia bersedia ikut dengan kalian atau tidak."

Cinta berdiri, mendekati dua anak yang masih asyik menyusun lego. Karena keasyikan itu, mereka tak menyadari jika ada tamu.

"Hai!"

Mata Kazuya melebar.

"Mamaku sudah meninggal. Kamu siapa? Kenapa wajahmu sama seperti mamaku."

"Maaf, kalau Tante baru datang sekarang. Tante adiknya mamamu."

Kazuya melirik Zio yang sudah berdiri di samping Cinta. Dia mengetatkan rahangnya. Kepergian Zio meninggalkan dia dan Arti menciptakan benci mendalam. Dia membenci Zio.

"Kenapa Papa masih datang ke sini? Pergi! Aku membencimu."

"Papa minta maaf, Sayang. Papa harus kerja di tempat yang jauh."

"Kalau begitu pergi saja. Jangan ke sini lagi."

"Papa datang menjemput kalian."

"Aku tidak mau."

"Kalau begitu, Papa akan bawa adikmu saja."

"Tidak. Jangan bawa Dara."

Zio tak mau mengalah pada anak kecil. Kazuya menyerah. Dia terpaksa ikut Cinta dan Zio meski hatinya enggan. Dia tak ingin berpisah dengan adiknya Dara.

Satu minggu di apartemen, Drian muncul. Entah dari mana dia mengetahui kabar Arti. Laki-laki berpenampilan perempuan itu membawa pergi anaknya. Dara menangis sepanjang malam, ingin bersama kakaknya. Namun, takdir telah memisahkan mereka.

Entah suratan takdir apa yang akan mereka temui nanti.

🌹🌹🌹

Next project-ku banyak banget. 🙈

Siapa yang bisa menebak cerita selanjutnya?



(Bukan) Istri Bayangan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang