Nyala

1.5K 60 15
                                    




"Lo mau nemuin dia?" seru Linka padaku.

"Lo yakin, Tta?" gantian Siki yang bertanya.

Aku mengangguk untuk menjawab pertanyaan mereka.

Mcd di dekat kostku pagi ini tidak terlalu ramai karena mungkin orang-orang lebih memilih untuk membeli sarapan melalui ojek online. Memang tampaknya masih terlalu pagi untuk berbagi hari dengan dua manusia ajaib ini tapi aku merasa tak nyaman kalau harus mengabari mereka melalui grup whatsapp mengenai kabar bahwa aku akan menemui Mega, mantan Mas Naren, siang ini.

Sambil mengunyah scrambled egg yang bertaburan garam di atasnya, Siki mengingatkanku,"Remember, Tta. Don't pull her hair, okay? Lo nggak mau kelihatan seperti mamak tiri and make a cheap scene for everyone to see."

Aku tertawa kecil.

"Bener, tuh. Remember, Tta. You don't want to make mas Naren thinks that he chooses the wrong person to be his wife. Nanti dia bingung, waaa anjir ini gue salah pilih nih padahal mau nyari cewek lembut dan penyayang kenapa kayak mamak tiri nggak dikasih jatah belanja tiga bulan?" ujar Linka diikuti tawa kami semua.

"Emang menurut lo gue sejahat itu, ya?" tanyaku pada mereka.

"Yaaah... Siapa tahu kan Tta tiba-tiba lo kesurupan terus bertindak di luar rencana," jawab Siki.

Aku tersenyum sembari menikmati apple pie yang masih panas.

Selesai sarapan, aku pulang ke kost lalu mandi. Saat melirik jam, ternyata sudah pukul 11.00. Aku mengambil ponselku lalu mengetikkan pesan kepada mas Naren.

"Sudah bangun belum? Jadi nggak hari ini?" pesan langsung kukirim. Aku segera memilih baju yang akan kukenakan.

Dari banyak hal yang kulakukan untuk bersiap-siap pergi, memilih baju adalah hal yang paling merepotkan. Kadang aku suka modelnya tapi tidak suka warnanya (padahal aku yang membeli bajuku sendiri), kadang aku tak suka bahannya, entah terlalu tebal atau terlalu tipis. Banyak sekali pertimbangan yang harus kupikirkan. Ingin sekali rasanya mengenakan pakaian yang effortlessly beautiful begitu, ya. Memang beberapa kali ada yang memujiku bahwa dandananku effortlessly beautiful tapi seandainya mereka tahu hal apa saja yang kulalui untuk akhirnya bisa memutuskan akan mengenakan pakaian itu, wah, they won't say the same. SAMA SEKALI TIDAK EFFORTLESS!

Tahap pemilihan outfit yang akan dikenakan sebelum aku pergi yaitu melewati percobaan outfit di depan cermin 5-8 kali, melewati mix and match dengan beberapa outfit lain, lalu mengerucut dari semisal 5 pilihan mix and match menjadi 2 besar lalu akan kupilih lagi. Setelah sampai di dua besar biasanya aku sudah kelelahan lalu aku akan merebahkan diri sebentar untuk menatap langit-langit kamar sambil mendengarkan lagu atau sambil memainkan ponselku. Lima belas menit kemudian, akan kukenakan 2 pilihan baju tadi baru akan kuputuskan aku akan mengenakan yang mana. Plot twist kadang-kadang terjadi juga. Setelah sibuk mengerucutkan semua outfit yang ingin kukenakan menjadi 2 pilihan, ternyata saat pemilihan akhir aku memilih outfit yang lain, di luar dari 2 pilihan utama tadi. Sudah lah tidak usah terkejut terheran-heran, memang motto hidupku ini kan kalau ada yang sulit, mengapa harus memilih yang mudah?

Pukul 13.20 Mas Naren mengabariku bahwa ia sudah di depan kost. Aku bergegas mengambil tas kecilku, memasukkan dompet dan liptint lalu menemuinya di depan. Ia tersenyum di depan mobilnya. Senyum yang sama, yang sangat infeksius itu. Aku mendekatinya lalu ia membukakan pintu mobilnya untukku.

Setelah memasang seatbelt, ia bergumam pelan, "Cantik sekali." Cukup pelan karena aku juga sempat bingung sebenarnya ia benar-benar bergumam atau aku hanya berhalusinasi.

"Aku cantik, ya?" tanyaku akhirnya.

Mas Naren memandangiku lalu tersenyum.

"Memangnya nggak ada pertanyaan lain? Retoris banget," jawabnya. Aku tertawa sambil memukul pelan lengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

anagataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang