Para Kambing Hitam

27 8 7
                                    

Hanya berduka itu tidak ada artinya. Juju menatap kelima sahabatnya yang tersisa. Setelah Erline adalah gilirannya. Ia merasa ada yang aneh. Mengapa sampai hari ini Vina tetap bernapas?

"Udah gue bilang, gue pergi diem-diem." Vina mengelak segala tuduhan. Mereka berada kamar Nanda yang sedang merutuki dirinya sendiri.

Nanda sangat merasa bersalah. Jika saja mobilnya baik-baik saja ini semua tidak akan terjadi. Jika saja dia tidak berpencar ini semua juga tidak akan terjadi. Tapi, ini semua bukan kesalahan Nanda sepenuhnya. Keteledoran teman-temannya yang lain juga mendukung insiden itu.

Hari bahagia Erline justru menjadi hari terakhir Erline.

"Udah Nan, kita juga salah." Fatia mengelus punggung Nanda yang memeluk lutut di sudut ranjangnya.

"Tapi induk penyebabnya itu gue."

"Semua orang pasti mati. Dan kadang kematiannya itu bikin orang lain ngerasa bersalah. Itu semua tuhan yang ngatur, Nan. Ga ada gunanya juga lo gini terus." Juju turut menenangkan.

"Well. Itu semua takdir, Nan. Setelah Erline itu Juju. Setelah Juju elo, dan dua hari setelah lo itu gue." Nova turut bergabung.

"Ya jangan bahas itu dulu. Buktinya gue ga kenapa-napa dari April lalu." Vina menyanggah.

"Almarhumah temen-temen kita udah ngelakuin hal yang sama kayak lo, tapi kenapa tetep ga berhasil?" Nova mengelak.

"Ya mana gue tahu? Mungkin mereka kurang hati-hati. Erline contohnya." Vina menyanggah lagi.

"Apa yang lo lakuin sampe bisa selamat pas hari ulang tahun lo?" Juju tersulut.

"Hmm.. gue ga nemuin hal aneh apa pun. Jadi, gue cuma duduk di mobil terus tidur." Vina menjawab santai. Lalu berimbuh, "gue malah ga suka bisa selamat. Gue udah ngeduga kalo gue selamat nanti pasti kalian bakal curiga sama gue. Gue ngerasa jadi kambing hitam."

"Maksud kita bukan nuduh lo, kita cuma heran aja kenapa cuma lo yang ga dibunuh?" Nova menyanggah

"Jadi lo mau gue mati? Oke, gue bisa, kok." Vina berketus.

"Bukan gitu, tapi-"

***
Juju tersudut. Wanita bergaun putih mendatanginya. Hari ini hari ulang tahunnya.

"Gue terancam, gue butuh kambing hitam lagi. Lo mau?" Tutur si gaun putih.

"Ke- kenapa lo datang lagi? Mau lo apa sih?"

"Gue ga akan bunuh lo hari ini, asal lo mau jadi kambing hitam gue."

"GAK! BUAT APA? GAK ADA UNTUNGNYA!"

"Hahahah, lo salah. Asal lo tutup mulut, gue bakal biarin kakak lo bernapas sampai orang lain bunuh dia."

"Kakak?"

"Kakak yang rela lumpuh gara-gara lo. Lo mau dia mati gara-gara lo juga?"

"Kenapa bisa lo sebrengsek ini?"

"Lo pilih diem, atau kakak lo gue ambil?"

"Gu- gue..."

"Lo..?"

"Guee.."

"Iya...??"

"Gue pilih diem."

"Goodgirl."

Si gaun putih melengang pergi.

***
"Hai Nanda! Tenang aja, pesta sweet seventeen lo bakal lancar kok!" Wanita bergaun putih menyeringai lebar. Menyudutkan Nanda di kamar mandi hotel.

"KENAPA LO DATANG LAGI???"

"Ssttt.... Cewek ga boleh teriak-teriak. Gak sopan!"

"MAU LO APA???"

"Gue mau lo tutup mulut. Gue itu sosok terakhir yang dilihat para mendiang gak tau diri yang lo anggap sebagai sahabat itu."

"Maksud lo-"

"Iya. Gue yang bunuh mereka? Ga nyangka kan?"

"Berengsek!"

"Gue mau lo jadi kambing hitam gue. Lo mau? Selama lo tutup mulut, gue jamin keluarga lo bakal aman. Tapi sekali lo buka mulut, gue jamin keluarga lo bakal tutup mata selamanya tanpa sempet pamitan sama lo."

"BERENGSEK!!!"

***

Hopeless Birthdie (END)Where stories live. Discover now