"Rania!" Seru Aira dan Hana yang sedikit berlebihan ketika Rania memasuki kelas.
"Lo gakpapa?" Tanya Hana.
"Gue baik-baik aja kok," Rania kembali berjalan menuju kursinya.
Terjadilah suasana gaduh ketika teman-temannya itu berkerumun, ada yang menanyakan tentang olimpiade, dan juga ada yang menanyakan kondisi Rania.
Dengan sabar, Rania menjawab pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman nya, meskipun pertanyaan itu konyol.
Pelajaran hari ini berlangsung dengan normal, seperti biasanya.(Rumah Reihan)
Reihan yang baru saja pulang sekolah merasa terkejut, ia melihat buku biologi Rania dimeja belajarnya.
Ia memutuskan akan kerumah Rania.
Ia sangat tidak enak apabila barang yang ia pinjam tidak langsung dikembalikan.
Setelah mandi, ia menuju rumah Rania dengan mengendarai motornya.Sesampainya di rumah Rania ia melihat ada banyak sekali sandal berukuran kecil di teras rumah Rania, sandal-sandal itu tersusun rapi.
Ia akhirnya turun dari motornya, dan ia mendengar beberapa suara anak kecil yang sedang tertawa.
Setahunya Rania hanya tinggal bertiga, dan tanpa anak kecil."Assalamualaikum?" Reihan mengetuk pintu rumah.
Rania terlihat sedang melukis di sofa, beberapa anak sedang mengerumuninya.
"Waalaikumsalam," jawab Rania, wajah Rania masih serius menatap lukisan yang ia buat. Ia tidak menyadari bahwa itu Reihan."Kak Rania? Sudah jadi belum?" Tanya anak perempuan berkepang dua di hadapannya, tatapannya menunjukkan ekspresi tidak sabar.
"Belum sayang, sedikit lagi." Jawab Rania."Nah sudah aku lukis deh pantainya, kamu hanya perlu menambahkan pohon kelapa dan hewan-hewan di pasirnya, ya?" Akhirnya Rania menyerahkan selembar kertas kepada anak itu.
"Yeay! Terimakasih kak!" Anak perempuan itu tampak senang."Oh ya kak, itu ada tamu lho," seorang anak laki-laki berumur 5 tahun menatap Reihan sejak tadi.
Rania yang baru sadar langsung melihat ke arah pintu.
"Hah? Reihan?" Ia sangat terkejut.
"Maaf. Udah lama, ya?" Rania segera menghampiri Reihan.
"Eng.. enggak kok," jawab Reihan terbata-bata.
"Ada apa?"
"Oh ini, mau kembalikan buku biologi yang waktu itu gue pinjam," Reihan baru ingat tujuan kedatangannya kesini untuk apa, ia memiliki banyak pertanyaan sekarang."Makasih," Rania mengambil buku berwarna biru itu.
"Oh ya, mereka siapa, Ran?" Tanya Reihan yang sejak tadi ingin tahu.
"Mereka murid-murid saya,"
Rania sengaja menggunakan bahasa formal agar lebih sopan didengar oleh anak-anak.
Reihan yang langsung mengerti keadaan mengangguk.
"Boleh saya masuk?" Tanya Reihan.
Rania menganggukan kepala.Reihan mengikuti arah Rania, dan duduk di sofa.
"Halo kak!" Sapa mereka kompak.
"Halo adik-adik! Apa kabar?" Sapa Reihan antusias.
"Baik kak, kakak namanya siapa?" Tanya anak-anak itu lagi.
"Nama kakak Reihan Mahesa, kalian bisa panggil kak Reihan," Reihan tertawa lebar.Selang beberapa menit kemudian, Rania meminta mereka untuk membuat puisi.
"Jadi kamu buka tempat bimbel?" Tanya Reihan yang masih penasaran.
"Sebenarnya bukan bimbel, mereka hanya anak-anak yang kurang mampu, aku ingin mereka seperti anak-anak lainnya, bisa mendapatkan ilmu yang sama," jelas Rania, suaranya sangat pelan agar anak-anak itu tidak bisa mendengar."Ini yang datang baru setegahnya saja, jumlah mereka seharusnya 15 anak, tetapi masih ada saja orang tua mereka yang terkadang menyuruh mereka untuk bekerja, sehingga tidak bisa datang kesini. Padahal aku tidak meminta sepeser pun biaya." Rania kembali menjelaskan.
Reihan merasa kagum.
"Jadi hanya kamu yang mengajari mereka sendiri?"
Rania mengangguk.
"Mulai sekarang, boleh aku membantu kamu? Untuk mengajari mereka,"
Rania mengangguk lagi, tersenyum."Oke adik-adik, waktunya sudah habis," Reihan berdiri didepan mereka.
"Kok cepat banget?" Salah satu dari mereka ada yang protes.
"Sudah 20 menit kok, kakak gak curang," Reihan menunjukan arlojinya kepada mereka."Baiklah, sekarang kakak akan meminta agar adik-adik maju satu persatu untuk membaca puisi yang telah kalian buat."
"Siapa yang ingin maju dulu?" Tanya Reihan.
Secara otomatis, anak-anak itu saling tunjuk menunjuk.
Reihan tertawa.
"Baik, kita mulai dari belakang pinggir. Iya, kamu yang memakai baju biru," Reihan menunjuk anak laki-laki itu.
Awalnya anak laki-laki itu enggan untuk maju.
"siapa namanya?" Bisik Reihan kepada anak yang duduk paling depan.
"Fadel kak, dia memang pemalu," jawab anak itu.
"Ayo Fadel, sini maju, tidak usah malu," bujuk ReihanAnak yang kira-kira berusia 11 tahun itu akhirnya maju, dan mulai membacakan puisi karya nya.
Puisi itu menjelaskan tentang perjalanan hidup, dikemas dengan bahasa yang masih lugu, tetapi menyentuh.
Anak-anak itu bergiliran maju satu persatu.
"Hebat! Puisi kalian semuanya indah, siapa yang mengajari kalian?" Tanya Reihan.
"Kak Rania!' Jawab mereka serempak.
"Oh iya, kak Rania mana?" Tanya anak laki-laki yang membaca puisi pertama, suaranya ragu-ragu.
"Sedang ada didalam," jawab Reihan.
"Sembari kita nunggu kak Rania datang, kakak ada game nih," wajah Reihan terlihat antusias, ia mudah beradaptasi.
Anak-anak itu terdengar tidak kalah antusiasnya.
Reihan ingin sekali membagikan kebahagiaan kepada anak-anak itu, walau tidak sebanding dengan hal yang pahit yang telah mereka lalui.
Semoga saja mereka terhibur.Rania yang sedang memanggang kue didapur tersenyum mendengar suara mereka yang begitu jelas.
Suara kebahagiaan...
Maaf jika beberapa part terakhir yang author buat sangat pendek, harap maklum karena author sebentar lagi akan menghadapi ujian.
Terimakasih untuk para readers.
~Salam hangat👑
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Souls
Ficțiune adolescențiApakah jiwa dan raga dapat dipisahkan? Selain disebabkan oleh kematian. Jika jawabannya iya, Apakah, Ketika sang jiwa hilang, Yang entah pergi kemana... Kamu tahu cara menghidupkannya kembali? Ya. Dengan mengembalikan jiwa itu seperti semula. Raga h...