"Ya ampun Rania, kenapa dari tadi bunda telfon gak diangkat?"
Terdengar suara lawan bicaranya dengan nada setengah cemas."Maaf banget bunda, aku baru dari bawah tadi, ponselnya gak aku bawa,"
Gadis yang baru saja masuk ke kamarnya sembari memegang sepotong roti tawar itu segera menerima panggilan. Ia melihat sudah ada 4 kali panggilan telepon yang sedari tadi berdering."Datang ke TX Restaurant setengah jam lagi ya, jangan sampai telat,"
"Kenapa tiba-tiba banget bun? Ada apa memangnya?" Rania tersentak kaget, tidak biasanya ibunya itu menyuruh pergi tiba-tiba, harus tepat waktu lagi.
"Bunda hari ini ada ketemuan dengan teman bunda, jadi temani bunda ya, Sampai jumpa nanti, Ingat! Jangan sampai telat, Hati-hati nak." Bundanya memutus panggilan.
Gadis itu melirik jam dinding di kamarnya, sekarang pukul setengah 5 sore, ia masih tidak paham, tetapi itu adalah perintah orangtuanya yang harus dilakukan.
Ia bergegas siap-siap karena waktunya tidak banyak.
Ia mengenakan atasan 'white blouse' dengan membiarkan rambutnya tergerai.Ia melirik arloji nya, ia telat 5 menit, jalan yang ia lewati macet, apa daya karena memang jam pulang kerja.
Matanya mengawasi satu persatu pengunjung Restaurant, mencari wajah ibunya.
Ibunya melambaikan tangan, memberikan isyarat.
Ibunya sedang duduk di bagian pojok Restaurant dengan ditemani seorang perempuan yang sepertinya sebaya dengannya, dan disebelah perempuan itu duduk remaja laki-laki yang sepertinya sebaya juga dengan Rania.'Tunggu, apa ini perjodohan?' Batin Rania menebak-nebak.
Kemudian ia putuskan dengan terus berjalan ke meja itu.
"Assalamualaikum semua," Sapanya dengan senyuman.
Teman ibunya menengok, begitu juga dengan remaja laki-laki itu.
"Waalaikumsalam, Hai Ran!" Ujar si remaja laki-laki itu, ia nampaknya sejak tadi sudah tidak sabar ingin cepat-cepat bertemu.Matanya tiba-tiba membesar, ia sangat kaget.
"Raka???" Ia menutup mulutnya, sangat tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Aku udah bilang sist, pasti reaksinya kayak gini," Bundanya membisikkan kepada temannya.
"Lebih cantik daripada yang aku lihat difoto," temannya menjawab, tersenyum."Jadi gini, bunda dan ibunya Raka itu berteman sudah cukup lama. Bunda gak tahu kalau ternyata Raka teman 1 SMA kamu, bunda baru tahu setelah ibunya Raka bilang kalau anaknya juga sekolah di SMA Merpati," Bundanya terseyum menjelaskan.
Rania masih menatap wajah bundanya tidak percaya.
"Santai aja, kamu bisa panggil saya 'Tante Suci' " perempuan itu tersenyum melihat ke arah Rania.Rania mengangguk dan tersenyum juga.
"Silahkan pesan saja menu nya," kemudian perempuan itu memanggil pelayan dan memilihkan beberapa menu.
"Kamu pasti terkejut kan, Rania?
Baiklah Tante akan menjelaskan, langsung saja ya. Jadi kami menawarkan beberapa project atau rencana.
Tante dengar kamu memiliki beberapa murid, yang mohon maaf sekali kurang mampu. Mendengar hal itu Tante sangat kagum dengan apa yang kamu kerjakan Rania, kamu anak yang baik. Dan disini Tante dan Raka juga ingin membantu kamu," Perempuan itu terdiam sejenak."Membantu?" Rania sejak tadi sangat memperhatikan kata-kata dari perempuan itu.
"Tante memiliki usaha berupa 'apparel store'. Ini keputusan kamu Rania, kamu berhak memilih. Kamu bisa menjadi 'Brand Ambassador' kami. Bekerja samalah dengan kami, Tante memiliki kenalan dengan seorang pemilik yayasan yang bisa membuat kamu mendirikan sekolah gratis untuk murid-murid kamu. Jika kamu menjadi model kami, akan segera Tante hubungi dia. Dia bisa membantu mu," Perempuan itu tersenyum, menatap mata Rania, meyakinkan gadis itu.
Seorang pelayan mengantarkan beberapa makanan dan minuman yang dipesan tadi.
"Ini tawaran yang sangat mendadak Tante, ini tawaran yang baik, akan segera saya pertimbangkan, tidak apa-apa kan? saya butuh waktu sebentar, lalu saya akan hubungi Raka akan hasil keputusan saya," Rania tersenyum, ia tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan.
"Ya, tidak apa-apa. Tante akan menunggu jawaban kamu, sekarang kita makan dan berbincang santai saja. Tidak perlu tegang karena Tante adalah teman ibumu, ya kami cukup lama berteman," perempuan itu melirik ibunya Rania.
•••
"Bun, kenapa tiba-tiba sih?"
Mereka sudah sampai rumah, Rania menduduki sofa mereka, bertanya dengan ibunya.
"Sejujurnya, bunda juga baru menerima telepon dari dia semalam, bunda juga tidak yakin apa kamu mau menerimanya," bundanya meremas jari-jari nya, menatap putrinya."Tetapi pikirlah Ran, itu tawaran yang baik, tidak ada salahnya kan kalau kamu menerima?"
Rania menatap mata bundanya.
"Lalu kenapa harus ada imbalannya? Mengapa harus aku? Memangnya mau perempuan itu apa sebenarnya?"
Rania terdiam.
"Aku hanya mengajari anak-anak itu karena aku merasa punya simpati yang tinggi, aku ingin mereka memiliki ilmu juga, memperoleh pendidikan,"
Bundanya mendekati posisi duduk dengan Rania, memegang lembut bahunya."Itu kan yang kamu mau? Kamu mau kan mereka juga memperoleh pendidikan yang lebih tinggi?"
Rania menatap bundanya dengan tatapan masih tidak mengerti.
"Tante Suci akan membantu mu Ran, membantu mereka agar memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, bahkan ke jenjang selanjutnya," bundanya berusaha menjelaskan."Lalu mengapa mereka memintaku agar bekerja sama dengan mereka?"
"Anggap saja itu balas budi, Ran. Kamu juga ingin memiliki penghasilan sendiri kan? Itu yang pernah kamu bilang, kamu ingin memiliki penghasilan sendiri, kamu ingin mandiri, kan?" Bundanya tetap berusaha menyakinkan anaknya.Rania mengangguk.
Ia menaiki tangga rumahnya, masih belum tahu keputusan apa yang akan ia ambil.Sesampainya dikamar, ia duduk dikursi belajarnya.
Ia menunduk ke arah mejanya, terlihat selembaran foto ia dan murid-muridnya, disitu terlihat mereka sedang menggambarkan apa cita-cita mereka, terseyum lebar melihat kearah kamera.
Ia pun mengingat perkataan murid-murid nya,
'Aku bisa gak ya jadi dokter?' Seorang anak perempuan bernama Laras sedang menggambarkan seorang dokter.
'Kalau aku mau jadi pilot," Lain halnya dengan Andi, ia menggambar sebuah pesawat sederhana dengan gambar seorang laki-laki disana.
Mendengar hal itu Rania tersenyum.
"Kalian bisa mencapai cita-cita kalian, kok. Dengan usaha dan berdoa."Ia memutus lamunan, teringat akan hal itu, ia juga menyadari bahwa mewujudkan cita-cita mereka tidak mungkin hanya belajar biasa dirumahnya, apalagi ia juga disibuk kan dengan sekolahnya.
Ia mengambil ponselnya, mencari kontak Raka dan mengirim pesan bahwa keputusannya itu setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Souls
Roman pour AdolescentsApakah jiwa dan raga dapat dipisahkan? Selain disebabkan oleh kematian. Jika jawabannya iya, Apakah, Ketika sang jiwa hilang, Yang entah pergi kemana... Kamu tahu cara menghidupkannya kembali? Ya. Dengan mengembalikan jiwa itu seperti semula. Raga h...