Mas Bodjo

6.5K 211 39
                                    

KRIIIINGGGG!!!!

Aku meraba-raba nakas di dekat tempat tidur dengan malas dan tentu saja kedua mataku masih terpejam. Setelah menemukan ponsel sebagai tersangka utama sumber kegaduhan pagi ini, aku menyempatkan diri untuk membuka satu mataku demi mengintip pukul berapa tepatnya saat ini.

"Setengah lima," gumamku lirih. Aku meletakkan ponselku kembali di atas nakas setelah menggeser notifikasi alarm ke dismiss lalu mengangkat kedua tanganku ke atas untuk memulai ritual stretching pagi hari alias ngulet-ngulet enak. Tahu tidak kalau ngulet itu adalah ritual penting dan sehat untuk tubuh? Aku lupa baca di mana, tapi yang jelas ngulet bisa melancarkan peredaran darah dan melemaskan otot dan sendi-sendi di tubuh kita. Jadi kalau baru bangun tidur, sempatkan beberapa menit dulu untuk ngulet karena selain enak ternyata juga sehat untuk tubuh kita.

Aku meregangkan otot-otot punggungku sejauh yang aku bisa lalu mengembuskan napas keras-keras. Tangan kananku tidak sengaja mengenai sesuatu yang membuatku refleks menoleh.

"HUWAAAAA!" teriakku histeris sambil memeluk diriku sendiri saat aku mendapati seorang laki-laki sedang tidur dengan damai meski tanpa sengaja jidatnya tadi tertampar tanganku. Aku menelan ludah, memperhatikan wajah laki-laki itu sambil berusaha mengingat-ingat. Yang kupandangi tiba-tiba membuka matanya, membuatku mengerjapkan mata beberapa kali karena terkejut.

Ia tersenyum melihatku.

"Selamat pagi," ucapnya. Aku tersenyum kaku.

"Pagi," balasku.

"Lupa lagi ya kalau aku sekarang udah nemenin kamu tidur?" tembaknya. Aku meringis lalu mengangguk, mengiyakan ucapannya.

"Sini," ujarnya sambil menarikku ke dalam pelukannya. Aku menurut. Ia melingkarkan tangannya ke tubuhku lalu mengusap-usap punggungku. Aku menempelkan pipiku di dadanya, ikut melingkarkan tanganku ke pinggangnya.

"Bangun tidur pun kamu cantik," ujarnya. Suaranya terdengar bergema di telingaku karena telingaku menempel langsung di dadanya. Aku tersenyum.

Perkenalkan, laki-laki bermulut manis ini bernama Narendra Ashvath. Aku biasa memanggilnya mas Naren. Ia adalah suamiku. Kami menikah sejak... Sebentar, biar kuingat-ingat dulu. Ah, dua bulan yang lalu. Sudah dua bulan ini ia menemaniku tidur tapi kadang masih tidak percaya kalau aku sudah menjadi istrinya dan tidur dengannya satu ranjang. Berdua.

Hal-hal yang aku pelajari selama dua bulan pernikahanku adalah pertama, bangun tidur bisa menjadi intro senam cardio karena menemukan orang lain apa lagi laki-laki sedang tidur di sebelah kita bisa menyebabkan keterkejutan yang tidak masuk akal. Kedua, dikelonin pada saat tidur itu panas banget walaupun kamar sudah pakai AC. Tentu saja kelonannya di bawah selimut, jadinya panas. Tapi kalau selimutnya dilepas, jadinya kedinginan. Aku tidak tahu kalau kelonan bisa seserbasalah ini.

Yang ketiga, pelukan sambil boboan alias kelonan juga bikin ribet karena kalau kelonan dan kita miring ke kiri, otomatis tangan kanan yang melingkar ke tubuh mas bodjo, dong. Terus tangan kirinya ke mana? Ya kalau tidak ketindihan badan mas bodjo ya ketindihan badan sendiri.

"Aduh," gumamku.

"Kenapa? Kesemutan lagi tangannya?" tanya mas Naren. Aku mengangguk. Ia kemudian melepaskan pelukannya dan membiarkanku telentang di sebelahnya sambil merelakan tangannya sebagai bantalku.

"Kenapa sih kelonan tuh ribet?" tanyaku pada akhirnya.

"Kelonan tuh enggak ribet, kamu yang ribut," balasnya sambil mengecup keningku. Ia bangkit, duduk sebentar lalu berdiri.

"Yuk, subuhan di masjid," ajaknya sambil mengulurkan tangan.

Aku meraih tangannya dan ikut bangkit berdiri. Kami bersiap-siap shalat subuh di masjid dekat rumah. Ritual baru lain yang aku ambil dari kebiasaan mas Naren dan keluarganya.

Sebelum aku bercerita lebih banyak, perkenalkan, aku Atta. Tidak, sayang, nama belakangku tidak pakai petir, gledek, atau sejenisnya. Tidak juga aku punya nama Atta untuk menyamai youtuber favorite kalian itu. Namaku Agastha Amogaccidi. Usiaku 25 tahun. Aku bekerja di salah satu rumah sakit baru di Jogja sebagai seorang perawat. Suamiku, mas Naren adalah seorang arsitek. Ia bekerja di salah satu PT bangunan di daerah Jogja bagian utara, lebih tepatnya di sekitar taman Denggung.

"Kerjaanmu tuh ngapain sih, mas? Soalnya kalau aku ditanyain orang kamu kerja apa tuh aku suka bingung jawabnya karena aku nggak tahu," tanyaku suatu waktu. Mas Naren sedang duduk di karpet dengan meja pendek dan laptop di hadapannya. Aku tiduran di sebelahnya, memandangi langit-langit kamar sambil sesekali mencuri pandang ke wajahnya.

"Kerjaanku ya cuma bahagiain kamu aja," jawabnya kalem tanpa memindahkan tatapannya dari layar laptop.

"Serius aku tuh, mas!" gerutuku sambil manyun.

"Ya ini aku serius, dek. Kalau nggak serius ya mana mungkin kita nikah," balasnya.

"Tau ah!" aku bangkit, bermaksud ke dapur tapi mas Naren menangkap kakiku sambil tertawa.

"Gitu aja ngambek. Sini sini aku jelasin," ujarnya sambil mengklik sesuatu di layar laptopnya.

"Aku kerjanya itu sebagai drafter. Ini, bikin kayak gini. Aku bikin gambar dan rancangan bangunan," terangnya sambil menunjukkan gambar kartun 3D berbentuk rumah lengkap dengan pepohonan yang bergoyang-goyang ditiup angin, jalanan, dan orang-orang yang lewat.

"Ini mah kayak main the Sims," celetukku. Mas Naren memandangku dengan tatapan "Pengin tak gebuk kamu tapi kok yo istriku".

"Karena susah jelasinnya, kalau orang-orang nanya kamu kerja apa, mulai sekarang akan aku jawab kerjaanmu membahagiakan aku aja," kataku sambil mengacungkan jempol.

Mas Naren tertawa. "Iya gitu aja. Soalnya di kerjaan itu aku udah jadi pegawai tetap," sahutnya. Aku ikut tertawa.

Jadi begitu, mas bodjo ini bekerja sebagai drafter dan aku bekerja sebagai perawat. Kami dari dua universitas berbeda tapi ya yang namanya jodoh, mau jurusan kuliahnya nggak nyambung dan nggak mungkin ada kesempatan buat ketemu pun akan tetap bisa menikah.

Besok lagi akan aku ceritakan bagaimana aku bisa menikah dengan mas Naren. Janji.

anagataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang