Amethyst terbangun keesokan harinya karena merasa ada yang menyentuh pipinya.
Ia membuka matanya perlahan namun sinar matahari pagi yang merembes masuk ke kamarnya menghalangi pandangannya dari sesuatu yang berada di depannya.
Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah ia bisa melihat siapa yang duduk dihadapannya.
Dengan segera Amethyst bangun dari posisi tidurnya, namun tertahan kepalanya yang berdenyut.
“Udah, lo tidur aja. Gue kesini karena mau ngeliat lo,” ujar seseorang dihadapannya.
“Kapan kakak sampai?” tanya Amethyst dengan suara serak kepada orang dihadapnnya yang ternyata adalah Nathan.
Bukannya menjawab, Nathan malah berdecak. “Udah berapa kali gue bilang jangan pangggil aku dengan sebutan ‘kakak’. Gue gak setua itu. Dan kalau lo lupa, kita hanya berbeda satu tahun.”
Amethyst tersenyum tipis mendengar gerutuan kakaknya. “Iya, maafin gue, Nate. Dan itu juga salah lo karena udah lama banget gak pulang.”
Nathan mendesah sedih mendegar jawaban Amethyst. “Lo pasti tau kalau gue lagi sibuk banget, Am. Perusahaan papa yang ada di Australia lagi maju-majunya. Gak mungkin gue tinggalin begitu aja,” jawab Nathan.“Lo kenapa, sih? Kenapa waktu gue pulang gue justru ngeliat adek gue yang biasanya tukang bikin ribut malah terbaring tak berdaya?” tanyanya bergurau.
“Salah gue. Gue terlalu bersemangat makan es krim,” jawab Amethyst jujur.
“Ya ampun,” kata Nathan sambil tertawa.
“Kenapa lo ketawa?” tanya Amethyst sengit.
“Nggak. Nggak apa-apa. Lo udah periksa ke dokter?”
Amethyst menggeleng. “Gue udah ngerasa baikan.”
Nathan memegang kening adiknya. Benar, suhu badan Amethyst sudah turun dibanding saat tadi malam ia melihat adiknya.“Oke, lo nggak usah ke dokter. Lo belom sarapan, kan? Biar gue ambilin bentar.” Setelah berkata begitu, Nathan turun mengambil sarapan untuk Amethyst.
Saat ia kembali ke kamar Amethyst, ia melihat adiknya setengah tertidur.“Am, bangun. Lo makan dulu sarapannya,” ujar Kevin sembari mengguncang pelan bahu Amethyst.
Ia menerima piring dari Nathan dan menyuapkan isinya dengan perlahan.“Lo belom jawab pertanyaan gue, Nate.”
“Pertanyaan yang mana?”
“Kapan lo sampai?”
“Semalam. Gue sampai di rumah jam satu pagi.”
“Terus kenapa lo gak ngasih tau gue kalau lo pulang?” protes Amethyst.
“Gue pengen ngasih kejutan. Eh, malah gue yang kaget karna lo sakit,” jawab Nathan santai.
“Kapan lo balik ke Australi?” tanya Amethyst lagi.
“Lo ngusir gue?” tanya Nathan dengan nada yang dibuat terluka. Amethyst tertawa mendengar nada ‘terluka’ kakaknya.
“Kalau gue ngusir lo, gue bakalan jadi adek yang durhaka,” jawab Amethyst. “Nggak. Gue cuma nanya.”
“Gue belom tau. Yang jelas nggak dalam waktu dekat. Apalagi lo lagi sakit.”
“Ck, nanti malam gue juga udah sembuh.”
“Oke, oke,” kata Nathan diikuti tawa.
“Bunda kapan pulang?” tanya Amethyst untuk kesekian kalinya.
“Lo ini ternyata berbakat jadi wartawan,” gurau Nathan yang mendapat tatapan mata jawab-aja-pertanyaan-gue dari Amethyst.“Sekitar dua minggu lagi kalau nggak ada halangan.”
Kini Amethyst hanya mengangguk.Tiba-tiba smartphone Nathan berbunyi. Melalui tatapannya Nathan mengatakan akan mengangkat telepon tersebut. Amethyst mengangguk kecil.
Setelah Nathan kembali, Amethyst kembali memberondongnya dengan pertanyaan. “Siapa yang nelpon?”
“Teman kuliah gue. Maaf Am, gue harus pergi sekarang. Abis minum obat, lo langsung istirahat lagi, oke?”
“Oke. Hat-hati di jalan, Nate.” Nathan segera pergi setelah mencium puncak kepala Amethyst.
***
Setelah tiga hari terbaring di rumah dan satu hari pemulihan diri, hari ini Amethyst Hutama kembali menjejakkan kakinya di sekolah.Yah, Amethyst mengakui bahwa ia rindu berada di sekolah walau terkadang ada guru menyebalkan yang membuat moodnya jelek.
“Aduh,” pekiknya kesakitan. Setelah melihat apa yang membuatnya kesakitan, Amethyst langsung meminta maaf.“Maafin gue. Lo gak papa?” tanya Amethyst pada orang yang telah ia tabrak. Ya, karena sibuk dengan pikirannya sendiri, Amethyst tidak sadar ia sudah menabrak orang.
“Nggak. Gue gak papa,” jawab orang tersebut dan berlalu meninggalkan Amethyst yang tercengang.
Sombong banget sih dia, rutuk Amethyst dalam hati. Dengan menahan perasaan kesal ia berjalan menuju kelas Biologi.Dan tiba-tiba ia teringat sesuatu yang membuatnya tersenyum. Ia akan sekelas dengan Kevin di kelas Biologi.
***
Namun hal yang membuatnya tersenyum tidak bertahan lama. Ketika ia sampai di kelas biologi, ia melihat orang yang ia tabrak tadi sudah duduk semeja dengan Kevin. Amethyst merasa kekesalannya menumpuk. Dan dengan terpaksa ia duduk disamping Eriska.
“Kusut amat tu muka” sapa Eriska sembari tertawa.
“Haahh.” Amethyst hanya mengembuskan napas kesal.
Eriska hanya menggelengkan kepalanya saja
“Lo udah kenal sama murid baru itu?” tanya Eriska yang mengisyaratkan Amethyst untuk melihat ke arah meja Kevin. Tentu bukan Kevin yang dimaskud Eriska, melainkan seseorang di sampingnya.
“Ya belomlah. Kan dia murid baru,” jawab Amethyst.
“Lo serius gk tau siapa dia?” tanya Eriska sangsi.
Amethyst mengangguk. “Iya, gue serius pake banget. Emangnya dia siapa?”
“Dia itu – “ namun belum sempat Eriska melanjutkan perkataannya, guru biologi mereka, Bu Aida sudah memasuki kelas.
“Selamat pagi, anak-anak. Senang sekali saya bisa menjumpai kalian lagi setelah dua minggu saya mengikuti pelatihan. Dan saya mendengar di angkatan ini kedatangan murid baru. Silakan maju dan memperkenalkan diri,” ujar Bu Aida panjang lebar.
Dan murid baru yang cukup membuat Amethyst kesal maju memperkenalkan diri. “Halo, semua. Saya Alvin Yudhistra. Mohon bantuannya,” ucapnya memperkenalkan diri dengan ramah.
“Lo denger namanya? Dan lo masih nggak tau dia siapa?” bisik Eriska di telinga Amethyst. Amethyst menjawabnya dengan gelengan kepala.
“Dia itu calon masa depan gue,” ujar Eriska sambil mesem-mesem yang membuat Amethyst ingin menjitak kepalanya.
Eriska tertawa pelan melihat raut kekesalan Amethyst. Akhirnya Eriska mengeluarkan smartphonenya dan menunjukkan sebuah film kepada Amethyst.Amethyst mengernyit bingung. Untuk apa Friska menunjukkan sebuah film kepada dirinya? Namun Amethyst melihatnya juga. Ia pernah mendengar judul film tersebut, tetapi belum sempat menontonnya. Ia juga pernah mendengar bahwa pemeran utamanya adalah seorang aktor handal yang masih sangat belia.
Begitu sang aktor utama muncul dalam film, Amethyst langsung menganga._________________________________________
Halo semuanya
Chapter 3 udah di up yaa
Jangan lupa vote dan comment
Karena satu vote dan komen dari kalian, itu berarti banget buat saya
Hehehehe

KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Pelindung yang Patah
JugendliteraturApa itu kebahagiaan? Apa hanya orang tertentu yang dapat merasakannya? Mengapa 'kebahagiaan' seolah membeci dirinya? Mungkinkah ini kutukan? Hanya cerita yang bercerita tentang Amethyst, seorang gadis remaja yang dibenci oleh 'kebahagiaan'.