02 - Babang Andre -

44 7 2
                                    

Andre nampak sedang sibuk dengan pekerjaannya. Terlihat dari mejanya yang berserakan dengan beberapa jurnal yang terbuka dan kertas coretan yang berhamburan. Dia sedang berbicara ditelepon, tangannya sibuk menulis sesuatu di secarik kertas. Anna mendekatinya dan terkejut, dia hampir saja menendang laptop yang letaknya berada di samping kaki Andre. Andre menatap Anna lalu berpaling untuk fokus kembali ke sambungan teleponnya. Anna berjongkok untuk mengambil laptop yang masih terbuka. Membawanya berjalan untuk meletakkannya di atas meja kerjanya lalu kembali mendatangi Andre. Andre menatap Anna yang mendekatinya.

“Maaf bu, tunggu sebentar.” Andre menutup lubang telepon untuk berbicara lalu berpaling ke arah Anna.
“An, aku minta tolong dong chargerin laptop aku, baterainya udah mau habis itu. Pakai punya kamu aja ya, soalnya punya aku ga nemu ini”

Anna mengangguk sambil menunjuk gagang telepon yang digenggam Andre. Andre mengerti maksudnya, lalu memutar kursinya menghadap ke samping dan melanjutkan bicaranya di telepon. Anna hendak berpaling ketika matanya tiba-tiba melihat sebuah kabel menjuntai di ujung meja. Tertindih beberapa buah buku catatan yang tebal. Anna menatap Andre lalu tersenyum. Dia lalu merapikan buku catatan yang berserakan untuk melihat apa yang ada di bawahnya. Sebuah charger laptop terlihat dengan ujung kabel yang menjuntai ke bawah meja. Anna lalu mengambilnya dan beranjak menuju mejanya. Menyambungkan charger ke aliran listrik dan menghubungkannya ke laptop Andre. Laptopnya menyala dan terlihat sebuah pencarian di google. Anna lalu menarik kursinya dan duduk untuk lanjut memperhatikan apa yang terlihat di laptop Andre.

Daftar katalog warna cat kapal. Ada dua merk di sana. Sepertinya Andre sedang membandingkan kualitas warna dua jenis cat dengan merk berbeda. Ada yang berbunyi dengan samar, Anna mengenalinya. Itu suara dering ponsel milik Anna. Anna lantas merogoh kantongnya, tapi tidak menemukan benda tersebut. Dia lalu menunduk untuk mengambil tas yang diletakkannya di bawah meja. Merogoh isinya tapi tetap tidak menemukan ponselnya. Bunyinya berhenti, Anna lalu meletakkan kembali tasnya ke bawah meja. Dia hendak berdiri ketika tiba-tiba Andre memanggil.

“Anna, lagi nyari handphone?”

Dahi Anna berkerut, mencoba menebak dengan fikirannya dari mana Andre bisa mengetahuinya. Andre melongo karena bingung tak ada jawaban dari Anna. Dia lalu berdiri untuk menghampiri meja kerja Anna.

“Handphone kamu tadi ketinggalan di atas meja, trus aku masukin ke dalam laci. Bukan maksud mau curiga sama orang sih, tapi aku simpenin cuma biar aman aja ko.”

Terdengar suara ponsel lagi. Anna lalu menarik laci yang ada di sebelah kirinya. Dering ponsel bertambah nyaring dia lalu meraih ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya.

“Makasih ya Ndre.” Andre tersenyum sambil mencoba menangkap nama yang tertera di layar ponsel Anna. Matanya membesar ketika membaca sebuah nama di sana.

“Kalo mas Sodiq nyari in aku, bilang aku lagi usahain.”

Kening Anna kembali berkerut, dia lalu menatap layar ponselnya dan segera mengangkat teleponnya.
“Assalamualaikum. Ya mas Sodiq.”

“Waalaikumsalam. Anna, Andre mana? Ko aku telpon dari tadi sibuk terus?”

Anna menatap Andre yang sedang berada di hadapannya. Andre menampakkan ekspresi seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk. Sambil menelungkupkan kedua tangannya di dada seolah sedang memohon sesuatu. Hampir saja Anna tertawa, tapi dia masih bisa mengendalikan dirinya.
“Mohon maaf mas Sodiq, Andre emang masih online, keliatan serius banget bicaranya. Kayanya emang lagi sibuk banget deh. Terlihat dari kondisi mejanya yang, ya mas Sodiq pasti bisa bayangin deh.”

Andre terlihat tidak terima. Dia lalu menatap Anna dan mejanya secara bergantian. Anna masih fokus dengan teleponnya.

“Iya mas, nanti kalo Andre udah ga telponan lagi aku kasih tau deh kalo mas Sodiq nyariin.”

Anna NoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang