Jarum jam menunjukkan pukul 23.40 tengah malam, aku hanya duduk diam menatap langit rumah. Kemudian memandang ke penjuru sudut ruangan. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat kafe ini begitu ramai sebelum semuanya terungkap. Perlahan tanganku memeluk erat tubuhku yang kedinginan. Perasaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Sebuah ketakutan. Sebuah kehilangan.
Ayahku tidak pulang semenjak setahun lamanya. Ia bahkan tak pernah mengabariku bagaimana keadaannya. Sentou, sahabatku ini masih saja berusaha mencari tahu tentang apa yang terjadi pada ayahku. Padahal aku sudah menolak tetapi dia tetap saja memaksa, bersama partner-nya, Banjou.
Sudah beberapa minggu ini dia dan Banjou berpura-pura layaknya detektif mencari informasi mengenai ayahku. Tapi tetap saja tidak ada kabar. Aku sendiri tidak terlalu percaya jika Ayah masih hidup maupun tidak, tapi Sentou terus berusaha untuk meyakinkanku percaya jika beliau masih hidup.
*kring*
Dering bunyi telepon kafe seketika mengagetkanku. Memaksaku untuk bergegas berdiri dan menghampirinya. Seketika tanganku mengangkat ganggang telepon tersebut.
“Misora? Kau kah itu?”
Suara yang tak asing di telingaku. Itu Sentou.
“Ah.. Iya ini aku, Sen.”
Jawabku dengan nada biasa.
“Syukurlah, kau tak apa-apa?”
Ketika ia menanyakan keadaanku, diriku sendiri tak tahu harus merespon bagaimana. Gigi rahangku menggigit bibir bawah seakan tak tahu harus menjawab apa.
“Um.. Ya, aku baik-baik.”
Bohong. Hanya kalimat inilah yang langsung terlontar dari mulutku. Sial, lagi-lagi aku membohongi diriku sendiri.
“Misora..”
Sebelum aku mengiyakannya, Sentou kembali berucap.
“Aku akan segera kembali. Si bodoh itu susah kuurus. Jangan khawatir. Beberapa informasi mengenai ayahmu telah kami temukan. Kau tidak usah bersikap tegar seperti tidak terjadi apa-apa.”
Sontak aku terkejut mendengar perkataannya. Ia dapat membaca pikiranku. Orang yang bahkan tak dapat kumengerti bahkan di dalam pikirannya hanya terdapat rumus fisika bisa membaca apa yang kupikirkan.
“Sentou…”
Air mataku menetes, sesegukan karena harus menahan ingus yang mengalir di hidung. Aku meraih tisu untuk membuang ingus.
“Berusaha tegar itu… Memang sifatmu kan hehe. Jangan menangis, cengeng.”
Lagi-lagi dia menghiburku.
“Su-sudah kesekian kalinya kau menghibur sekaligus mengejekku seperti itu, Sentou.” ucapku masih dengan sesegukan.
“Kau sudah baikan bukan. Aku yakin semua akan baik-baik saja. Tunggulah aku disana. Ah jaga dirimu, kurasa si bodoh itu membuat onar lagi. Bye.”
*tuuut*
Teleponnya terputus. Bahkan sebelum aku membalas selamat tinggal. Tergaris sebuah senyum menghiasi bibirku. Tidak sabar menantikan kepulangannya. Tanpa berpikir panjang aku pergi ke dapur, mengambil peralatan untuk membuat kopi, mencari toples biji kopi yang sering ayah taruh, menghaluskan biji itu lalu menyaringnya. Mungkin aku memang tidak pandai membuat kopi, tapi jika itu bisa membuatnya hangat.. Pasti akan kubuatkan..
Untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You -Kamen Rider Build- [Sentou × Misora]
RomantizmHanya dua cerita "one-shot" dari sebuah kapal straight dari Kamen Rider Build yang karam Sentou × Misora [AU one-shot - straight relationships] ~*--TIDAK DILANJUTKAN--*~ ~*--DISCONTINUED FICT--*~