Arti Cinta ~ 20

5.9K 391 30
                                    

Kembalinya Sang Mantan
.

"Zio, kamu dan Cinta sudah lama sahabatan, kan?" tanya Abi setelah mereka selesai membicarakan kontrak kerja antara JW. Corps dan Chandranata Grup. Abi termasuk karyawan terpercaya Pak Chandra. Zio pun turut senang bisa bekerja sama dengan Abi. Akan tetapi, dia tidak suka kalau Abi menanyakan tentang istri bayangannya.

"Zio!" panggil Abi lagi karena rekan bisnisnya itu tak kunjung menjawab. Zio mengerjap. Ditariklah napasnya perlahan. Entah kenapa dadanya terasa sesak jika Abi sudah seperti ini.

"Memangnya kenapa?" Suaranya bergetar. Abi terkekeh.

"Kira-kira laki-laki idaman Cinta itu seperti apa, ya?"

Zio ingin menjawab 'seperti aku, tapi takut kalau-kalau Abi semakin memojokkannya. Yang Zio tahu, Cinta terpesona oleh wajahnya yang tak bisa disebut pas-pasan. Level gantengnya bisa mengalahkan Abi. Perempuan mana pun pasti bergejolak kala melihat laki-laki tampan. Termasuk Cinta, tentu saja.

Akan tetapi, pemikiran itu tersapu oleh sebuah kenyataan, terpesona bukan berarti jatuh cinta. Dia juga terpesona pada Cinta, bukan karena wajahnya mirip Arti. Namun, kelakuan perempuan itulah yang memesona di mata Zio.

"Kenapa kamu diam saja, sih? Apa kamu pernah nyatakan cinta padanya?" Abi masih terus memburunya dengan tanya.

"Kenapa aku mengatakan cinta jika tak ada rasa itu di dalam hati?"

"Oh, syukurlah. Itu artinya aku nggak punya saingan. Nanti sore aku mau ajak dia lagi. Seperti kata pepatah, cinta ada karena sering bersama. Jadi, aku harus sering-sering bersama dia."

Zio membuka mulut, ingin memperotes. Namun, Abi tak memberinya kesempatan bicara. Laki-laki itu langsung pamit dan segera keluar dari ruangan tanpa menunggu persetujuan Zio.

Merasa diabaikan seperti itu, Zio ingin mengumpat, memaki, atau kalau bisa menonjok wajah si Abi. Karena sosok Abi tak ada di depannya, dia lampiaskan kekesalan dengan menggertak meja kerjanya. Geram sekali.

"Aku harus ngasih pelajaran pada laki-laki itu," gumamnya dengan tatapan tajam mengarah ke pintu yang tertutup rapat.

Dia memijat pelipisnya perlahan. Andai pekerjaannya tak menumpuk, dia segera pulang dan menahan Cinta pergi ke mana pun. Apalagi pergi bersama Abi. Namun, kertas-kertas di atas meja merayunya agar disentuh dan dibelai manja. Maka, diabaikan keinginan untuk pulang tersebut. Mulailah dia mengambil dokumen-dokumen itu, kerja.

Hingga hari menjelang sore, belum ada tanda-tanda kerjaannya selesai. Pikirannya membayangkan Cinta yang diajak Abi lagi. Konsentrasinya ambyar. Diambillah air mineral yang tersedia di atas meja, lalu ditekuk dalam sekali tarikan napas. Lagi-lagi bayangan Cinta tertawa bahagia bersama Abi menghantui pikirannya.

"Sial!"

Umpatan tak menyelesaikan masalah, pikirnya. Dia harus bertindak. Bagaimanapun Cinta itu istrinya. Istri harus patuh pada perintah suami. Dia sangat yakin, Cinta akan patuh padanya. Dengan keyakinan yang kokoh, dia mengambil pinsel dan menghubungi Cinta.

Sudah tiga kali panggilan, tak ada jawaban dari Cinta. Zio tak menyerah hingga panggilan ke sembilan, barulah terdengar suara sang istri menyapa. Suara yang selama tiga bulan ini sering merengek manja padanya. Suara yang mencecarnya dengan segala cerita absurd saat mereka bersantai. Suara yang memanggilnya dengan sebutan suami.

"Halo, Zi! Ada apa? Kok, malah diam?"

"Kamu harus ke kantor sekarang!"

"Emangnya kenapa?"

Zio menggeram. Lehernya menampakkan urat-urat yang jelas. Dia ingin meninju orang sekarang juga. Tidak seperti biasa, Cinta tak pernah bertanya alasan jika Zio sudah memintanya. Lalu kenapa sekarang Cinta harus bertanya 'kenapa'. Ah, Zio benar-benar ingin mengumpat lagi.

(Bukan) Istri Bayangan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang