<< PROLOG >>

217 87 52
                                    

Jika kamu ingin menjadi bintang ada dua hal kemungkinan. Kamu akan menjadi yang paling bersinar atau kamu yang akan menghilang.

~Lieben~

🍃

Sabtu, 23 Juni 2018

08.30 PM

Langit malam semakin larut, angin kencang berembus menerpa wajah, hawa dingin menusuk tulang, kaki mulai gemetar, tanganku yang putih mulai pucat, badan pun menggigil kedinginan.

Bintang bertabur indah di langit, hal paling menyenangkan ketika melihat bintang adalah jika menatapnya bersama orang yang disayang. Tapi, sayangnya aku hanya menatap sendirian di taman dekat rumah, sambil melihat pasangan muda-mudi menikmati malam minggu mereka.

Seandainya aku juga bisa menikmati malam mingguku bersama dia, seseorang yang sangat spesial. Mungkin malam mingguku tidak akan se-sedih ini.

Aku mengetatkan genggaman tanganku pada secangkir kopi panas yang masih mengepul. Kuhirup aroma kopi yang selalu mampu membuatku merasa tenang.

"Minum kopi lagi? Minuman berkafein nggak baik untuk kesehatan lo, dek."

Aku menoleh ke belakang, terlihat sosok laki-laki tampan dengan tinggi 172 cm melipat kedua tangannya di depan dada, melirikku dengan tatapan yang aku tahu kalau dia marah.

Namanya, Alvaro. Abangku yang selalu mengomel saat tahu kalau aku minum kopi. Bagaimana lagi, kopi itu bisa membuat moodku yang hancur bisa membaik seketika. Sepertinya, aku dan kopi sudah ditakdirkan bersama dari dulu.

"Pakai ini!" Bang Varo memakaikan jaket kebanggaannya pada tubuhku lalu duduk di sampingku. "Cuaca sedang buruk, kenapa lo duduk sendirian di sini tanpa jaket? Kalau lo sakit gimana? Terus udah berapa cangkir kopi yang lo minum hari ini? Abang nggak suka ya kalau lo kebanyakan minum kopi."

Tuh kan, mengomel. Sudah aku duga. Entah kenapa Bang Alvaro jadi lebih cerewet daripada Mama.

"Lagi kangen dia, ya?"

Blush.

Apa raut wajahku gampang sekali ketebak jika sedang merindukan seseorang? Aku langsung memukul dada bidang Bang Varo, "ish, apaan, sih! Sok tahu!"

Bang Varo terkekeh pelan sembari mengusap rambut panjangku.

"Abang," panggilku.

Bang Varo berdehem pelan sebagai jawaban.

"Mau tanya dong, boleh? Cuma satu pertanyaan, kok."

"Tanya banyak juga boleh kok, Abang kan pandai." Bang Varo mulai dengan gaya narsisnya, "emang mau tanya apa sih, cantik?" tanya Bang Varo semangat.

"Abang kok jomblo?"

Bang Varo mendelik, menatapku galak.

"Pertanyaan lo kok kampret ya, dek."

Aku tertawa lebar melihat wajah Bang Varo yang mendadak berubah.

Bang Varo menatapku, lalu berucap dengan penuh keyakinan. "Karena pasangan yang tepat tidak dipertemukan secara cepat."

"Hmm ... bisa aja kang cilok, hahaha," tawaku seraya menyikut Bang Varo.

Bang Varo hanya tersenyum kepadaku, aku kembali menatap bintang pada malam hari ini. Aku memejamkan mata untuk melupakan semua keresahan walaupun hanya sesaat. Namun itu menyenangkan bagiku. Aku harus bisa memulai semua dengan hal baru. Tidak berguna juga, 'kan? Membuang- buang waktu dengan hal yang tidak penting.

LiebenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang