<<PART 11>>

63 13 3
                                    

Sudah sebulan sejak kejadian memalukan itu, kini Ara tidak lagi mau berurusan dengan sosok yang bernama Kenzo Zavier Aditama, sebenarnya Ara sering melihat Kenzo berkeliaran di muka umum, tapi Ara berusaha untuk tidak melakukan kontak fisik meskipun hanya sebatas tatapan.

Seperti yang diajarkan oleh Alvaro, 'jika Ara sudah meminta maaf dengan sepenuh hati, sampai berulang kali namun tidak kunjung dimaafkan berarti bukan Ara yang salah. Tapi orang itu yang tidak mempunyai hati lapang untuk memaafkan. Kalau Ara lelah, berhentilah meminta maaf. Meminta maaf bukan membuat Ara tidak punya harga diri, tapi justru Ara memang mengakui kesalahan yang kemarin Ara lakuin. Anggap aja semua ini tidak pernah terjadi' begitulah nasihat Alvaro pada Ara malam itu.

Ara pun berusahan melupakan kejadian menyakitkan itu, ia selalu berulang kali menegaskan pada otaknya jika semuanya adalah mimpi buruk.

Dengan menghela napas panjang, Ara melewati Kenzo yang sedang bersama Asep begitu saja. Kenzo memandang Ara penuh dengan rasa bersalah. Iya, untuk pertama kali dalam hidupnya Kenzo merasa sangat bersalah.

"Ra, lo nggak papa?" tanya Maya melihat Ara yang duduk di hadapannya dengan napas terengah-engah.

"Jelas lah Ara kenapa-kenapa, tuh lihat deru napasnya aja kedengeran sampai ruangan dosen," jawab Dita agak hiperbola, karena jarak ruangan dosen dan kantin sangat jauh.

"Lebay," ucap Fini membuat Dita cemberut, sementara Maya terkekeh pelan.

"Akting gue gimana? Bagus nggak?" tanya Ara tiba-tiba membuat kening para sahabatnya mengerut.

"Akting apa? Lo jadi pemain film? Chanel apa? Kok gue nggak pernah liat lo di tv? Lo jadi pemeran utama apa peran pembantu? Cie sahabat gue jadi artis, gue ikut bangga, bahkan mata gue mulai berkaca-kaca nih." Dita mulai heboh.

"Bukan akting di tv, Dita," gemas Ara, "gue tadi pura-pura nggak kenal Kenzo, raut wajah Kenzo gimana?"

Fini, Maya dan Dita menatap Kenzo secara bersamaan. Kenzo yang memang sedang memperhatikan punggung Ara yang tengah duduk membuatnya salah tingkah sendiri, ia pura-pura sedang mengetik sesuatu di ponselnya.

"Kenzo liatin ke sini terus, Ra," ucap Maya.

Ara menghela napas gusar. Ara ingin menghilang dari muka bumi sekarang juga, ia benar-benar tidak mau lagi bertemu dengan makhluk bernama Kenzo.

"Ra, abang lo yang namanya Varo ganteng ga?" tanya Fini tiba-tiba membuat Ara menoleh ke Fini.

"Ganteng lah, keturunan dari Nenek-Kakek buyut gue itu selalu cakepnya di atas rata-rata," ujar Ara yakin.

"Minta nomernya dong." Fini mengambil ponselnya dari dalam tas.

"Eh ... enak aja,Bang Varo itu udah gue pesen sejak baru lahir. Udah jadi hak milik Dita seutuhnya, jadi jangan sentuh Bang Varo. Lagian ya, Fin. Lo 'kan udah ada Kak Denis, jangan kemaruk nanti matinya susah," ucap Dita yang memang suka dengan salah satu mini seri tentang azab.

Fini mengerucutkan bibirnya sebal, sementara Ara tertawa lebar mendengar jawaban Dita yang aneh tapi ada benarnya.

Iya, membuat Ara tertawa memang sesederhana itu.

🍃

Berkali-kali Kenzo mencoba untuk menghalau sikap berbeda Ara kepadanya belakangan ini, semenjak kejadian klimaks yang sudah jelas menyakiti hati Ara dari ucapan dan perlakuan Kenzo kepada Ara di muka umum.

Sisi lain Kenzo berpikir apa yang ia lakukan sebulan yang lalu adalah tindakan yang tepat agar Ara tak lagi mengusiknya. Namun kenyataannya, sisi lain dalam hatinya berdusta. Ada yang berbeda setelah Ara tak lagi bersikap rewel seperti biasanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LiebenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang