"Lihat tuh rambutnya," Beberapa anak gadis sedang mengerumuni seseorang perempuan di sudut toilet. Satu orang dari mereka memegang helaian rambut perempuan itu dengan sedikit jijik.
Mereka tertawa dengan maksud meremehkan.
Gadis berkepang dua yang dipegang rambutnya hanya berdiri dengan pasrah. Ingin sekali ia melawan ketiga gadis itu. Namun sejak tadi, sejak dulu bahkan, nyalinya selalu ciut. Hanya bisa menatap dengan kaki dan sekujur tubuh yang gemetaran.
"Helena? Lo sekarang udah berani, ya? Pura-pura nggak dengar segala," Perempuan berpita merah itu mendekat.
Perempuan itu mengalihkan pandangannya ke bawah, walaupun gadis ini seumuran dan seangkatan dengannya, tetapi masih saja ia tidak berani untuk menghadapinya.
"Maaf," Ia masih saja menatap ke arah bawah. Mengingat kejadian tadi pagi, di mana perempuan yang memang sering membully dirinya ini, memanggil namanya, apalagi kalau bukan menyuruh dia untuk membawakan tasnya.
"Lo masih bisa dengar, kan?" Temannya ikut mendekat. Tangannya meraba telinga perempuan yang bernama Helena itu.
Perempuan itu memejamkan matanya. Sedikit merasa kesakitan karena telinganya itu sekarang ditarik.
"OH, DI SINI BU. PADA BOLOS PELAJARAN NIH DI TOILET."
Demi mendengar suara perempuan yang tiba-tiba datang entah dari mana dan entah tahu dari mana. Ketiga gadis itu langsung beringsut mundur dari hadapan satu-satunya target yang mereka sering bully.
Meninggalkan Helena yang masih ketakutan seorang diri.
"Lo nggak masuk kelas?" Suara yang tadi mengadu itu kini terlihat sangat jelas. Ia berdiri di samping Helena yang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Helena tersontak, ia sedikit demi sedikit membuka wajahnya yang ditutupi itu.
"Makasih," Ujarnya gugup. Ia menilik wajah penyelamatnya itu. Melihat dari ujung kepala hingga kaki. Termasuk membaca badge nama seragam putih gadis itu, "Rania?"
Rania hanya berkacak pinggang, "Pertanyaan gue belum dijawab."
Wajah Helena memasang wajah yang tidak mengerti.
"Kenapa lo nggak masuk kelas?" Ulangnya lagi.
Perempuan itu kini nampak kebingungan. Entah dari mana ia harus menjelaskan. Menjelaskan? Memangnya siapa orang ini. Ia bahkan tidak memiliki seorang teman pun. Masa tiba-tiba harus menjelaskan kepada orang yang baru ia temui.
Rania menatap dengan detail gadis itu. Rambut kepangnya terlihat acak-acakan, baju seragamnya sedikit basah, dan kacamatanya yang berlensa kotak terlihat tergeletak di lantai toilet.
"Paham." Ujarnya, sambil meninggalkan gadis yang baru saja terkena bully itu.
Helena terkejut, ia bahkan belum bilang tentang hal itu. Apa Rania sejak tadi sengaja menontonnya. Sekarang ia berjalan membuntuti Rania.
"Tolong, jangan kasih tahu siapa-siapa," Gadis itu memohon. Kini ia sudah berdiri di hadapan Rania. Memegang bahu Rania. Memohon lagi.
"Apaan sih? Siapa juga yang mau lapor."
Rania menatap risih, menepis tangan gadis yang terlihat culun itu.
Helena masih melihat ke arah Rania yang sekarang sudah masuk ke kelasnya.
Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.
'Setidaknya dia orang yang paling baik, dibandingkan dengan yang lain.' Batinnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Souls
Teen FictionApakah jiwa dan raga dapat dipisahkan? Selain disebabkan oleh kematian. Jika jawabannya iya, Apakah, Ketika sang jiwa hilang, Yang entah pergi kemana... Kamu tahu cara menghidupkannya kembali? Ya. Dengan mengembalikan jiwa itu seperti semula. Raga h...