Repost
Di karya karsa sudah tamat***
Raras memacu mobilnya dengan kencang, dia bosan dengan semua penghianatan yang dilakukan Divo, tidak hanya sekali tunangannya itu menghianatinya, dia sudah memaafkan berulangkali, tapi untuk kali ini, sudah tidak bisa ditoleransi lagi, laki-laki itu menghamili sekretarisnya sendiri. Demi apapun, dia tidak akan menerima pria bejat itu kembali, inikah laki-laki yang dipilihkan ayahnya, yang bermartabat dan keturunan bangsawan.
Sejauh ini Raras bertahan, demi sebuah kehormatan keluarga, tidak sedikit pun dia memberi tahu orang tuanya tentang keboborokan Divo, orang tua mereka sangat dekat karena sudah kenal dari zaman SMA dulu, pertunangan sudah diikrarkan dan pernikahan tinggal menunggu hari.
Sebuah kejutan di hari ulang tahunnya, seorang wanita yang mengaku sebagai sekretaris Divo, tengah hamil dan pemilik janin itu tak lain adalah Divo sendiri.
Raras memukul stirnya, dia sangat marah, bukan karena cemburu atau pun bersedih, sedikit pun tak ada cinta di hatinya untuk pria itu, tapi apa yang dilakukan pria ini sangat mencoreng reputasinya, apa kata dunia, seorang wanita berdarah biru sepertinya gagal menikah gara-gara tunangannya mengahamili wanita lain.
Raras melajukan mobilnya semakin kencang, tidak peduli dengan umpatan pengguna jalan yang lain, yang dia butuhkan pelampiasan kemarahannya, tebing yang tinggi dan rasa marah untuk bisa memanjatnya.
Raras butuh pelampiasan, kalau tidak, dia bisa saja menghabisi pria itu. Mobil Raras semakin tak terkendali, jalan yang dilewatinya bukan lagi jalan raya yang besar, hanya jalan beraspal yang membelah persawahan, Raras tersenyum senang, tebing yang akan ditaklukkan sudah terlihat dari kejauhan, tidak sia sia dia mengikuti saran temannya untuk menemukan tempat ini.
Tiba-tiba Raras tidak siap dengan tikungan di depannya, dia sama sekali belum menguasai medan. Mobilnya menghantam pengguna jalan yang melaju berlawanan arah, bunyi decit mobil seiring dengan jerit panik warga yang melihat, mereka berhamburan keluar dari sawah, mendekati pengguna motor yang sudah terpental jauh dari motornya.
Seorang wanita memakai pakaian lusuh dan kotor penuh lumpur mendekati dua korban yang pingsan.
"Ya, Allah, ini Wisnu dan Bu Parmi," jerit seorang ibu-ibu histeris, yang lain berlari mencari bantuan, dua orang itu tak bergerak dengan bersimbah darah.
Raras menelan ludahnya susah payah, dia seakan tuli ketika kaca mobilnya diketuk tak sabaran dari luar. Raras gemetar, bukan ini pelampiasannya, bukan dengan cara menghabisi nyawa orang lain.
"Keluar! atau kami akan membakar mobil ini," teriak salah seorang warga yang juga didukung oleh warga lain. Mobil Raras diguncang dengan kuat.
Raras memakai kaca mata hitamnya, membuka pintu mobil berlahan, keluar dengan menundukkan wajah, seseorang memukul punggungnya sangat kuat, dia merasa sakit.
"Dasar orang kaya, membawa mobil seenaknya di kampung orang."
Seorang ibu-ibu menjambak rambut Raras. Raras meyakini beberapa helai rambutnya tercabut dari kulitnya.
"Hentikan itu!"
Seorang pria tua berkumis muncul dari balik kerumunan.
"Jangan main hakim sendiri! sekarang kita selamatkan dulu Wisnu dan Bu Parmi."
Sang bapak memerintahkan beberapa orang untuk mengangkat dua tubuh itu ke mobil bak terbuka.
Raras memucat, peluh dingin mengalir dari pelipisnya.
"Sa... saya akan bertanggung jawab, saya berjanji."
Sebagian orang menanggapinya dengan sinis. Raras sekarang sangat takut, apakah setelah ini dia akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara, bagaimana kalau kedua orang itu mati, apa yang akan dilakukannya jika dokter tidak bisa menyelamatkan dua nyawa itu.
Raras tak pernah menduga nasibnya akan sesial ini. Dengan lesu, dia menaiki mobilnya yang di kawal beberapa warga di belakangnya.
Sepanjang perjalanan, Raras tidak berhenti berdoa, agar dua nyawa itu bisa selamat, dia berjanji akan melakukan apa saja asalkan dia tidak masuk penjara.
Raras mengusap keringat dinginnya, meraba lututnya yang gemetar, sesekali dia mendengar mobilnya dilempari dengan tanah.
Raras benar-benar menyesali keputusannya untuk memanjat tebing hari ini, andaikan waktu bisa di ulang, dia akan memilih latihan Boxing sampai pingsan daripada menabrak orang yang tak bersalah.
"Kendalikan dirimu, Raras!" Raras mensugesti dirinya.
"Semua akan baik-baik saja... tak perlu dicemaskan... ya... semua akan baik...."
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah sakit, kedua korban dibawa ke UGD supaya ditangani secara langsung. Raras berlari mengikuti perawat yang sudah menyediakan bangkar.
Beberapa orang tidak diperbolehkan masuk, hanya Raras dan bapak berkumis yang diberikan izin, kondisi UGD cukup sesak, pihak rumah sakit tidak mau pasien lain malah terganggu.
"Maaf, siapa keluarga korban di sini?" Seorang gadis berbaju biru yang diperkirakan Raras adalah seorang staff administrasi.
"Saya." Raras mengacungkan tangan.
"Maaf, Mbak, ada yang harus diisi dulu."
"Oke." Raras bergerak cepat dan sempat berpamitan kepada Pak Kumis yang tidak tau namanya.
Raras menyandarkan tubuhnya, dia tidak berani melihat korbannya secara langsung, dia takut kemungkinan terburuk di dapatkannya.
Pak kumis duduk di samping Raras.
"Kita sama-sama berdoa, semoga ke duanya selamat."
"Iya, saya harap begitu." Raras mengusap wajahnya. Hidupnya ditentukan hari ini, dengan dua nyawa yang sedang tak sadarkan diri dan ditangani dokter dan perawat.
"Kamu dari mana, Nak?" Pak Kumis memecah kesunyian.
"Saya dari kota."
"Kamu harus bertanggung jawab sampai akhir, kasihan mereka."
Raras hanya mengangguk, apa lagi yang bisa dilakukannya selain itu sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa Yang Hilang
RomancePlagiat dilarang mendekat -------------- " Aku akan lakukan apapun untuk bertanggung jawab, selain mendekam di penjara." Kata sang wanita muda dengan bibir bergetar. Wanita tua yang sekarat itu membalas lemah, "Menikahlah dengan anakku! Takkan ada w...