Arti Cinta ~ 34

11.1K 519 48
                                    

Netra Zio perlahan terbuka. Bau obat-obatan menyeruak indra penciumannya. Wajahnya perih dan kebas akibat pukulan Abi. Zio menarik napas dan hendak bangun, tapi urung karena melihat Alana tertidur di samping ranjang. Seketika sesal merayap. Dia sadar jika perbuatan ini kembali membuat luka untuk ibunya.

Zio masih menatap Alana yang tertidur pulas. Garis-garis wajah cantik itu tampak kelelahan. Nyeri meraba hatinya. Mungkin sang ibu lelah menghadapi dirinya. Pikir Zio suram.

Sedari remaja dia telah berjanji untuk tak mengecewakan Alana. Dia tak ingin seperti Alex yang telah berkhianat. Namun, janji itu hanya omongan kosong tanpa bukti. Justru dialah yang menyakiti Alana dengan berlapis-lapis kesakitan.

Tirai ruang perawatannya tersibak. Zio bergegas menghapus air mata yang terjatuh di pipi. Jasmin dan dua anaknya melangkah masuk. Alana pun terbangun karena suara cempreng dan cadel Gumi membuat ricuh dalam ruangan.

"Muka Ayah kenapa? Jatuh, ya?" Gumi sudah naik ke ranjang. "Kata Bunda, jangan suka lali-lali, kalau jatuh sakit. Jangan lali-lali lagi, ya!"

Zio tertawa pelan. Air matanya kembali menetes. Entahlah, perih merambat hatinya kala mendengar celotehan Gumi. Dia memang terjatuh. Sebab, dia berlari terlalu kencang saat berusaha menggapai cinta yang terlambat disadari.

"Kamu mau minum?" tanya Alana. Zio menggeleng. "Ya, sudah. Miu pamit ke kantin sebentar."

Jasmin duduk di pinggir ranjang. Dia ingin menertawakan kakaknya yang babak belur, tapi sebisa mungkin ditahan. Dia memang ingin kakaknya bersatu kembali dengan Cinta. Akan tetapi, dia tak mengira jika Zio gegabah dalam bertindak. Padahal dia siap membantu. Tentu saja dengan cara yang elegan dan tak murahan seperti yang dilakukan Zio.

"Kalau mau tertawa, tertawa saja."

"Emang boleh, Kak? Kakak izinin aku menertawakan kebodohanmu yang entah ke berapa kalinya ini?" Zio mendengus. Jasmin menghembuskan napasnya pelan.

"Kak, aku ingin Kakak dan Kak Cinta bersatu, tapi bukan dengan jalan memaksa. Bukan dengan cara bodoh seperti ini. Padahal kalau Kakak mikir dikit, nggak bakalan kejadiannya macam ini."

"Nggak usah ceramah. Semua sudah terjadi."

"Oh, oke. Sekarang gimana?"

"Berhentilah!" Zio dan Jasmin melihat ke arah pintu masuk. Alana telah kembali membawa dua jus alpukat untuk Gumi dan Berlin.

"Kenapa kamu merebut calon istri orang? Itu tindakan yang terlarang. Miu nggak mau kamu menyakiti Cinta lagi. Biarkan dia bersama Abi."

"Tapi, Miu ..."

Alana menggeleng. Zio tak melanjutkan protesnya. Dia menarik napas. Baiklah, katanya di dalam hati. Dia akan pergi dari kehidupan Cinta. Dia tak akan muncul di hadapan Cinta hingga Abi mengucapkan akad. Karena jika dia masih melihat Cinta saat ini, tak akan pernah bisa menahan hasrat untuk merengkuh perempuan itu lagi.

Setelah mengurus biaya administrasi, Zio keluar dari rumah sakit. Alana, Jasmin, dan dua anaknya kembali ke rumah, tapi tidak dengan Zio. Dia tak akan menginjakkan kakinya di rumah besar itu lagi. Tidak akan jika Cinta masih di sana.

Sementara di tempat lain, Cinta memohon agar Abi mau mempercepat hari pernikahan mereka. Dia tak ingin Zio mengacaukan hari-harinya lagi. Dia tak mau membuat Abi menunggu lagi.

Setelah mengantar Zio ke rumah sakit, Cinta menelpon Alana. Begitu Alana tiba, Cinta diminta pergi dari rumah sakit. Alana mendukungnya dengan Abi. Alana ingin dia cepat-cepat resmi menjadi istri Abi. Saat Cinta menyinggung Arti, Alana menceritakan bahwa Zio telah pisah dengan saudara kembarnya itu. Maka, di sinilah dia. Di rumah Abi.

(Bukan) Istri Bayangan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang